"Panggil saya Mama Darma saja saya tinggal berdua saja dengan bapak. Pensiunan Inco belasan tahun lalu, sebentar lagi beliau datang dari masjid," pesan ibu tua itu sebelum menghilang kedapur.
Saya menikmati pemandangan rumah panggung yang berdiri diatas kayu-kayu tahan air. Mengambil gambar kesana kemari seperti rumah sendiri. Menikmati  riak Danau Matano, Oksigen yang terhirup manis dan sinar matahari yang menembus celah celah bilik membawa kehangatan, semua berakhir ketika sang bapak pemilik rumah datang mengucap salam.
"Ah...ada tamu datang kerumah kami rupanya!" Lelaki tua menyapa saya yang terkejut akan kedatangannya.
Kami bersalaman dan saya menceritakan kenapa saya bisa berada dirumahnya.
"Itulah ibu, ia selalu berharap ada orang yang mau singgah disini. Jauhnya sorowako menambah waktu tunggu anak menantu kami yang datang dari berbagai tempat,"
"Anak menantu ada dimana pak?"
"Dua orang di Jawa bersama suaminya, yang lain ada di Makassar dan Papua. Bersama keluarga mereka!"
"Wah mereka beruntung bisa punya tempat kembali seindah ini," sahut saya.
Pak Darma menatap langit langit, senyumnya mengembang dan pikirannya menerawang.
"Kami merindukannya tapi tak ada yang bisa kami lakukan selain menunggu hari-hari tertentu yang akan membawa mereka pulang. Kami berdua seperti baru kemarin puluhan tahun disini bersama mereka. Menembak ikan ikan, berdampingan dengan buaya-buaya penghuni danau ini."
Mama Darma datang dari bilik dapur tangannya menahan nampan beriisi gelas dan piring.