"Mama siapkan kopi Toraja dan Jalangkote ya. Ayo dihabiskan!" serunya.
Saya hirup kopi yang biasanya jarang saya minum lalu menyantap Jalangkote, pastel khas Sulawesi Selatan  yang asapnya masih mengepul dari dalam belahan yang tercabik oleh tangan saya.
"Aduh...enak sekali!"
Mereka berdua tersenyum.
"Anak masih punya bapak dan Ibu?" tanya Mama Darma. Saya menggeleng.
"Anggaplah ini rumah sendiri. Kelak siapapun yang telah meminum air Danau Matano ini pasti akan kembali lagi kesini, datanglah lagi kemari!" mereka tertawa.
Dua orang pasangan yang merindukan anak-anaknya dan saya yang kehilangan kedua orang tua sejak lama diatur oleh Allah bertemu diatas danau yang indah di negeri yang kaya akan sumber mineral.
"Saya sudah minum air kopi ini. Air Danau Matano, apakah itu artinya saya akan kembali?" tanya saya diakhir kunjungan. Dua sosok tua itu tak bisa memastikan.
"Jika memang itu terjadi, datanglah kerumah ini!"
Tiba-tiba saya teringat bapak ibu, yang terbaring di Barzah menanti doa kami anak-anaknya. Setiap menit, setiap jam, setiap saat. Seperti Mama Darma yng setiap hari berharap kabar dari anak-anaknya di dunia nyata.
Damai di Barzah ya bapak!, doa untukmu ya Ibu!. Selamat Hari Ibu.