Pada hari pertama kongres setelah mendengar pidato ketua Mohammad Tabrani yang menyerukan persatuan para pemuda menuju kemerdekaan. Setelah itu dilanjutkan dengan pidato Soemarto berjudul "Gagasan Persatuan Indonesia". Kongres hari ke-2 diisi oleh para pembicara Bahder Djohan, Stientje Ticoalu-Adam, Djaksodipoera. Ketiganya menyoroti penting peran perempuan dalam perwujudan persatuan dan kemerdekaan. Dan pada hari ketiga, Mohammad Yamin menyerukan untuk mempelajari Bahasa Belanda sebagai kunci membuka jalan menuju harta karun ilmu pengetahuan dan peradaban Barat. Setelah itu Yamin mengusulkan untuk meninggalkan Bahasa Belanda yang dipakai para pemuda saat itu dan mengembangkan Bahasa Melayu. Pidato kedua dihari ketiga dari Pinontoan  Pemuda Minahasa mengatakan janganlah agama menjadi halangan membangun persatuan diantara para pemuda.
 1928-Para Pemuda menunjukkan Sikap Â
Kerapatan Para Pemuda kedua yang kemudian dikenal dengan nama Kongres Pemuda II dihadiri oleh 750 orang. Hadir dalam kongres ini para pemuda dari berbagai golongan termasuk juga orang-orang Belanda yang bersimpati terhadap perjuangan para pemuda. Rapat pertama, diadakan di Sabtu, 27 Oktober 1928 19.30-23.30 diadakan di Gedung Pemuda Katolik (Katholieke Jongenlingen Bond), di Jalan Waterlooplein (Jalan Lapangan Banteng-Sekarang menjadi Gedung Pertemuan Gereja Katedral Jakarta). Pilihan tempat ini juga memberi sinyal bahwa perjuangan para pemuda ini tak dibatasi oleh sekat-sekat keagamaan. Moh. Yamin (sudah mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum di Batavia) berpidato pada pertemuan pertama ini dengan mengangkat tema Persatuan dan Kebangsaan Indonesia. Pidato ini mendapat tanggapan luar biasa termasuk dari Siti Soendari, adik dr. Soetomo Pendiri Budi Utomo. Kala itu Yamin harus menerjemahkan pidato dalam Bahasa Belanda karena Siti Soendari tak bisa berbahasa Indonesia (Melayu).
Gedung ini sebenarnya tak asing bagi para pemuda karena menjadi tempat pertemuan mereka untuk membincangkan berbagai hal-hal kebangsaan. Ini sebenarnya merupakan rumah tinggal Sie Kong Liong yang telah menjadi rumah singgah dan pemondokan bagi para pemuda yang berasal dari berbagai wilayah Indonesia. Tempat ini juga mengindikasikan bahwa Indonesia tumbuh dari imaginasi yang melampaui sekat-sekat ras, etnis. Tema ketiga yang dibahas pengembangan persatuan dan cinta tanah air (patriotisme). Ada tiga pembicara yaitu Ramelan yang beragama Islam dari Kepanduan Serikat Islam Afdeeling Padvinderij-SIAP), Theo Pangemanan yang beragama Kristen dari Kepanduan Nasional (Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie-INPO), dan Mr. Soenarjo sebagai ketua Persaudaraan Antar Pandu Indonesia (PAPI).
Gedung Sumpah Pemuda, di Gedung Kramat Raya 106 Jakarta, tahun 1976. Ini merupakan rumah milik Sie Kong Liong yang menjadi tempat para pemuda berkumpul membahas perihal kebangsaan
Pada sidang ketiga ini, polisi rahasia negara (Politieke Inlichtingen Dinest-PID) terus mengganggu kegiatan para pemuda. Sampai tibalah saat ketika Wage Rudolf Supratman, wartawan Sin Po memperdengarkan lagu karyanya dengan Biola dan Dolly Salim (Putri Haji Agus Salim) mengiringi dengan piano. Lagu Indonesia Raya dengan hikmat diperdengarkan kepada semua hadirin.
Malam hari akhirnya sampai pada putusan kongres.
Putusan Kongres Pemuda-Pemuda Indonesia