Alih-alih, kami juga mendapatkan informasi bahwa layanan Google berupa Chromebook dan Google Classroom sempat dilarang di salah satu kota di Denmark. Alasannya, bisa dikatakan sederhana, yaitu ketiadaan jaminan bahwa data siswa-siswa tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak lain.Â
Sampai-sampai otoritas berwajib di Denmark sendiri memberikan waktu hingga satu bulan hingga seluruh Chromebook diganti di kota tersebut. Sedemikian seriusnya otoritas Denmark terhadap keamanan data. Padahal, yang dilarang itu keluaran dari raksasa teknologi. Tapi, mereka terkesan tidak bergeming dan tetap menjalankan kebijakannya.
Sementara kita di sini, belum ditemukan adanya visi yang jelas. Bahkan, ternyata kita juga belum memiliki undang-undang khusus tentang keamanan data pribadi kita. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi belum juga disahkan.Â
Padahal, data-data yang tersimpan di banyak server itu adalah senjata di dunia dan era digital seperti saat sekarang ini. Belum lagi isu-isu yang cenderung konspiratif, seperti kamera laptop atau gawai kita yang juga bisa diaktivasi secara remote oleh pihak tertentu. Tentunya ini sangat mengkhawatirkan.Â
Masalah kebocoran 1,3 miliar data itu, ada juga fakta yang menggelikan. Bahkan ada satu NIK yang terdaftar bagi 1368 SIM Card! Silakan baca sendiri artikelnya jika tidak percaya keabsurdan ini. Itu hanyalah contoh paling mencolok.Â
Masih ada banyak NIK lain yang dikatakan terdaftar untuk puluhan atau ratusan nomor SIM Card berbeda.Â
Jika sudah begini, bukankah yang memiliki NIK juga lalai dengan keamanan datanya sendiri? Atau, jangan-jangan yang memiliki NIK tidak menyadari bahwa NIK-nya telah didaftarkan demi kenikmatan layanan 1367 pengguna lainnya? Bagaimana cara menyelidikinya kalau begitu?
Begitulah sekelumit kisah tentang kebocoran data di Indonesia. Agaknya ini belum menjadi yang terakhir. Entah berapa banyak lagi, dan jenis data apa lagi yang akan bocor di masa yang akan datang.
Ditulis di Pekanbaru pada 5 September 2022
Referensi: