"Kakek, kakek. Apa itu moo-Zahr??" tanya pangeran kodok yang lebih muda.
Kakek kodok hanya menghela nafas panjang.
"Entahlah. Tidak ada informasi pasti tentang mereka. Bahkan di era kita, tidak ada satu pun kodok yang mengaku pernah bertemu dengan bangsa itu. Akan tetapi, dari catatan kuno, moo-Zahr adalah suatu bangsa yang berwujud seperti belut tetapi lebih pendek dari itu. Memiliki sepasang tangan dan semacam mahkota selaput di kepala mereka. Hanya itu yang kita ketahui."
"Kakek, sebagai pengganti dari ayah, Raja Chazak ke-92, jika bangsa moo-Zahr memang ada, apakah mereka akan menjadi ancaman bagi kita?" tanya pangeran yang lebih tua.
Kakek kodok tidak langsung menjawab pertanyaan cucunya tersebut. Dia kemudian berenang ke arah salah satu "jendela". Ikan-ikan kecil terlihat berenang dengan gembira di luar. Bagaimanapun juga, kakek yang dahulunya Raja Chazak ke-91 itu telah menanggung banyak beban dan pengalaman hidup.
"Entahlah cucuku. Jangan kan moo-Zahr, bangsa bertaring tetap mengancam kita kapan pun. Lebih baik persiapkan dirimu untuk menghadapi ancaman yang lebih nyata daripada sekedar bangsa mitos."
"Baiklah. Terima kasih atas sarannya."
 -----------------------------------------------------------------------------------------------------
Di tepi sungai, dua ekor kodok sedang melompat-lompat dengan santai. Mereka mungkin dua orang prajurit garnisum yang sedang menjaga daerah perbatasan.
"Aku berharap musim hujan segera datang. Dan kemudian kita tidak perlu melompat-lompat lagi di atas bebatuan ini."
 "Ya, aku juga menantikannya."
Srrrtttt....
Suara mencurigakan terdengar tidak jauh dari mereka.
"Siapa!!?"
Dari belakang, sesuatu bergerak dengan cepat.
"Argggh!!!"
     Â