Â
Bertalu seroja dari peranakan pagi dan dan malam di negeri kurcaci. Menghasut keringat yang semalaman ranum oleh fragran edelweis. Pun mau memenuhi mimpi di negeri kurcaci, negeri yang damai, negeri yang titik keberadaannya tidak pernah diketahui siapa-siapa dan dihuni oleh sekawanan makhluk mungil yang terkadang cengeng tuk menceritakan sebuah dongeng. Ya, hanya sekedar bercerita.
@@@
      Malam itu, malam yang teramat dingin. Gumpalan awan menjelma bola-bola salju bergelindingan ke bumi. Angin menyayat aorta dan membekukan peredaran darahku yang sebelumnya baik-baik saja. Aku merebahkan tubuhku di atas dipan sederhana peninggalan bapak dan ibuku, empat belas tahun yang lalu.Â
Ya, aku tak lagi tinggal bersama mereka, melainkan bersama bibi dan perhatiannya yang tulus semenjak kejadian naas itu menuliskan nama bapak dan ibuku di lauhil mahfudz, mereka mendahuluiku pergi ke alam yang lebih abadi. Sudahlah, aku telah lama mengikhlaskannya. Kali ini, aku akan lebih menghikmatkan diri pada mimpi-mimpi hasil revolusi bintang dan matahari. Kupejamkan mataku, menciptakan alur baru dalam cerita tidurku. Akupun terhanyut bersama mimpi : bermalam-malam.
                  "mari kita karang puisi
                  tentang semai langkah di koridor mimpi
                  menjelang hilangnya putri matahari
                  dan dilahirkannya anak-anak bulan
                  dari rahim langit.
                  Tidurlah, Noura Ifanez!"