Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Inner Sanctum 1: Epilog

15 November 2018   05:00 Diperbarui: 15 November 2018   05:39 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Kota kecil itu, tidak ada namanya, telah berdiri semenjak 100 tahun yang lalu. Dari berbagai perkamen kuno, diketahui bahwa tempat itu tidak lebih dari sebuah pos terluar suatu kerajaan pada masa lalu. Karena terjadi perpindahan kekuasaan dan untuk memperkuat penjagaan perbatasan, pos terluar itu diperbaharui menjadi sebuah kota dengan sebuah kastil sebagai pusat administrasinya.

            Namun sayang, pengendalian atas kota tersebut telah beralih tangan ke suatu kerajaan yang lebih besar dan kuat, bahkan lebih kelam.

            "Buka gerbangnya!!!" teriak seorang prajurit yang tengah berjaga.

            Gerbang besar, yang kira-kira memiliki dimensi 200 meter kuadrat, terbuka dengan tenaga beberapa budak yang khusus bertugas untuk membuka gerbang, lengkap dengan seorang pamong dengan cambuknya yang begitu menakutkan. Para penduduk kota, yang awalnya bercengkrama dengan senangnya, sekarang lari ketakutan menuju rumah mereka masing-masing. Bahkan ada yang sampai kencing celana dan tidak bisa bergerak.

            Apa yang mereka takutkan? Tidak salah lagi. Para pasukan berkuda itu dalangnya!!!

            "Tuan Farez telah kembali!!!  Tuan Farez telah kembali!!!" teriak para penjaga.

            "Memalukan!!! Hanya sekumpulan kecil pasukan berkuda saja sudah begitu heboh," komentar seseorang dari balik kastil. Dia terlihat begitu perkasa dengan jubah merah maroon. "Itu hal yang wajar, Tuanku. Pasukan berkuda itu telah menyebarkan banyak teror atas namamu juga," jelas seorang penjaga yang lain. " 'Teror' ya? Aku rasa terma itu sedikit berlebihan."

            -----------------------------------------------------------------------------------------------------

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun