Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(Embun Ramadhan) Tunduk di Ketinggian

28 Mei 2017   14:42 Diperbarui: 28 Mei 2017   14:57 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Meskipun punya hak untuk tak berpuasa karena perjalanan yang menempuh ribuan mil, satu kali saya bertekad tetap menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Sejak keluar dari hotel pada hari terakhir di satu kota di Asia barat menuju pulang ke negeri sendiri, makan sahur dengan sandwich dan sebotol kecil Juice apel cukup menjadi bekal untuk  berada di ruang minim oksigen di ketinggian tiga puluh ribuan kaki selama sepuluh jam.

“Anda tidak perlu memaksa seperti itu jika harus berada dalam perjalanan yang jauh untuk tetap berpuasa, jagalah stamina anda?” supir taksi yang mengantar saya ke Airport dan kebetulan seorang muslim mengingatkan saya ketika ia bertanya apakah saya berpuasa dan menanyakan tujuan saya.

“Tidak saudaraku, saya tidak memaksa, jika nanti saya tidak kuat saya akan makan dipesawat, semudah itu. Lagipula saya tidak sedang naik unta di gurun pasir yang panas sehingga perjalanan saya layak untuk disebut boleh tidak berpuasa,”

“Syukurlah, sepanjang anda tidak memaksakan diri, It’s oke.”

Lalu pesawat mengudara dengan tujuan Jakarta transit di Singapura. Buku dan entertainment console di depan  sandaran kursi cukup untuk membunuh  waktu dalam dengung engine pesawat Boeing  berbadan lebar.

Tiba waktu makan siang saya tertidur pulas dan ketika bangun semua penumpang telah selesai menyantap menu makan  mereka masing-masing.  Seorang awak kabin menghampiri begitu melihat mata saya membuka dan menawarkan beberapa pilihan menu untuk ia sediakan sebagai menu makan siang.

“Maaf anda tadi tertidur, sekarang silahkan pilih menu yang tadi saya sebutkan!” pinta seorang pramugara berkebangsaaan singapura.

“Terima kasih, boleh saya meminta makanan sewaktu-waktu jika saya ingin makan nanti?” tanya saya

“Boleh, anda ingin meneruskan tidur?”

“Tidak, saya hanya sedang berpuasa,”

“Ouw..Ramadhan?” ia bertanya dan saya mengangguk.

“Perjalanan masih lama, begitu juga waktu untuk nanti selesai puasa. Jika anda butuh sesuatu akan saya siapkan segera,” tawarnya.

“Tidak apa, terima kasih banyak. Anda baik sekali,” tutup saya lalu kembali meneruskan tidur.

Entah karena rajinnya sahabat pramugara saya itu, setiap saya beberapa kali terjaga dan membuka mata ditengah tidur selalu kebetulan ia melintas dan melihat saya terbangun. Dengan gerakan cepat ia menghampiri dan bertanya,

“Still Fasting, sir?” ia tersenyum tetapi dengan wajah yang agak keheranan.

“I am Oke,” jawab saya yang beberapa yang  terpergok sedang terjaga oleh dirinya. Rasa lapar tak menghampiri, hanya sedikit rasa haus yang masih bisa ditangani.

Setelah delapan jam perjalanan pesawat mendarat di singapura untuk keperluan transit dan saya pergunakan untuk menunaikan shalat djuhur dan Ashar  di kursi pesawat yang mulai kosong ditinggalkan oleh penumpang yang sampai di tujuannya, Singapura. Beberapa menit kemudian setelah menunggu, penumpang-penumpang baru tujuan Jakarta memasuki pesawat dengan bawaan mereka masing-masing. Awak kabin yang sama menyampaikan layanan khas mereka kepada seluruh penumpang sampai pesawat kembali mengudara.

Awak kabin kembali menawarkan makanan yang tersedia dan disambut penumpang dengan sukacita. Saya tetap menggelengkan kepala ketika pramugara yang melayani sejak  berangkat kembali menawarkan makan sore.

“Anda tak merasa tersiksa merasakan lapar seperti ini, sir? tanya pramugara yang rupanya tak henti membujuk saya untuk makan.

