Mohon tunggu...
Arvel Naswan Hafizh
Arvel Naswan Hafizh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta

mari berbicara melalui karya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Revisi UU Penyiaran di Indonesia

5 Juli 2024   06:16 Diperbarui: 5 Juli 2024   06:59 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Arvel Naswan Hafizh
NIM : 23010400163
Mata Kuliah : Komunikasi Massa
Dosen Pengampu : Sofia Hasna, S.I.Kom., M.A.

Problematika Revisi UU Penyiaran di Indonesia


Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran ini adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan penyiaran yang berlaku di indonesia. Belakangan ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berupaya merevisi UU penyiaran ini, salah satu alasan dalam revisi undang-undang ini adalah Standar Isi Siaran (ISI) yang mengandung batasan, larangan dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran. Dengan itu pemerintah berharap ini dapat menciptakan regulasi yang lebih relevan, efektif, dan adaptif terhadap perubahan zaman, dan juga memberikan perlindungan bagi konsumen juga audiens.


Berikut hasil dari revisi UU penyiaran :

Pada pasal 50B ayat (2)

•larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;
•larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual, biseksual dan transgender;
•larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan dan pencemaran nama baik.
Pasal 8A huruf q
Menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran


Pasal 42
•Muatan jurnalistik dalam Isi Siaran Lembaga Penyiaran harus sesuai dengan P3, SIS, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
•Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Dalam informasi yang beredar UU penyiaran ini akan disahkan pada September 2024 yang harus melewati lima tahapan berupa perencanaan, penyusunan, pembahasan tingkat 1, pembahasan tingkat 2, dan pengesahan serta pengundangannya.
Sebenarnya ini dapat membatasi kinerja para jurnalis juga kebebasan berekspresi secara umum. 

Dalam hal ini Pemerintah, kembali berniat untuk melakukan untuk melakukan kendali secara berlebihan terhadap ruang gerak kita semua. Ini akan berdampak pada pelanggaran terhadap hak atas kemerdekaan pers, juga pelanggaran hak publik atas informasi.


Itulah yang menjadi masalah dari perevisian Undang-Undang ini, adanya ketidaksesuain yang ditetapkan oleh lembaga legislatif  dengan norma-norma sosial, yang kemudian ditentang oleh masyarakat sipil, juga sejumlah organisasi jurnalis yang memberikan tuntutan kepada para Dewan.


Tuntutan para organisasi pers terkait pelaksanaan revisi uu penyiaran oleh DPR


Sejumlah organisasi Jurnalis menolak adanya revisi terkait UU penyiaran dengan menggelar aksi Demo di depan gedung DPR, karena, menurut mereka beberapa pasal itu mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.

1. Ancaman Terhadap Kebebasan Pers
Pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan pasal 42 ayat 2.
2. Kebebasan Berekspresi Terancam
ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.
3. Kriminalisasi Jurnalis
Adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.
4. Independensi Media Terancam
Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E.
5. Berpotensi Mengancam Lapangan Kerja Bagi Pekerja Kreatif
Munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten Youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya.


Dari sejumlah poin itu DPR diharapkan untuk segera menghentikan pembahasan terkait UU penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini.

Terkait masalah ini, dalam pengubahan undang-undang para Dewan seharusnya dapat melibatkan para praktisi, akademisi juga masyarakat sipil dalam penyusunan kebebasan pers, dan kebebasan berekspresi, karena merekalah yang tahu bagaimana keadaan dalam lapangan yang sebenarnya.


Para Dewan juga diharapkan tidak melanggar UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, UU yang dicita-citakan melindungi kerja-kerja jurnalistik serta menjamin pemenuhan hak publik atas informasi.

DAFTAR PUSTAKA

https://aji.or.id/informasi/revisi-undang-undang-penyiaran-melanggengkan-kegemaran-negara-dalam-membatasi-kebebasan#:~:text=Sebagaimana%20yang%20terdapat%20pada%20draf,terhadap%20ruang%20gerak%20warga%20negaranya
https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-tentang-ruu-penyiaran#:~:text=Sedangkan%20terkait%20informasi%20bahwa%20Revisi,tingkat%20II%20dan%20pengesahan%20serta
https://nasional.tempo.co/read/1881532/komisi-i-dpr-kini-tunda-revisi-uu-penyiaran-dulu-pertama-mengusulkan?tracking_page_direct_mobile

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun