Â
Normanya adalah tidak menggunakan kekerasan, yaitu penggunaan kekerasan dilarang untuk merebut wilayah. Larangan ini telah diberlakukan sejak Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945 dan ditegaskan melalui Deklarasi Prinsip-prinsip Hukum Internasional tentang Hubungan Persahabatan dan Kerjasama antar Negara sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa ("Deklarasi Hubungan Persahabatan")
Â
Kemudian, norma-norma tersebut diimplementasikan melalui berbagai Resolusi PBB, dan perjanjian internasional seperti Perjanjian Oslo tahun 1993, di mana Israel mengakui otoritas Palestina atas Jalur Gaza dan Tepi Barat. Berdasarkan norma-norma tersebut, maka pendudukan Israel di wilayah Palestina sejak awal hingga saat ini merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan pengingkaran terhadap hak menentukan nasib sendiri rakyat Palestina di Wilayah Pendudukan Palestina. Israel dalam konteks ini adalah kekuatan pendudukan. Status pelanggaran hukum tersebut antara lain tercermin pada:
Â
Keputusan ICJ dalam Advisory Opinion on the Legal Consequences of Construction of a Wall in the Occupied Palestine Territories (2004) ("Advisory Opinion on the Wall") menyatakan bahwa Israel telah melanggar hak warga Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan telah melakukan tindakan yang melanggar hukum. fakta. aneksasi (aneksasi) melalui pembangunan tembok di Wilayah Pendudukan Palestina (hal. 52, paragraf 121-122).
Â
Resolusi Majelis Umum PBB Nomor A/RES/67/19 (2012) menegaskan hak untuk menentukan nasib sendiri sehubungan dengan wilayah Palestina yang diduduki sejak tahun 1967.
Â
Pra-Peradilan Kamar I Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) tentang Situasi di Negara Palestina (2021) merujuk pada Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak tahun 1967 (hal. 60).
Â