Visi besar pemerintahan Jokowi-JK untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dilatarbelakangi karena adanya pergeseran trend ekonomi dari barat ke Asia Timur. Dengan begitu, maka dapat dikatakan bahwa wilayah Asia Timur akan menjadi pusat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dunia. Adanya perubahan tersebut dikatakan Jokowi dapat menjadi peluang bagi Indonesia mengingat posisi geografisnya yang strategis. Dengan penegasan diri Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka Indonesia dapat mengembangkan kerjasama regional maupun internasional untuk kemakmuran masyarakat (dikutip dari http://www.thejakartapost.com/news/2014/11/14/presenting-maritime-doctrine.html).
Untuk mendukung visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka dibuat lima pilar yang menyokong visi tersebut, yaitu:
- Membangun kembali budaya maritim Indonesia.
- Mengembangkan sumber daya laut Indonesia.
- Pembangunan infrastruktur dan konektivitas antar pulau.
- Penggalakan dan peningkatan diplomasi maritim.
- Penguatan pertahanan maritim.
(dikutip dari http://www.rmol.co/read/2015/12/19/228772/Poros-Maritim-Jangan-Omdo-)
P3YC 2015, Usaha Pengenalan Dunia Maritim Pada Generasi Muda
PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berperan sebagai penyedia jasa operator terminal kepelabuhanan. Wilayah kerja dari Pelindo III sendiri berada 43 pelabuhan di tujuh provinsi di Indonesia meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan (dikutip dari https://www.pelindo.co.id/profil-perusahaan/tentang-kami/sekilas-pelindo-iii). Sebagai sebuah perusahaan, maka ada kewajiban bagi perusahaan tersebut dalam memberdayakan masyarakat. Salah satu bentuk kewajiban tersebut adalah mengenalkan kepada generasi muda tentang dunia kepelabuhanan.
Pelindo III Youth Camp (P3YC) 2015 merupakan kegiatan yang diadakan oleh Pelindo III untuk mengenalkan dunia maritim dan kepelabuhanan serta peranan Pelindo III ke generasi muda. Selain mengenalkan dunia maritim dan kepelabuhanan, kegiatan yang diadakan dua tahun sekali tersebut juga sebagai sarana melatih mahasiswa dalam mengembangkan jiwa kepemimpinan, team work, serta nilai-nilai pertemanan. Kegiatan ini diikuti oleh 52 mahasiswa terbaik dari universitas-universitas yang berada di enam provinsi, yaitu: Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. P3YC 2015 diadakan di Surabaya, 12 – 14 Desember 2015.
Kegiatan P3YC 2015 ini dapat dikatakan sebagai sebuah respon positif dari Pelindo III dalam menyukseskan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hal ini berhubungan dengan pilar pertama yang menyokong visi tersebut, yaitu penanaman budaya maritim kepada masyarakat. Melalui edukasi serta pengenalan yang mendalam tentang dunia kepelabuhanan dan kemaritiman, maka secara langsung maupun tidak langsung para peserta P3YC 2015 memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap pentingnya Indonesia sebagai poros maritim. Hal tersebut dinyatakan dalam field trip yang menjadi rangkaian utama dalam kegiatan ini. Dalam kegiatan ini, peserta berkesempatan untuk mengunjungi Terminal Gapura Surya Nusantara (GSN), Terminal Peti Kemas Surabaya (PTKS), Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), dan Terminal Teluk Lamong (terminal peti kemas semi-automatic pertama di Indonesia). Dengan wawasan kepelabuhan dan kemaritiman yang didapat, peserta P3YC 2015 diharapkan dapat menjadi agen sosialisasi nilai budaya maritim di masyarakat sekitarnya, baik itu dari sisi positif maupun negatifnya.
Selain mengembangkan generasi sadar budaya maritim, Pelindo III juga mengajak peserta P3YC 2015 untuk lebih peka terhadap lingkungan. Hal ini direalisasikan dengan kegiatan penanaman mangrove di Pulau Galang yang letaknya dekat dengan Terminal Teluk Lamong. Penanaman mangrove sangatlah penting untuk mempertahankan ekosistem pantai ditengah pembangunan infrastruktur yang pesat, salah satunya pengembangan infrastruktur di Terminal Teluk Lamong Sendiri. Dengan begitu, diharapkan efek negatif dari pembangunan infrastruktur yang cepat – terutama dalam hal mempertahankan ekosistem pesisir – dapat diminimalisasi.