“Mengapa tersiksa. Saya lebih tersiksa melihat anda yang melayani penumpang sejak kita berangkat di Airport asal. Tidak henti anda melayani penumpang, membantu menaikkan bagasi-bagasi berat keatas luggage box, melayani mereka makan, mengawasi kami ketika tidur, menghampiri penumpang saat tombol merah berbunyi, belum lagi anda bolak-balik memastikan toilet bisa berfungsi dan terjaga kebersihannya,”

“Tapi memang ini tugas saya lagipula saya tetap makan dan minum untuk melaksanakan itu semua,”

“Ini juga tugas saya, tugas dari Tuhan tanpa perwakilan. Beliau langsung yang meminta saya berpuasa..jika mampu..sekali lagi jika saya kuat. He is my Real Boss, saya harus patuh padanya!”

“Anda luar biasa, beberapa penumpang lain ada yang berpuasa tetapi mereka baru saja naik dari singapura, tidak seperti anda yang berpuasa sejak awal kita terbang bersama !” cetusnya.

“Tidak, mereka juga memulai puasa pada jam yang sama. Yang luar biasa adalah yang menciptakan saya dan anda. Dia tahu bahwa saya kuat untuk itu saya perintah itu ada. Sebetulnya dalam perjalanan ini saya dibolehkan untuk tidak berpuasa tapi saya tak punya alasan untuk tidak melakukannya. Lihat ini sudah hamper sebelas jam saya berpuasa dan tidak terjadi apa-apa pada saya,” lanjut saya lagi.

“Ya, anda malah kelihatan lebih segar dari saya,” seru dia sambil tersenyum.

Ia menggelengkan kepala lalu kembali melayani penumpang dengan sepenuh hati sampai Pilot mengumumkan berita pendaratan kepada seluruh penumpang. Ketika pesawat stabil terkoneksi di garbarata, pramugara favorit saya itu menghampiri dan membisikkan sesuatu takut terdengar oleh penumpang lain.

“Tetap disini dulu, saya siapkan sesuatu untuk anda!” bisiknya. Tak lama ia membawa satu tas putih besar yang isinya tak tahu entah apa.

“Ini tidak membahayakan saya kan sewaktu nanti lewat di custom gate?”

“Ooh..No..no..no..ini hanya untuk memastikan anda pulang dan tiba dirumah dengan selamat. Andai saja saya boleh memberikan property yang ada di pesawat ini untuk kenang-kenangan anda akan saya beri tapi semua itu milik perusahaan,” jawab dia sambil tertawa.

Saya bergerak paling akhir disambut salam para awak kabin yang lain. Satu orang awak kabin membantu menurunkan tas dan memaksa membawakan tas itu hingga pintu keluar pesawat meskipun saya menolaknya.

“Selamat sampai tiba di tujuan ya Mr Samson!” seru satu diantara mereka. Saya tertawa menyambut panggilan itu.

“Oh ya..semoga kita ketemu lagi ya. Saya kembali kepada Delilah dulu ya!” tawa pecah dari mereka.

Buat mereka puasa dalam kabin terttutup selama hampir sebelas jam adalah membutuhkan fisik yang luar biasa padahal Allah SWT mengeluarkan perintah hanya kepada Orang-orang yang beriman saja bukan sekedar orang Islam. Orang beriman itu tak ubahnya seperti orang-orang yang sudah terlatih seperti awak kabin pesawat yang mampu dan terlatih melayani penumpang sekian belas jam dengan segala beban yang harus dijalankan.

Tas putih itu saya buka sebelum memasuki gerbang pemeriksaan dan saya temui dua porsi makanan dalam kotak yang rapi, dua liter botol utuh juice jeruk dan juice apel, beberapa kerat kue penutup makan dan satu kotak kecil berisi pulpen ekslusif dengan tulisan didalamnya.

“ENJOY YOUR BREAKFAST Mr SAMSON. SEE YOU ON OUR NEXT FLIGHT”

Doa saya menjelang maghrib sore itu. Semoga orang-orang baik itu tetap selamat selama bekerja dan mencicipi hidayah Allah SWT suatu saat kelak. 

-From The desk of Aryadi Noersaid-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun