“Seperti pada umumnya ulat akan bermetamorfosis sempurna menjadi kupu-kupu. Hal itu pun terjadi pada si Ulat.“
“Bermetamorfosis itu apa Kakak?“ tanyanya bingung.
“Metamorfosis itu proses perubahan atau peralihan bentuk hewan dari fase awal pertumbuhan menuju fase terakhirnya. Contohnya kupu-kupu. Kupu-kupu mengalami metamorfosis sempurna. Sebenarnya kupu-kupu dulunya adalah ulat.“
“Apa? Kok, bisa?“ tanya Nadin terkejut. “Apa ulat itu langsung menjadi kupu-kupu?“
“Tentu tidak.“ Aku pun melanjutkan ceritaku lagi. “Agar bisa menjadi kupu-kupu. Ulat itu selalu bangun pagi. Setiap hari ia akan memanjat dahan ke dahan mencari daun-daun muda dan segar untuk ia makan. Ia memakan banyak sekali dan lama kelamaan waktunya tiba. Perlahan-lahan tubuhnya ditutupi benang-benang putih yang lembut hingga ke seluruh tubuhnya.“
“Apa benang-benang itu akan menjadi sayap nantinya?“ selanya penasaran.
“Tentu tidak. Benang-benang itu bukan sayapnya melainkan semacam selimut yang melindunginya selama proses perubahannya. Selimut itu disebut kepongpong,” jelasku padanya.
“Jadi, ulat itu berubah jadi kepongpong?“
Aku mengacungkan jempolku padanya. “Benar sekali. Selama berhari-hari, ulat itu menjadi kepompong. Siang dan malam terus berganti, hujan dan panas terus dilewati. Selimut itu melindungi ulat dari semua perubahan cuaca.“
“Wah! … Hebat sekali,” seru Nadin merasa takjub.
“Tentu, dong. Ulat itu tak gentar ataupun takut dalam kantong kepompongnya. Ia terus bertahan.“