Mohon tunggu...
Arviesta
Arviesta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi D4 Akuntansi Perpajakan

Sebagai mahasiswi yang fokus pada akademik dan hobi berlibur, untuk menjaga keseimbangan antara belajar dan relaksasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keajaiban di Balik Hujan

2 November 2024   15:17 Diperbarui: 2 November 2024   15:55 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Created by Arviesta

Senja mulai tenggelam di balik awan hitam, dan angin dingin yang membawa aroma tanah basah mulai berembus. Langit kelabu yang penuh awan hitam seolah menandakan bahwa hujan akan segera turun. Di sebuah desa kecil, seorang gadis bernama Anisa duduk di teras rumahnya, memandang langit sambil memeluk lututnya. Hujan selalu membawa kenangan baginya, kenangan yang tak pernah bisa ia lupakan.

Anisa memang mencintai hujan, tetapi bukan sekadar menikmati suara rintikannya atau aroma tanah setelah hujan turun. Bagi Anisa, hujan adalah jendela ke masa lalunya. Setiap kali tetes hujan menyentuh tanah, ia merasa seolah-olah tersambung kembali dengan sosok ibunya yang telah tiada. Ibunya adalah seseorang yang mengajarkan Anisa untuk selalu menghargai setiap tetes hujan yang turun, karena menurutnya, hujan membawa pesan khusus dari alam.

"Aku selalu percaya, nak, di setiap tetes hujan ada keajaiban," kata ibunya suatu ketika. "Kadang kita terlalu sibuk mengeluh tentang basahnya, tetapi lupa bahwa hujan bisa menjadi berkah yang tak terduga."

Maka, setiap kali hujan turun, Anisa akan menutup matanya, membiarkan pikirannya melayang pada kenangan bersama sang ibu. Hujan adalah waktu yang ia nantikan untuk bisa "bertemu" kembali dengan sosok yang ia rindukan.

---

Suatu sore, ketika hujan deras turun tanpa peringatan, Anisa memutuskan untuk berjalan-jalan di luar. Ia menyusuri jalan setapak menuju bukit kecil di belakang rumahnya. Dengan mengenakan payung tua peninggalan ibunya, Anisa menapaki jalan setapak itu sambil menikmati bunyi hujan yang menetes di atas payung. Meski basah dan dingin, Anisa merasa hangat. Seolah-olah ada yang memeluknya erat dari dalam.

Di atas bukit itu, Anisa bertemu seorang pria tua yang duduk sambil menatap jauh ke arah langit. Pria itu tampak asing, tetapi ada sesuatu yang menarik dari sosoknya. Wajahnya penuh keriput, namun matanya memancarkan kehangatan yang luar biasa. Anisa merasa ingin menyapa, dan tanpa disadari, langkah kakinya membawanya mendekat ke pria tua itu.

“Bapak sedang menikmati hujan, ya?” Anisa membuka pembicaraan.

Pria tua itu tersenyum. “Ah, iya, hujan selalu punya cerita sendiri, bukan?” katanya sambil menatap lembut ke arah Anisa. “Kau percaya bahwa setiap tetes hujan membawa keajaiban?”

Anisa terkejut mendengar pertanyaan itu. Kata-kata pria itu mengingatkannya pada ibunya.

“Percaya, Pak,” jawab Anisa pelan. “Ibu saya dulu selalu bilang bahwa hujan itu penuh keajaiban.”

Pria tua itu mengangguk, wajahnya semakin terlihat tenang. "Orang-orang sering lupa. Mereka hanya melihat hujan sebagai sesuatu yang merepotkan. Mereka mengeluh karena basah dan dingin, tetapi mereka lupa bahwa hujan adalah berkah yang diberikan alam."

Mendengar ucapan pria itu, Anisa merasa seperti mendapatkan jawaban yang selama ini ia cari. Selama ini, ia mencintai hujan karena merasa terhubung dengan kenangan tentang ibunya, tetapi ia tidak pernah benar-benar mengerti arti keajaiban di balik hujan.

“Bapak sering kemari saat hujan turun?” tanya Anisa.

“Ya, di sinilah tempatku mencari ketenangan. Hujan membawa suara alam yang mampu menenangkan jiwa. Kadang, hujan juga membawaku kembali pada kenangan yang sudah lama terkubur,” jawab pria tua itu sambil menatap ke arah kaki bukit. “Di bawah sana, ada ladang tempatku dulu bekerja bersama istriku.”

Anisa terdiam, mendengarkan kisah pria itu dengan hati yang ikut tersentuh. Di bawah hujan, mereka berdua berbagi kenangan yang sama, rasa kehilangan, rasa rindu, dan juga keajaiban yang dirasakan di setiap tetes hujan yang jatuh.

Mereka terus berbincang hingga hujan mulai mereda. Pria tua itu akhirnya pamit, namun sebelum pergi, ia menepuk bahu Anisa dengan lembut. “Ingat, nak. Jangan pernah melupakan apa yang diajarkan ibumu. Teruslah menghargai hujan, karena ia akan selalu membawa kita pada hal-hal yang istimewa.”

---

Setelah pertemuan itu, Anisa merasa hidupnya berubah. Setiap kali hujan turun, ia tidak lagi merasa sendiri. Ia merasa bahwa ibunya, pria tua di bukit, dan semua kenangan yang indah hadir bersamanya dalam setiap tetesan air yang jatuh. Anisa mulai menyadari bahwa hujan tidak hanya menghubungkannya dengan masa lalu, tetapi juga memberinya kekuatan untuk melangkah ke masa depan.

Di desa tempat Anisa tinggal, masyarakat sering merasa terganggu ketika hujan deras turun, terutama karena aktivitas mereka terganggu. Namun, berbeda dengan yang lain, Anisa justru melihat hujan sebagai waktu untuk merefleksikan dirinya, menghargai kenangan, dan menemukan kedamaian.

Bagi Anisa, hujan adalah pengingat akan cinta yang pernah ia terima dan yang akan terus ia simpan dalam hatinya. Mungkin, itulah keajaiban di balik hujan, membuatnya tetap bisa merasakan hangatnya kasih sayang, meski orang yang dicintainya telah tiada.

---

Di balik hujan, tersimpan banyak keajaiban yang mungkin tidak kita sadari. Bagi sebagian orang, hujan mungkin hanya sebuah fenomena alam yang membawa basah dan dingin. Namun, bagi orang-orang seperti Anisa, hujan adalah jembatan yang menghubungkannya dengan kenangan, cinta, dan kekuatan untuk terus melangkah.

Jadi, lain kali saat hujan turun, cobalah untuk menghargainya. Bukan hanya sebagai sekadar air yang jatuh dari langit, tetapi sebagai momen untuk merenung, merasakan kedamaian, dan menemukan kembali kenangan yang indah. Karena mungkin, di balik hujan, kita juga akan menemukan keajaiban yang mampu mengubah hidup kita menjadi lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun