Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agama dalam Sepiring Baby Kailan dan Mesin Kasir

18 Juni 2016   00:28 Diperbarui: 18 Juni 2016   00:45 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 - CATATAN TEPI-

Malam kemarin di satu rumah makan di wilayah radio dalam, saya memesan makanan dan menyantapnya disana untuk berbuka puasa karena macetnya jalan raya.

Setelah selesai makan dan berdiri dihadapan kasir untuk membayar, saya disodori print out jumlah tagihan yang harus dibayar yaitu sebesar Seratus tiga ribu rupiah.

Satu lembar uang seratus ribu ditambah satu lembar uang sepuluh ribuan saya sodorkan kepada kasir, artinya saya akan mendapatkan uang kembalian tujuh ribu rupiah. Saya menunggu reaksi kasir dan tepat dugaan saya, ia menyodorkan kembali satu lembar uang sepuluh ribu rupiah kepada saya dan meminta agar saya membayar dengan besaran uang yang ia inginkan.

"Uang pas saja pak, tiga ribu rupiah!"

Saya tersenyum memandanginya dan tidak bereaksi menyambut sodoran uang sepuluh ribu rupiah. Lama saya tatap sampai ia kemudian menarik kembali uang sepuluh ribu rupiah itu lalu meletakannya kedalam ruang-ruang laci mesin kasir yang disusun berdampingan kemudian menyodorkan uang tujuh ribu rupiah kepada saya. Artinya ia punya uang sebesar itu tetapi enggan memberikannya kepada saya dengan alasannya sendiri

Perintah kasir ini sepertinya memang merupakan prosedure standard dalam menerima pembayaran konsumen-konsumen mereka di negeri ini. Konsumen selalu diperintah membayar dengan jumlah uang yang tidak merepotkan sang kasir. Dalam riset kecil-kecilan sebelumnya yang saya pernah lakukan ditempat berbeda, dari lima kali saya membayarkan uang yang membutuhkan kembalian, empat kasir meminta saya membayar dengan uang pas hanya satu yang memberikan kembalian tanpa bertanya.

"Bayar uang pas saja pak!", "Uang kecil saja pak!" itu perintah standard mereka kepada kita.

Bagi saya menghadapi sikap para kasir seperti itu adalah dengan tindakan awal yaitu memperkecil selisih dari uang yang kita serahkan apabila memang tak punya uang pas. Tetapi jika hal itu sudah dilakukan seperti yang saya lakukan di Radio dalam kemarin namun masih tak berhasil maka dua sikap yang saya lakukan setelahnya adalah diam dan menggeleng atau memilih tidak jadi membeli jika itu berkaitan dengan produk yang bisa kita batalkan. Biasanya cara ini ampuh dan mereka mengembalikan uang yang disodorkan dengan segera.

Saya pernah bertanya pada Professor Carlos dari filipina saat suatu kali mengikuti kursus tentang kemampuan penanganan konsumen yang diselenggarakan bank dunia di Bali. Profesor itu memberikan jawaban yang kemudian saya praktekan ketika menunggu toko pakaian saya sendiri dan melayani di beberapa stand bazzar yang saya ikuti bersama istri dalam menghadapi konsumen yang membayar dengan uang besar. Biasanya kami menyiapkan uang kecil sebelum toko atau stand dibuka tetapi bila memang sudah kehabisan karena penjualan yang ramai tak terduga maka Professor Carlos menyarankan untuk memberi pernyataan semacam ini:

"Maaf pak/bu, sebentar ya kembaliannya kami cari dulu, mungkin akan harus menunggu, mohon sabar ya kami segera carikan kembaliannya!".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun