Ketika saya memiliki adik dan mulai membesar serta telah pindah ke lain tempat di Jakarta, kembali saya  bertanya pada ibu tentang apa gerangan  mahluk perempuan  yang menghuni kotak beton dibawah pohon asem di jalan dekat rumah. Ibu tersenyum dan mulai  bercerita.
"Dulu kakak lelaki tertuamu sebelum dititipkan ke nenek kamu di Semarang pernah bermain disana bersama teman-temannya. Mereka memanen beberapa buah asem yang berjatuhan lalu mengumpulkan biji-bijinya setelahnya. Nggak tahu kenapa malam harinya kakak kamu menangis sejadi-jadinya menjelang tidur. Ibu bapak bingung karena ia menunjuk lubang hidungnya yang terasa sakit. Kami membawanya ke RS Mintoharjo malam itu juga karena dia mula kesulitan bernafas,"
"Lalu apa yang terjadi, bu? Karena setan perempuan itu?" kejar saya
"Dokter menemukan dua butir biji asem yang menyangkut dipangkal hidung kakakmu, Dia tak melapor ke ibu atau bapak saat biji asem itu sengaja dimasukkan kedalam hidungnya lalu tak dapat mengeluarkannya. Mungkin karena takut,"
"Jadi?" tanya saya
"Ibu-ibu disana khawatir setelah peristiwa kakakmu. Untuk melarang kalian main disana itu susah. Ibu-ibu disana dulu sepakat untuk bikin cerita seram buat kalian!" ibu seingat saya tersenyum memandang saat itu.
"Jadi apa yang aku dengar waktu itu di kotak beton?"
"Ya suara anginlah. Mana ada suara perempuan nangis disiang bolong. Dasar anak kecil mau aja di bohongin." Ibu tertawa terpingkal-pingkal menyisakan rasa sesal saya yang terlanjur pecaya.
Kotak beton itu sudah terlanjur menakutkan saat  kami kembali berkunjung kesana saat dulu masih kecil baik  untuk berlebaran atau hal lain. saya tetap meminta ibu untuk jalan melambung menjauhi jalan itu.
  Â
"Dasar anak kecil!" sungut ibu saya kala itu.
Saya tak peduli, bayangan perempuan yang terperangkap di kotak itu masih juga menghantui meski saya tahu ceita yang sebenarnya.
--
HATI-HATI Â MENANAMKAN CERITA PADA ANAK! WASPADALAH!
-From the desk of Aryadi Noersaid-