Adu Kerbau ini atau biasanya orang Toraja menamakan Tedong Silaga menjadi hiburan bagi masyarakat Toraja. Masyarakat saling gotong royong untuk membangun pondok-pondok sebagai tempat pesta Rambu Solo’ nantinya. Bahkan banyak wisatawan turis yang datang jauh-jauh untuk melihat pesta ini karena dianggap unik dan menghibur.
Acara Tedong Silaga dan rangkaian upacara kematian lainnya memang menghabiskan biaya yang mahal. Tapi karena ini sudah menjadi tradisi dan disakralkan sehingga masyarakat masih melakukannya sampai sekarang.
Selain Tedong Silaga, acara Rambu Solo’ ini juga diisi dengan penyembelihan kerbau dan babi. Dalam satu kali acara, anggota keluarga wajib menyembelih minimal 24 ekor kerbau dan 300 ekor babi dengan harga sepuluh hingga ratusan juta.
Suku Toraja punya kepercayaan bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk perjalanannya menuju Surga dan semakin banyak kerbau yang disembelih maka semakin cepat pula proses arwag ini menuju ke Surga.
Penyembelihan kerbau dan ratusan babi ini adalah puncak dari upacara pemakaman. Upacara pemakaman atau Rambu Solo’ diiringi aluan musik dan tarian para pemuda yang sedang menangkap darah sembelihan babi. Darah babi tersebut kemudian dimasukkan ke bambu yang Panjang.
Setelah daging kerbau dan babi sudah disembelih dan dipotong-potong, maka sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena itu dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.
Rangkaian terakhir Rambu Solo’ adalah Ma’palao atau Ma’pasonglo yaitu proses pengantaran jenazah  dari rumah ke tempat pemakaman yang disebut Lakkian. Pengantaran jenazah ini dilakukan oleh kerabat secara beramai-ramai. Mereka membawa jenazah si mayit yang sudah dibungkus dengan kain dan sudah dimasukkan kedalam peti.
Dalam perjalanan para pembawa peti ini yang berisi mayit diiringi dengan nyantian syair. Nyanyian syair ini disebut kadong-badong yang berisi banyak kisah hidup dan sikap terpuji sebagai pengagungan kepada mayit.
Sesampainya di makam kuburan atau gua maka jenazah itu dimasukkan kedalam gua tersebut. Ada juga dari kalangan suku Toraja yang memasukkan jenazah ke kuburan yang dibuat seperti rumah pada umumnya. Biasanya jikalau jenazah itu orang kaya, penguburannya di makam batu berukir.
Makam tersebut selain mahal juga pembuatannya membutuhkan waktu yang agak lama sekitar beberapa bulan. Di sebagian daerah saya, gua batu digunakan untuk semua anggota keluarga yang meninggal. Dan ada juga yang tidak menerapkan itu.