Angka PHK yang tinggi akan menyeret tingkat pengeluaran, bagian terbesar dari roda penarik ekonomi AS. Konsumsi masyarakat berkontribusi sebesar 70 persen dari total pertumbuhan ekonomi AS.
Pandemi virus corona (Covid-19) terjadi sangat cepat di seluruh dunia. Kondisi ini disebut membuat kepanikan di pasar keuangan global. Demikian disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, dalam rapat virtual dengan Komisi XI DPR.
Dalam rapat tersebut, Perry memaparkan bagaimana dahsyatnya dampak dari penyebaran virus corona terhadap ekonomi global, termasuk juga Indonesia. Resesi ekonomi dunia sudah di depan mata,
"Pandemi Covid-19 merebak sangat cepat di seluruh dunia, menyebabkan ketidakpastian di pasar keuangan dunia dan resesi ekonomi dunia pada 2020 ini. Penyebaran sangat cepat terjadi di Spanyol, AS, Italia, Jerman, dan Perancis dengan jumlah kasus yang telah jauh lebih besar daripada di Tiongkok," kata Perry, Senin (6/4/2020).
Soal dampak ekonomi, Perry menceritakan, Covid-19 membuat aktivitas ekonomi lumpuh, akhirnya pengangguran meningkat, dan daya beli masyarakat turun drastis.
"Meskipun otoritas di hampir seluruh negara mengeluarkan stimulus fiskal dan bank-bank sentral melakukan penurunan suku bunga dan injeksi likuiditas dalam jumlah besar, tetap saja resesi ekonomi dunia tidak dapat dihindari," papar Perry.
Soal resesi dunia, Perry menceritakan, lembaga moneter internasional (IMF) sudah memperingatkan kondisi tersebut akan terjadi. Resesi akan sangat berat dan memukul ekonomi negara-negara maju, termasuk Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Inggris. Negara emerging market seperti Rusia, Brasil, Meksiko, dan Singapura juga akan menghadapi resesi.
Kepanikan yang melanda investor keuangan global membuat dana-dana asing dari sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Perry mengisahkan, ketidakpastian di pasar keuangan global sangat tinggi, seperti tercermin dari melonjaknya indikator VIX dari 18,8 menjadi 82,7 sebelum turun ke 50,9 setelah stimulus fiskal lebih dari US$ 2 triliun oleh pemerintah AS, serta penurunan suku bunga sebesar 100 bps dan injeksi likuiditas yang besar oleh the Fed.
"Akibatnya, para investor global melepas aset-aset investasinya dari seluruh dunia termasuk dari Indonesia, apakah obligasi, saham ataupun emas, dan menukarkannya ke simpanan tunai dalam mata uang dolar AS. Harga saham dunia anjlok, yield obligasi meningkat, dan harga emas juga sempat turun, sementara mata uang dolar AS semakin menguat dan nilai tukar berbagai mata uang negara lain melemah," tuturnya.
Sementara kondisi anjloknya harga minyak dunia makin memperburuk kondisi pasar keuangan global.