Indonesia sebagai Negara Kepulauan
[Peta Indonesia (sumber: image.google.com)]
Ketika berbicara tentang Indonesia, maka yang terbesit adalah Indonesia merupakan negeri yang indah dan eksotis. Namun, ketika berbicara Indonesia sebagai sebuah negara, maka akan banyak topik yang dapat dibicarakan. Tetapi, ada satu hal pokok yang penting ketika membicarakan sebuah negara, yaitu unsur wajib yang harus ada pada internal negara. Unsur-unsur tersebut adalah wilayah, masyarakat, dan pemerintah yang berdaulat. Namun, satu diantara tiga unsur tersebut yang ditekankan pada artikel ini adalah unsur wilayah.
Berbicara tentang wilayah Indonesia, maka tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan. Indonesia terdiri atas kurang lebih 17.000 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Negara kepulauan sendiri dapat dipadankan dengan konsep Archipelagic State. Konsep negara kepulauan digagas oleh Indonesia melalui Deklarasi Juanda pada 13 Desember 1957 dan diakui melalui keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) pada 10 Desember 1982 (Lapian, 2011:2). Keputusan tersebut diratifikasi oleh Indonesia melaui dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut). Secara etimologis, archipelagic state terdiri atas dua kata, yaitu archipelagic/ archipelago dan state (negara). Kata Archipelago sendiri dalam kamus Oxford (dalam www.oxforddictionaries.com) berasal dari bahasa Yunani Arkhi yang berarti utama dan Pelagos yang berarti laut. Maka, secara etimologis Archipelagic State diartikan sebagai negara laut yang utama. Hal tersebut menandakan bahwa wilayah suatu archipelagic state mayoritas adalah lautan. Sedangkan, definisi tentang Archipelagic State sendiri yang tertera dalam Preamble to The United Nations Convention on The Law of The Sea (dalam http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/part4.htm), bagian IV tentang Archipelagic State, pasal 46, dikatakan bahwa archipelagic state merupakan: “archipelagic State" means a State constituted wholly by one or more archipelagos and may include other islands.” Sedangkan, yang dimaksud dengan archipelago adalah sebagai berikut:
"archipelago" means a group of islands, including parts of islands, interconnecting waters and other natural features which are so closely interrelated that such islands, waters and other natural features form an intrinsic geographical, economic and political entity, or which historically have been regarded as such.”
Dari definisi tersebut, maka dapat ditarik sebuah pengertian bahwa negara kepulauan atau archipelagic state merupakan sebuah negara yang terdiri pulau-pulau yang dihubungkan dengan laut dan sumber daya alam lain didalamnya yang saling berhubungan satu sama lain, baik secara secara geografis, ekonomi, dan entitas politik. Artinya, bahwa fungsi laut dalam konsep negara kepulauan adalah sebagai pemersatu wilayah, bukan sebagai pemisah. Laut berfungsi sebagai penghubung antar wilayah negara. Maka, Adrian B. Lapian dalam bukunya mengatakan bahwa paradigma tentang Indonesia yang benar adalah “negara laut yang ada pulau-pulaunya” (dalam Lapian, 2011:2)
Dengan status Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan, artinya bahwa lautan Indonesia merupakan sebuah potensi besar untuk dikembangkan. Pengembangan tersebut dilakukan baik dari faktor politik, ekonomi, sosial serta budaya. Dengan adanya pengembangan laut, maka tidak mungkin cita-cita sang proklamator bangsa, Ir. Soekarno, untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai bangsa maritim dapat tercapai. Namun, diperlukan konsistensi dan sinergi antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan, masyarakat sebagai warga negara, serta para pihak terkait lainnya dalam menciptakan kejayaan maritim tersebut sehingga cita-cita sebagai bangsa maritim tidak menjadi angan-angan belaka.
“Indonesia as World Maritime Axis”, Sebuah Visi Besar Pemerintah Indonesia
Cita-cita Indonesia untuk membangun kembali bangsa maritim yang kuat sebenarnya telah lama muncul. Sejak awal kemerdekaan Indonesia, konsep poros maritim ini telah digagas oleh Presiden Soekarno. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, kebijakan-kebijakan pemerintah ternyata terlalu memunggungi laut. Akibatnya, pengembangan laut sebagai sumber daya yang potensial pun teralienasikan.
Namun, sebuah visi besar muncul ketika Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) naik ke kursi RI 1 dan RI 2 pada 2014 silam. Jokowi menggagas kembali cita-cita Indonesia sebagai bangsa maritim yang telah lama hilang. Dengan adanya gagasan tersebut, maka dapat tergambar jelas bahwa arah kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun ke depan lebih pro-maritim. Dengan demikian, maka ada harapan muncul untuk merealisasikan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Visi besar pemerintahan Jokowi-JK untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dilatarbelakangi karena adanya pergeseran trend ekonomi dari barat ke Asia Timur. Dengan begitu, maka dapat dikatakan bahwa wilayah Asia Timur akan menjadi pusat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dunia. Adanya perubahan tersebut dikatakan Jokowi dapat menjadi peluang bagi Indonesia mengingat posisi geografisnya yang strategis. Dengan penegasan diri Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka Indonesia dapat mengembangkan kerjasama regional maupun internasional untuk kemakmuran masyarakat (dikutip dari http://www.thejakartapost.com/news/2014/11/14/presenting-maritime-doctrine.html).
Untuk mendukung visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka dibuat lima pilar yang menyokong visi tersebut, yaitu:
- Membangun kembali budaya maritim Indonesia.
- Mengembangkan sumber daya laut Indonesia.
- Pembangunan infrastruktur dan konektivitas antar pulau.
- Penggalakan dan peningkatan diplomasi maritim.
- Penguatan pertahanan maritim.
(dikutip dari http://www.rmol.co/read/2015/12/19/228772/Poros-Maritim-Jangan-Omdo-)
P3YC 2015, Usaha Pengenalan Dunia Maritim Pada Generasi Muda
PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berperan sebagai penyedia jasa operator terminal kepelabuhanan. Wilayah kerja dari Pelindo III sendiri berada 43 pelabuhan di tujuh provinsi di Indonesia meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan (dikutip dari https://www.pelindo.co.id/profil-perusahaan/tentang-kami/sekilas-pelindo-iii). Sebagai sebuah perusahaan, maka ada kewajiban bagi perusahaan tersebut dalam memberdayakan masyarakat. Salah satu bentuk kewajiban tersebut adalah mengenalkan kepada generasi muda tentang dunia kepelabuhanan.
Pelindo III Youth Camp (P3YC) 2015 merupakan kegiatan yang diadakan oleh Pelindo III untuk mengenalkan dunia maritim dan kepelabuhanan serta peranan Pelindo III ke generasi muda. Selain mengenalkan dunia maritim dan kepelabuhanan, kegiatan yang diadakan dua tahun sekali tersebut juga sebagai sarana melatih mahasiswa dalam mengembangkan jiwa kepemimpinan, team work, serta nilai-nilai pertemanan. Kegiatan ini diikuti oleh 52 mahasiswa terbaik dari universitas-universitas yang berada di enam provinsi, yaitu: Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. P3YC 2015 diadakan di Surabaya, 12 – 14 Desember 2015.
Kegiatan P3YC 2015 ini dapat dikatakan sebagai sebuah respon positif dari Pelindo III dalam menyukseskan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hal ini berhubungan dengan pilar pertama yang menyokong visi tersebut, yaitu penanaman budaya maritim kepada masyarakat. Melalui edukasi serta pengenalan yang mendalam tentang dunia kepelabuhanan dan kemaritiman, maka secara langsung maupun tidak langsung para peserta P3YC 2015 memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap pentingnya Indonesia sebagai poros maritim. Hal tersebut dinyatakan dalam field trip yang menjadi rangkaian utama dalam kegiatan ini. Dalam kegiatan ini, peserta berkesempatan untuk mengunjungi Terminal Gapura Surya Nusantara (GSN), Terminal Peti Kemas Surabaya (PTKS), Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), dan Terminal Teluk Lamong (terminal peti kemas semi-automatic pertama di Indonesia). Dengan wawasan kepelabuhan dan kemaritiman yang didapat, peserta P3YC 2015 diharapkan dapat menjadi agen sosialisasi nilai budaya maritim di masyarakat sekitarnya, baik itu dari sisi positif maupun negatifnya.
Selain mengembangkan generasi sadar budaya maritim, Pelindo III juga mengajak peserta P3YC 2015 untuk lebih peka terhadap lingkungan. Hal ini direalisasikan dengan kegiatan penanaman mangrove di Pulau Galang yang letaknya dekat dengan Terminal Teluk Lamong. Penanaman mangrove sangatlah penting untuk mempertahankan ekosistem pantai ditengah pembangunan infrastruktur yang pesat, salah satunya pengembangan infrastruktur di Terminal Teluk Lamong Sendiri. Dengan begitu, diharapkan efek negatif dari pembangunan infrastruktur yang cepat – terutama dalam hal mempertahankan ekosistem pesisir – dapat diminimalisasi.
Kesimpulan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Kurang lebih terdapat 17.000 pulau yang terdapat dalam kepulauan Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan dipersatukan oleh laut yang luasnya mencapai 3.257.483 km2 (http://www.bakosurtanal.go.id). Namun, ada kesalahan persepsi yang ada di masyarakat akan lautan di Indonesia. Masyarakat masih menilai bahwa lautan merupakan pemisah. Padahal, lautan di Indonesia merupakan pemersatu bangsa Indonesia. Maka dari itu, dibutuhkan penanaman nilai-nilai sosial akan maritim.
Penanaman kesadaran akan budaya maritim di kalangan generasi muda sangatlah penting dilakukan. Hal ini mengingat bahwa Indonesia sedang membangun jati dirinya sebagai poros maritim dunia. Pelindo III sebagai penyedia jasa operator pelabuhan di Indonesia turut ambil peran dalam penyuksesan visi tersebut. Dengan pembangunan infrastruktur pelabuhan yang pesat, seperti proyek JIIPE dan Terminal Teluk Lamong misalnya, dapat menyokong tercapainya visi “Indonesia as World Maritime Axis” tersebut. Selain pembangunan infrastruktur, Pelindo III juga melakukan pengenalan dunia kepelabuhan dan kemaritiman melalui kegiatan P3YC 2015. Kegiatan yang diadakan dua tahunan tersebut diharapkan dapat mengembangkan rasa kesadaran generasi muda akan pentingnya peranan Indonesia sebagai poros maritim dunia sehingga nantinya dapat menjadi agen sosialisasi nilai budaya maritim di masyarakat. Selain itu, Pelindo III melalui P3YC 2015 juga mengajak generasi muda untuk peduli dengan lingkungan.
Sumber:
Archipelago. (t.thn.). Diambil kembali dari Oxford Dictionaries, Language Matters: http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/archipelago?q=Archipelago
Ini Lima Pilar Poros Maritim Indonesia. (2015, Desember 19). Diambil kembali dari Kantor Berita Politik RMOL: http://www.rmol.co/read/2015/12/19/228772/Poros-Maritim-Jangan-Omdo-
Irwanto, Y. (t.thn.). BIG Serahkan Peta NKRI Kepada Kemenkokesra. Diambil kembali dari Badan Informasi Geospasial: http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/big-serahkan-peta-nkri-kepada-kemenkokesra
Lapian, A. B. (2011). Orang Laut Bajak Laut Raja Laut, Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX. Depok: Komunitas Bambu.
Sekilas Pelindo III. (t.thn.). Diambil kembali dari PELINDO III: https://www.pelindo.co.id/profil-perusahaan/tentang-kami/sekilas-pelindo-iii
United Nations Convention on The Law of The Sea. (t.thn.). Part IV Archipelagic State. Diambil kembali dari Preamble to The United Nations Convention on The Law of The Sea: http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/part4.htm
Witular, R. A. (2014, November 14). Presenting Maritime Doctrine . Diambil kembali dari The Jakarta Post: http://www.thejakartapost.com/news/2014/11/14/presenting-maritime-doctrine.html
Penulis : Arwin Setio Hutomo
Penulis merupakan peserta Pelindo III Youth Camp 2015
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI