Mohon tunggu...
arya bima
arya bima Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hobi Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyelesaian Sengketa Perdata tentang Tanah melalui Penyelesaian Alternatif

9 Januari 2024   10:28 Diperbarui: 9 Januari 2024   10:49 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Aris Setyo Nugroho menyebutkan bahwa dalam teori hukum perjanjian modern menjelaskan penerapan asas itikad baik tidaklah dapat baru dilaksanakan pada saat pelaksanaan isi perjanjian, akan tetapi mengedepankan pelaksanaan asas itikad baik sudah dilaksanakan pada saat dimulainya perundingan antara para pihak (Nugroho, 2014). Seperti yang tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) UU APS, bahwa "sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri". Dalam ketentuan tersebut sangat jelas menitikberatkan penyelesaian sengketa harus dilandasi adanya itikad baik dari para pihak.

            Menurut pandangan penulis, menerapkan asas itikad baik dalam alternatif penyelesaian sengketa perdata tentang tanah tidak hanya pada saat pelaksanaan kesepakatan saja, akan tetapi itikad baik tersebut seharusnya sudah tercermin pada saat adanya niat (pra penyelesaian sengketa) dari para pihak untuk menyelesaikan sengketa perdata tentang tananhnya dengan cara alternatif penyelesaian sengketa. Kemudian asas ini juga wajib diterapkan pada saat perundingan untuk mencari jalan keluar (hasil solusi) mengenai sengketa tanah oleh para pihak. Tanpa adanya itikad baik dari para pihak, maka hasil solusi yang diharapkan oleh para pihak ketika memilih jalur penyelesaian melalui alternatif  penyelesaian sengketa tidak akan pernah tercapai.Begitu juga mengenai pelaksanaan dari hasil penyelesaian sengketa yang bersifat final dan mengikat serta untuk dilaksanakan dengan itikad baik seperti yang diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (7) UU APS.

            Dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPer disebutkan bahwa salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan keduabelah pihak(consensus). Kesepakatan antara para pihak merupakan hal yang sangat krusial dalam perjanjian yang sangat menentukan lahir dan berlakunya suatu perjanjian. Dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak, maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi suatu titik temu kepentingan-kepentingan dari para pihak. Disamping itikad baik, alternatif penyelesaian sengketa juga sangat bergantung pada tercapainya kesepakatan dari para pihak yang kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis, seperti yang tertuang dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU APS. Tanpa adanya kata sepakat dari kedua belah pihak maka perjanjian menjadi tidak sah atau mempunyai konsekuensi hukum dapat dibatalkan.

            Kesepakatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah, kata sepakat dari kedua belah pihak yang terbebas dari adanya unsur penipuan dan daya paksa dari pihak lain. Sehingga kata sepakat tersebut murni dari nurani para pihak setelah adanya bargaining process berupa tawar menawar yang dilandasi dengan itikad baik tentunya. Dalam rangka penyelesaian sengketa perdata tentang tanah, apabila para pihak memilih alternatif penyelesaian sengketa sebagai jalur yang ditempuh, maka para pihak harus menyepakatinya terlebih dahulu secara bersama sama. Sekaligus juga bahwa tercapainya suatu kesepakatan antara para pihak merupakan bagian awal dan akhir dari suatu proses negosiasi, mediasi maupun konsiliasi dalam penyelesaian sengketa perdata tentang tanah dan kesepakatan tersebut akan menjadi undang-undang bagi para pihak sesuai dengan asas pacta sunt servanda yang akan dituangkan dalam bentuk tertulis.

            Asas pacta sunt servanda adalah asas yang paling mendasar dalam konteks pembuatan dan pelaksanaan suatu perjanjian yang berlaku secara universal. Asas ini mengikat para pihak pasca tercapainya suatu kesepakatan yang mengikat para pihak yang membuat kesepakatan tersebut (asas personalitas) dan akan mempunyai sanksi tertentu akibat tidak ditaati dan dilaksanakannya isi dari kesepakatan tersebut. Menurut Purwanto, asas pacta sunt servanda terkait dengan kontrak atau perjanjian yang disepakati oleh antar individu dan asas ini mengandung makna bahwa perjanjian yang didasarkan atas kesepakatan yang sempurna menjadi undang-undang bagi para pihak yang menyepakatinya dan apabila terjadi pengingkaran terhadap isi (kewajibankewajiban oleh para pihak) dari perjanjian tersebut, maka pengingkaran tersebut merupakan suatu perbuatan wanprestasi (Purwanto, 2009).

            Oleh karena itu, pelaksanaan dari asas ini tidak dapat dilepaskan dari asas lainnya, yaitu asas itikad baik. Dalam konteks penyelesaian sengketa perdata tentang tanah, maka ketika para pihak telah bersepakat menyelesaikan sengketa mereka melalui negosiasi maupun mediasi para pihak mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kesepakatan tersebut. Kemudian pasca negosiasi maupun mediasi, tentu juga terdapat kesepakatan-kesepakatan yang oleh para pihak disepakati untuk menyelesaikan sengketa tanah mereka secara damai, maka isi dari kesepakatan perdamaian dengan syarat-syaratnya juga menjadi undang-undang bagi para pihak yang wajib untuk ditaati dan dilaksanakan.

C.  Simpulan

Berdasarkan uraian di atas mengenai peluang penyelesaian sengketa perdata tentang tanah melalui alternative dispute resolution dengan asas-asas perjanjian di dalamnya, penulis dapat menarik suatu kesimpulan, adalah  ;

  • Bahwa penyelesaian sengketa perdata tentang tanah selain dapat diselesaikan melalui persidangan di pengadilan (litigation), ternyata penyelesaian sengketa tersebut mempunyai peluang untuk dapat diselesaikan melalui jalur di luar pengadilan (out of court dispute settlement). Adapun yang mendasari peluang tersebut, karena sengketa tanah mengenai hak penguasaan atas tanah tergolong ke dalam sengketa perdata dan secara normatif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman memberikan peluang untuk itu, yaitu dengan cara negosiasi, mediasi dan konsiliasi.
  • Dalam rangka penyelesaian sengketa perdata tentang tanah diselesaikan melalui alternative dispute resolution, maka penyelesaiannya tidak dapat mengabaikan asas-asas hukum yang berlaku mengenai perjanjian, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas itikad baik, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda dan asas personalitas. Asasasas hukum perjanjian tersebut menjadi prinsip dasar dan wajib diimplementasi kan di dalam setiap kesepakatankesepakatan yang dibuat oleh para pihak dalam penyelesaian sengketa pe rda t a t ent ang t anah me l a lui alternative dispute resolution, baik pada tahap awal (pra-penyelesaian) sampai pada tahap akhir (pasca penyelesaian) termasuk pada saat pelaksanaan kesepakatan tersebut

 

 

DASTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun