Saya pakai sandal jepit, celana tiga perempat, kaos butut, naik motor mio lawas lansiran 2012 hasil import mahasiswa yang sudah gak pake motor lagi di Semarang dengan isi dompet dua lembar lima puluh ribuan. Ditambah belom mandi.
"Pak haji, kepitingnya masih hidup. Kakapnya seger2, borong daah!" si penjual nawarin dagangannya, memanggil saya dengan tajuk 'pak haji' ketika saya membeli dua bungkus jambu kristal disamping lapaknya.
"Haaah...ogah. Pengen makan jambu aja dulu, emang sekilo berapaan?"
"Seratus sepuluh,"
"Bujug, mahal yak,"
"Ah, pak haji bisa aja,"
"Buat makan siang pak haji, digulai..saus padang,"
"Kagak ada duitnya, cuma sisa 80 ribu,"
"Gampang bayar kapan aja, transfer juga boleh,"
"Yaah, handphone gue aja ginian bang, gimana bisa transfer," saya tunjukan HP dikantong. Nokia 105 yang cuma bisa SMS dan telpon.
"Kapan-kapan bayarnya juga gak apa apa, kalo lewat aja,"
"Lah...emang gue siape. Kenal kagak, tau rumah gue kagak,"
"Feeling aja pak haji. Belanja sejuta aja boleh kok. Mosok kagak bayar. Transfer bae,"
"Lu percaya? gue belanja dua juta nih?" saya menggertak
"Ambil daah!"
Lama saya mikir, sengaja bawa duit pas pasan, tampilan ala orang bambungan, Â niat cuma cari sarapan, gak pengen belanja yang bukan bukan.
"Kepiting ya pak haji, kakap, kuwe, Pilih dah terserah pak haji,"
"Ini baru tanggal empat, bayarnya bulan depan yak!"
"Terserah pak haji bae dah. Saya timbang yak!"
Pembeli lain yang lagi sibuk pilih-pilih ikan cuma bisa senyum2 aja, mungkin pingin juga dapat fasilitas utangan tapi gak berani minta terang-terangan.
Ikan dibungkus, kepiting dibungkus. Saya pura-pura mau pergi dan pamit sampai ketemu bulan depan tapi gak tega dan  balik lagi.
"Nih, catat nomor saya. Kirim nomor rekening ya!"
Tiga jam kemudian datang selarik pesan, dan sayapun bayar itu hutang untuk sesuatu yang sebetulnya gak dibutuhkan.
Begitulah seni melayani klien dari Rizky si tukang ikan. Percaya penuh dengan feeling tanpa lihat apa yang dilihatnya apalagi saya terhitung warga baru dilingkungan sekitar.
Kalaupun gagal dan pelanggan tak dikenal macam saya gagal bayar, mungkin dia cuma pasrahkan kepada Tuhan. Karena feeling itu memang datangnya dari Tuhan.
Kadang saya juga alami. Klien besar dengan sederet tampilan yang mentereng melayani invoice ogah2an dan seret bayar berbulan bulan, sedang klien ala bambungan justru gak sampai seminggu sudah kirim bukti transferan.
Semua itu sesuai dengan feeling saya. Makanya:
"Don't judge sibleguk by its KOPER"
Serat Hayat - 040323
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H