Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hari Ketiga

17 Juli 2023   19:48 Diperbarui: 17 Juli 2023   20:01 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Barka duduk sendirian. Sudah lima menit dia menunggu. Dalam penantian, dia coba-coba mengingat banyak hal. Misalnya, di lokasi dia duduk. 

Sebuah kursi kayu. Wujudnya seperti kursi taman iron cast, atau itulah yang dia ketahui dari Google. Hanya, yang satu ini tidak dilapisi dengan unsur logam. Kursi ini berada di depan Koperasi Sekolah. Tempat ini adalah kantin kedua. Biasanya menjual berbagai ATK, juga makanan ringan, dan roti yang cukup untuk membuat perut kenyang hingga pulang sekolah. Bagi Barka, tempat kecil ini menimbulkan banyak ingatan. Berawal dari rasa lapar, dan sifat malas untuk pergi ke kantin utama. 

Pilihan yang diingat hanyalah Koperasi Sekolah. Seperti halnya percobaan pertama, rasa ragu muncul. Biasanya makan lontong atau mie rebus, apakah cukup dengan roti saja? Tapi, urusan perut sulit untuk dinego jika sudah terlalu keroncongan. Bersegeralah Barka pergi ke Koperasi Sekolah.

Masih teringat olehnya ketika Bu Vivi duduk sambil membaca buku di Koperasi Sekolah. Guru yang pada akhirnya menjadi salah satu teman diskusinya di sekolah. Pertemuan pertama mereka tidaklah spesial. Barka buru-buru mengambil roti meses seharga dua ribu, dan air minum empat gelas plastik seharga dua ribu juga. Kala Barka mengenang kejadian itu, lucu juga rasanya, kalau urusan yang dilakukan secara terburu-buru itu justru menjadi awal dari ketenaran tentang dirinya dan Koperasi Sekolah. 

Kemudian, dirinya memandang ke arah kanan. Benar, itu koridor menuju Mushola Sekolah. Sayang sekali, dirinya tidak sempat bersujud di dalamnya ketika dirinya menjalani MOS dulu. Akibat mengingat hal itu, dirinya mengingat sebuah Mushola kecil yang tersembunyi dan berada di seberang jalan. Dulu, dirinya merasa janggal ketika hendak bersujud di sana. Musholanya sepi. Lebih kacau lagi sebab tidak ada air di sana. Sebagai langkah terakhir, dirinya dan kelak teman-temannya mengambil wudhu di kolam yang berada di samping Mushola. 

Barusan dia ingat! Mushola sepi itu tidak sepenuhnya ditinggalkan. Ada seorang nenek yang baru selesai shalat keluar dan menyapa mereka. Jadi, bisa dikatakan bahwa mereka adalah generasi muda yang kembali bersujud di dalam Mushola itu. Setelah kejadian itu, tidak sering dia ke sana kembali. Tapi, dirinya sesekali bersujud ke sana sekedar untuk mencari nuansa tenang dan asri. Hal yang aneh lagi, Barka seperti kehilangan rasa takutnya kepada hantu ketika berada di sekitar Mushola. Aneh, padahal dirinya sangat takut dengan makhluk halus itu. 

Suara ribut dan riuh anak-anak baru telah menggelegar sejak sejam yang lalu. Ini adalah hari ketiga MOS untuk tahun ini. Suatu ingatan lain muncul. Barka mengenang kisahnya di hari ketiga MOS pada masanya. Tidak jauh berbeda, pikirnya, dibandingkan kehebohan dan antusiasme anak-anak baru di tahun ini. Tapi, momentum yang paling Barka ingat adalah ketika pengumuman King, Queen, Prince, dan Princess akan dilaksanakan. Awalnya, Barka tidak terlalu ngeh. 

Namun, ketika melihat selempang dan mahkota ala-ala di atas nampan, dirinya langsung bergelora. "Wah, tentulah akan sangat keren jika menang salah satunya saja, lalu berdiri di depan sebagai orang penting", pikirnya kala itu. Mengenang pikiran itu saja membuat Barka hampir tertawa terbahak-bahak di atas kursi kayu ini. Kalau bukan karena takut akan menjadi memalukan, dirinya sudah pasti akan melakukannya. 

Setelah banyak acara hiburan, dimulai dari bernyanyi, pidato, dan penampilan yel-yel. Dimulai dari para siswa baru, siswa lama, guru-guru, bahkan penjaga sekolah. Setelah matahari semakin tinggi, akhirnya momen yang dinanti-nanti tiba. Guru matematika, yang sampai saat ini membuat Barka penasaran dengan metode pengajarannya, naik ke atas podium dan berusaha menenangkan massa. Di tangan guru tersebut, telah tertulis nama-nama orang yang akan menjadi King, Queen, Prince, dan Princess.

Saat itu, Barka malah ikut merasa deg-degan. Seperti dirinya begitu yakin akan menjadi salah satu dari empat gelar itu. Penyebutan pemegang gelar dimulai satu-per-satu. Dimulai dari Princess, pastilah untuk cewek, dan Barka tidak peduli. Lalu, pengumuman Prince. Barka hampir terkena serangan panik. Ketika diumumkan, ternyata bukan dirinya! Gila, Barka bahkan merasa bahwa dirinya sang Raja yang akan dimahkotai. Lanjut ke pengumuman Queen, dan orangnya tidak dikenal oleh Barka. Tapi, Barka yakin kalau dirinya memahami apa yang dirasakan gadis itu. Menjadi yang terbaik dan digelari Queen. Pastilah luar biasa.

Tibalah saatnya agar sang Raja diumumkan. Kalau Barka tidak berusaha terlihat tenang, dirinya begitu ingin memegang dadanya erat-erat. Aduh, mudah-mudahan keringatnya tidak jebol terlalu banyak. Bisa memalukan nanti kalau dilihat banyak orang di atas podium. 

Setelah diumumkan, ah, ternyata rizki belum memilih Barka. King adalah orang lain. Yang disambut riang gembira dan tepuk tangan paling meriah. Sementara, Barka menjadi terasing, dan memang biasanya begitu. Sedih sendiri. Termenung sendiri. Ah, Barka pada masa kini mulai menyadari sesuatu. Andai waktu itu dia sudah pandai menertawakan keadaan. Tidak mungkin dia bakal memasang waja mewek. Sekali lagi, dia beruntung karena hanya masih menjadi pemain pinggiran biasa. 

Duduk selama dua puluh menit di kursi itu telah menjadi sebuah tur memori yang menenangkan bagi Barka. Dia menyandarkan punggungnya ke sandaran. Kepalanya menatap ke langit-langit. Dengan cepat, dia narik nafas dalam. 

Kemudian, dia melepaskannya perlahan-lahan. "Sudah banyak hal yang dilalui. Bahkan, ini belum berakhir", pikirnya. Benar, dia harus memikirkan sisa 362 hari di sekolah ini. Dirinya, dan teman-teman seangkatannya, akan menghadapi sebuah ujian penultimate. Sementara, dia pikir kalau teman-temannya masih banyak tertawa. Dia pikir, dirinya yang telah banyak belajar saja belum sepenuhnya bisa menyelesaikan soal-soal tahun sebelumnya. Bahkan, menyelesaikan sepuluh soal pertama masih menjadi persoalan yang mematikan. 

"Ketos, ngapain di sana? Ayo, semua telah selesai". 

Ferika mendekat ke arah Barka. Meski merusak renungan Barka, tapi kedatangan Sekretarisnya itu membuat hati Barka lega. Berarti, semua persiapan telah selesai. Padahal, dirinya sempat misuh beberapa menit yang lalu. Dia menilai, persiapan mereka masih jauh dari standar. Tapi, Ferika memberikan keyakinan kepadanya, "Percayalah sama anggota-anggotamu. Duduklah di suatu tempat. Akan aku jemput nanti". 

Barka beranjak dari kursinya. "Jadi, King, Queen, Prince, dan Princess tahun ini sudah ketahuan siapa orangnya?" 

Ferika hanya tersenyum. "Ayolah. Yang lain sudah menunggu".

Momen ini kembali datang, mungkin itulah kalimat yang terngiang-ngiang di dalam alam pikiran Barka saat ini. Ketika dia mengingat perasaan memalukannya, dirinya hanya penasaran, siapakah bocah malang yang segera merasakan hal yang sama dengannya? Dirinya berpikir, apakah itu terlalu kejam? Sejenak kemudian, dia merasa bahwa hal itu bukanlah suatu kekejaman. Malahan, dia yakin bahwa setiap tahun, sampai kapanpun, bocah-bocah yang runtuh jiwanya karena gagal jadi King atau Queen akan selalu ada. "Hahaha", ketawa kecil Barka yang sempat mengganggu Ferika. 

"Inilah momennya. Kalian semua pasti akan mendapatkan perjalanan yang panjang; sama sepertiku. Ah, andai aku bisa mengatakan hal ini kepada mereka: Tenang, jangan bersedih. Mana tau, kalian juga akan mendapatkan kisah yang luar biasa nantinya". 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun