Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kelanjutan Drama Kebocoran Data, Apakah Rakyat Juga Lalai Menjaga Datanya?

8 September 2022   08:05 Diperbarui: 8 September 2022   08:11 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini sudah ditayangkan di website kecil-kecilan kami, Jurnal Harian

Drama kebocoran data 1.3 miliar pemilik SIM Card berlanjut. Sebagai pembuka, Menteri Johnny G. Plate menjelaskan, bahwa masyarakat perlu menjaga data-data pentingnya, seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), dengan baik agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 

Hal yang menarik, dari artikel referensi di Kompas, penulis artikel menuliskan kalimat opininya, bahwa pernyataan Menteri Johnny G. Plate tersebut menyiratkan bahwa dirinya menyalahkan rakyat atas kebocoran data 1.3 miliar tersebut. Benarkah demikian?

Secara keseharian saja, terutama yang sering berhubungan dengan dunia digital, praktik menyerahkan data-data pribadi ke pihak lain ini sudah lazim terjadi. Tidak perlu malu-malu mengakui. Contoh paling sederhana saja, seperti mengunduh film atau permainan jalur ilegal. 

Pihak penyedia berkas ilegal tersebut biasanya akan meminta akses ke alamat surel seseorang. Kalau namanya ingin mengunduh via jalur gelap, hal ini harus dilakukan dan biasanya akan dilakukan. 

Sehingga bagian dalam alamat surel kita bisa diakses dan dimodifikasi malahan oleh pihak penyedia berkas ilegal. Belum lagi pesan berantai agar mendapatkan kuota sekian GigaBytes di internet yang sering berseliweran. 

Baca juga: Akhirnya Deflasi!

Lucunya, terkadang yang menyebarkan pesan scam ini juga seorang mahasiswa yang notabenenya lebih mengetahui dunia internet dibandingkan generasi yang lebih tua. Bagi yang tergiur, terkadang mereka menyerahkan nomor pribadinya. Berharap mendapatkan kuota besar. Nyatanya zonk.

Beberapa kejadian menggelikan di dunia maya itu sepertinya sudah memberi sedikit gambaran. Masyarakat kita juga terkadang abai dengan keamanan datanya sendiri. Padahal, itu baru dilihat dari jalur unduhan ilegal atau pesan berantai pembawa virus atau scamming. 

Di beberapa akses platform resmi, kita juga menyerahkan nomor pribadi kita agar bisa mengakses layanan yang ada. Di beberapa platform, kita membutuhkan akses log in dengan menggunakan alamat surel untuk mendapatkan layanan yang lebih. 

Kompasiana juga salah satunya. Bisa dikatakan, di dunia maya, saling memberikan akses terhadap beberapa data pribadi menjadi hal yang lumrah. Hanya saja, seberapa amankah data yang kita serahkan ke penyedia layanan tersebut? Itulah pertanyaannya.

Ketika Indonesia heboh dengan isu PSE, kami juga mencari-cari informasi tentang nasib layanan Google di Indonesia. 

Alih-alih, kami juga mendapatkan informasi bahwa layanan Google berupa Chromebook dan Google Classroom sempat dilarang di salah satu kota di Denmark. Alasannya, bisa dikatakan sederhana, yaitu ketiadaan jaminan bahwa data siswa-siswa tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak lain. 

Sampai-sampai otoritas berwajib di Denmark sendiri memberikan waktu hingga satu bulan hingga seluruh Chromebook diganti di kota tersebut. Sedemikian seriusnya otoritas Denmark terhadap keamanan data. Padahal, yang dilarang itu keluaran dari raksasa teknologi. Tapi, mereka terkesan tidak bergeming dan tetap menjalankan kebijakannya.

Sementara kita di sini, belum ditemukan adanya visi yang jelas. Bahkan, ternyata kita juga belum memiliki undang-undang khusus tentang keamanan data pribadi kita. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi belum juga disahkan. 

Padahal, data-data yang tersimpan di banyak server itu adalah senjata di dunia dan era digital seperti saat sekarang ini. Belum lagi isu-isu yang cenderung konspiratif, seperti kamera laptop atau gawai kita yang juga bisa diaktivasi secara remote oleh pihak tertentu. Tentunya ini sangat mengkhawatirkan. 

Masalah kebocoran 1,3 miliar data itu, ada juga fakta yang menggelikan. Bahkan ada satu NIK yang terdaftar bagi 1368 SIM Card! Silakan baca sendiri artikelnya jika tidak percaya keabsurdan ini. Itu hanyalah contoh paling mencolok. 

Masih ada banyak NIK lain yang dikatakan terdaftar untuk puluhan atau ratusan nomor SIM Card berbeda. 

Jika sudah begini, bukankah yang memiliki NIK juga lalai dengan keamanan datanya sendiri? Atau, jangan-jangan yang memiliki NIK tidak menyadari bahwa NIK-nya telah didaftarkan demi kenikmatan layanan 1367 pengguna lainnya? Bagaimana cara menyelidikinya kalau begitu?

Begitulah sekelumit kisah tentang kebocoran data di Indonesia. Agaknya ini belum menjadi yang terakhir. Entah berapa banyak lagi, dan jenis data apa lagi yang akan bocor di masa yang akan datang.

Ditulis di Pekanbaru pada 5 September 2022

Referensi:

https://tekno.kompas.com/read/2022/09/05/15300037/pengamat--masyarakat-jangan-disalahkan-soal-kebocoran-data-1-3-miliar-nomor-hp?page=1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun