Mohon tunggu...
Ary Adianto
Ary Adianto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Great Communicators

Let's talk about economics, history and geography.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Negara Miskin Bernama Indonesia

7 April 2021   14:14 Diperbarui: 7 April 2021   16:00 1063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tingkat kemiskinan perdesaan pada Maret 2019 sebesar 12,85 persen (15,15 juta orang), berbanding terbalik dengan tingkat kemiskinan perkotaan yang hanya 6,69 persen (9,99 juta orang). (Source : BPS)

Kemiskinan di Pulau Jawa banyak terkait pada sektor pertanian. Banyak orang tidak bisa mendapatkan pekerjaan setelah musim panen. Pada tahun 2019, tingkat pengangguran pasca panen mencapai 15,4 persen, lebih tinggi dibandingkan saat musim panen 13,7 persen. Kurangnya keterampilan dan pendidikan membuat mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan lain di luar pertanian.

Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, melakukan penelitian lapangan di Kabupaten Serang dan Pandeglang di Banten dan Yogyakarta, serta Kabupaten Gunung Kidul di Yogyakarta, dari tahun 2015 hingga 2017 untuk mengidentifikasi faktor non-ekonomi penyebab kemiskinan.

LIPI memilih kedua provinsi ini karena tingkat kemiskinannya yang tinggi dan nilai budaya yang kuat dari masyarakatnya. Kami memberikan kuesioner kepada 1.198 peserta sasaran dan melakukan wawancara mendalam dengan 20 rumah tangga. Penelitian kami menemukan bahwa sikap fatalistik orang-orang telah mencegah mereka keluar dari kemiskinan. Sebagian besar responden kami percaya bahwa menjadi miskin adalah takdir Tuhan, dan tidak ada yang dapat mereka lakukan.

Bantuan sosial yang tidak menyelesaikan masalah kemiskinan di Indonesia dalam jangka panjang, (Source : www.voa-islam.com/)
Bantuan sosial yang tidak menyelesaikan masalah kemiskinan di Indonesia dalam jangka panjang, (Source : www.voa-islam.com/)
Sikap ini diyakini berasal dari filosofi penerimaan orang Jawa yang disebut "nrimo". Kami juga menemukan sikap ini telah menyebabkan penyangkalan diri. Percaya bahwa berada dalam kemiskinan adalah pemberian Tuhan, sebagian besar responden kami menyatakan bahwa mereka tidak benar-benar miskin karena mereka selalu menemukan pertolongan Tuhan melalui bantuan sosial dan dukungan keluarga. Penyangkalan diri ini menimbulkan masalah bagi upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan di daerah karena sulitnya mengidentifikasi masyarakat miskin yang tidak mau mengaku miskin.

Sebaran Penduduk Miskin di Indonesia 2019. (Source: databoks.katadata.co.id/)
Sebaran Penduduk Miskin di Indonesia 2019. (Source: databoks.katadata.co.id/)
Masalah Multidimensi pada kasus kemiskinan ini menunjukkan kemiskinan merupakan masalah kompleks, dan akar penyebab kemiskinan di setiap daerah berbeda-beda. Temuan tersebut menjelaskan mengapa program pengentasan kemiskinan pemerintah gagal di beberapa provinsi. Pendekatan satu ukuran untuk semua pemerintah terhadap kemiskinan dengan mendistribusikan uang tunai dan beras kepada orang miskin tidak dapat menyelesaikan masalah kemiskinan di beberapa daerah.

Penting untuk dipahami bahwa setiap provinsi mungkin menghadapi masalah kemiskinan yang berbeda karena setiap daerah memiliki masalah kemiskinan yang berbeda-beda. Masalah tersebut antara lain kurangnya akses ke layanan publik dan sumber daya alam yang langka. Penelitian LIPI menyarankan pemerintah mengadopsi pendekatan sosial dan budaya untuk memahami keseluruhan masalah kemiskinan di suatu wilayah.

Memahami kemiskinan harus dimulai dengan mengidentifikasi hubungan antara manusia dan lingkungan sosialnya. Distribusi bantuan sosial mungkin tidak cukup untuk mengurangi kemiskinan di provinsi-provinsi di mana kemiskinan merupakan masalah budaya. Sebaliknya, pemerintah daerah dapat membuat program untuk melatih dan memberdayakan masyarakat pedesaan. Pemerintah juga harus mengakui aset lokal sebagai solusi untuk kemiskinan. Misalnya, daerah pedesaan bisa fokus pada program-program yang mengolah tanahnya agar lebih berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun