--------------------------------------------------------------------------------------------------------
      "Cantika, sedang kamu di sana nak? Hari sudah mulai mendung. Seharusnya kamu menutup jendela itu dan segera tidur, sayang!?" Seorang wanita terlihat memasuki sebuah kamar kecil. Pakaiannya begitu rapi, semacam ruffle atau gaun bertumpuk. Wajahnya juga lebih cerah, berkulit kuning dengan mata coklat yang begitu anggun. Rambutnya dibiarkan tergerai; begitu lurus dan warnanya sedikit kecoklatan di bagian ujung. Gaya berjalannya pun juga seperti para diva.
      "Iya, Bu. Aku hanya berpikir, apa yang sedang dilakukan Arka di luar sana?"
      Anak gadis ini juga tidak jauh menarik. Dia memang tidak menggunakan gaun bertumpuk, akan tetapi cukup dengan baju tidur bewarna krem bermodel piyama. Kulitnya juga kuning, seperti ibunya. Hanya saja, mata anak ini tidak lah secoklat mata ibunya. Bahkan, bisa dibilang bahwa warna mata anak ini sama dengan warna sama orang pada umumnya. Rambutnya juga lurus, akan tetapi hitam pekat.
      "Arka?? Oh, yang membantu nenek Nyon itu ya? Kenapa? Apa kamu tertarik sama dia?" tanya ibu anak itu. Sebenarnya, cukup aneh menanyakan masalah itu kepada seorang gadis berusia 12 tahun. Tapi, boleh lah sekali-sekali. Lagipula, ibu dari anak ini juga sedikit penasaran dengan perubahan sikap gadis kecilnya di masa pubernya. Ups!!! Kenapa harus dibicarakan seperti itu, ya??
      "Ya, aku cukup tertarik dengan Arka."
      "Apa??" pikir ibu anak itu. Jawaban polos dan sederhana itu, bagaimanapun juga, membawa rasa aneh tersendiri. Tapi, definisi dari kata "tertarik" di sini, apa dulu ya?
      "Dia bekerja cukup keras di warung kecil itu. Meski dia masih muda dan memiliki kesempatan untuk mencari penghidupan lain, tapi dia menolak demi neneknya tercinta. Bukan kah itu suatu hal yang mengguncang hati?? Sangat jarang Cantika temui pria seperti Arka. Meski, bagaimanapun juga, Arka adalah seorang kere, akan tetapi, status itu tampaknya tidak menghalangi diri Cantika untuk mengagumi orang itu." Jelas Cantika panjang lebar.
      Selama menjelaskan, pipi Cantika menyirah perlahan-lahan. Tatapannya, yang sedari tadi mengamati rembulan yang sedang purnama, tadi menunduk cukup dalam, seakan-akan dia sedang mengamati bunga-bunga yang sedang mekar di kebun bunganya. Ibunya pun juga memerhatikan putrinya itu dengan seksama. Suasana tenang pada malam itu, seakan-akan menyatu dengan pengakuan Cantika yang begitu tulus dan murni.
      "Hmmm, dasar, anak Ibu. Masih jauh memikirkan hal-hal yang tidak bisa kamu pahami di masa sekarang. Biarlah beberapa kejadian di masa depan menjadi misteri. Setidaknya, kamu tidak akan menjalani kehidupan ini dengan rasa bosan karenanya."
      "Hmm, maksud Ibu, apa ya?" Cantika tidak ngeh. Wajar lah, usianya masih terlalu muda untuk itu.