Hujan malam ini mengiringi langit yang semakin kelabu. Airnya turun lebat, menciptakan simfoni alami yang selalu menghadirkan kesunyian yang berbeda. Dari balik jendela apartemen kecil di lantai lima, Melati menatap jauh ke luar, ke titik-titik hujan yang membentur kaca. Di luar sana, jalanan terlihat basah dan licin, penuh genangan yang memantulkan cahaya lampu jalan. Suara rintik-rintik hujan bergema di udara, seolah membisikkan sesuatu yang tak bisa ia jangkau, namun akrab dalam hatinya.
Di balik pemandangan itu, ada sebuah rindu yang tak kunjung padam. Bukan sekadar rindu biasa; ini adalah rindu yang sudah bertahun-tahun ia simpan. Rindu untuk seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidupnya "Raka". Lelaki itu bukan hanya cinta pertamanya, tapi juga seseorang yang mengajarinya makna tentang kehilangan.
Mereka bertemu saat Melati masih kuliah semester pertama, dan Raka adalah mahasiswa yang sudah hampir lulus. Usianya lima tahun lebih tua dari Melati, namun semangat dan jiwa mudanya membuat hubungan mereka selalu terasa hangat dan penuh warna. Raka mengajarkan Melati banyak hal, dari hal-hal kecil seperti cara menyeduh kopi dengan benar hingga hal-hal besar seperti menghadapi dunia yang keras ini. Namun, hubungan mereka tidak berjalan mulus. Setelah tiga tahun bersama, hubungan mereka terhenti begitu saja.
Raka harus pergi ke luar negeri untuk menuntut ilmu, dan mereka berdua sepakat untuk berpisah. Tidak ada drama, tidak ada pertengkaran; hanya kesepakatan yang menyakitkan untuk saling merelakan. Namun, sejak saat itu, setiap kali hujan malam turun, Melati selalu merasakan kehadiran Raka dalam hatinya. Seakan-akan kenangan mereka tersimpan di setiap rintik hujan yang jatuh.
Malam ini, hujan turun begitu deras, seolah alam tahu bahwa ada rindu yang ingin dilepaskan. Melati terdiam, menatap kosong ke arah langit, mengingat saat-saat terakhir bersama Raka di sebuah kafe kecil dekat kampus.Â
"Jika aku pergi, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Raka waktu itu sambil tersenyum tipis.
"Aku tidak tahu," jawab Melati sambil menundukkan kepala. "Mungkin aku akan tetap di sini, menjalani hari-hari seperti biasa. Tapi, aku tidak yakin apakah hatiku akan benar-benar sama setelah kepergianmu."
Raka menggenggam tangan Melati. "Aku ingin kamu bahagia, Mela. Meski tanpaku."
Malam itu, hujan turun seperti sekarang, mengiringi perpisahan mereka yang tak terelakkan. Mereka hanya duduk di sana, membiarkan waktu berhenti sejenak, sebelum akhirnya kata-kata terakhir diucapkan dan Raka benar-benar pergi.Â
Meski bertahun-tahun telah berlalu, kenangan itu masih tetap hidup dalam hati Melati. Setiap kali hujan malam turun, kenangan itu seperti terbangun kembali, mengisi ruang kosong yang selalu ada di hatinya.
Namun malam ini, ada sesuatu yang berbeda. Di balik tirai hujan, Melati melihat seseorang berdiri di bawah lampu jalan yang temaram. Sosoknya tampak begitu familiar, tinggi, tegap, dan terlihat ragu-ragu di tengah hujan. Hatinya berdebar, merasa tak percaya, tapi juga tak ingin berharap lebih.
Melati membuka pintu balkon kecilnya, lalu memandang lebih jelas ke arah sosok itu. Benar saja, itu adalah Raka. Dengan jantung yang berdegup kencang, ia segera mengenakan jaket dan berlari turun ke bawah.
Di bawah hujan yang deras, mereka saling berpandangan. Raka tersenyum, namun tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Mereka hanya berdiri di sana, terdiam, membiarkan hujan menyelimuti keheningan mereka. Melati merasa seperti waktu terhenti, seolah-olah hujan malam ini adalah jawaban dari semua rindu yang ia simpan selama ini.
"Aku kembali, Mela," ucap Raka dengan suara lembut. "Aku tak pernah benar-benar bisa melupakanmu."
Melati tersenyum, air mata membasahi pipinya, bercampur dengan rintik hujan yang menetes dari langit. Rindu yang selama ini ia simpan seolah menemukan pelabuhannya kembali. Tanpa banyak kata, mereka tahu bahwa kehadiran satu sama lain adalah jawaban dari semua yang mereka cari selama ini.Â
Malam itu, mereka berbincang panjang, berbagi cerita tentang hidup masing-masing selama bertahun-tahun terpisah. Melati pun menyadari bahwa kehadiran Raka tidak hanya mengembalikan kenangan, tetapi juga memberikan harapan baru. Mereka bukan lagi sepasang anak muda yang naif, melainkan dua orang dewasa yang telah melalui banyak hal. Mereka berbicara dengan kedewasaan, dan keduanya tahu bahwa perjalanan hidup tak selalu bisa diprediksi.
Raka pun bercerita bahwa ia telah kembali untuk menetap di kota ini dan berencana memulai hidup baru. Namun, ia tak pernah menyangka, bahwa malam ini, ia akan menemukan cinta lamanya kembali, seseorang yang ia pikir telah menghilang dari kehidupannya.
"Bagaimana jika kita mencoba lagi?" tanya Raka dengan penuh harapan.
Melati terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. Mereka berdua tahu bahwa perjalanan ini mungkin tak akan mudah, tapi malam itu, di tengah hujan yang deras, mereka berjanji untuk menjalani semuanya bersama. Mereka berjanji untuk tidak lagi meninggalkan satu sama lain.
"Rindu memang sesuatu yang unik. Kadang, rindu adalah rasa yang menyakitkan, karena mengingatkan kita pada apa yang telah hilang. Namun, rindu juga memiliki kekuatan untuk memberikan harapan baru, jika kita mampu menunggu dan percaya. Rindu mengajarkan kita untuk lebih menghargai setiap momen yang kita miliki, serta mengingatkan bahwa perpisahan bukanlah akhir dari segalanya."
Tamat
Jangan lupa Like dan Comment.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI