Keragaman bahasa muncul dari perbedaan daerah dan budaya. Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki peran penting dalam menyampaikan pesan atau informasi. Seseorang yang menggunakan bahasa dengan baik dianggap memiliki kepribadian yang sopan dan beretika (Barnes & Mercer, 2016). Oleh karena itu, diperlukan bahasa yang dapat mempersatukan berbagai macam bahasa yang ada di masyarakat.
      Indonesia, sebagai negara kepulauan di Asia Tenggara, memiliki keanekaragaman budaya dan bahasa akibat letak geografisnya yang terdiri atas ribuan pulau yang terpisah (Sukartha & Nengah, 2010). Negara ini memiliki lebih dari 300 bahasa daerah, yang menjadi salah satu kekayaan budayanya (Paauw, 2019). Namun, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pemersatu dan identitas bangsa (Samuel, 2018). Dalam era globalisasi, pengaruh bahasa asing dan bahasa gaul semakin dominan di masyarakat, sehingga penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai kaidah mulai berkurang (Okarisma et al., 2022). Banyak masyarakat lebih memilih menggunakan bahasa gaul atau bahasa asing dalam percakapan sehari-hari (Paauw, 2019).
      Selain itu, kebutuhan internasional membuat masyarakat Indonesia lebih menguasai bahasa asing daripada bahasa Indonesia. Meski mempelajari bahasa asing sangat penting, menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia sebagai warisan budaya juga tak kalah penting (Repelita, 2018).
      Sebagai bangsa Indonesia, kita memiliki tanggung jawab untuk melestarikan bahasa nasional. Salah satu cara melakukannya adalah dengan mempelajari sejarah terbentuknya bahasa Indonesia serta memahami perkembangannya, termasuk perubahan dalam ejaan.
a. Pertama kali Bahasa Indonesia dikenal
      Menurut berbagai literatur, bahasa Indonesia pertama kali diperkenalkan secara resmi pada 28 Oktober 1928, bertepatan dengan peristiwa Sumpah Pemuda. Dalam Kongres Pemuda II, para pemuda dari berbagai suku dan daerah di Indonesia mengikrarkan Sumpah Pemuda, yang salah satu poinnya menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Momen ini menjadi tonggak sejarah penting karena bahasa Indonesia dipilih dari bahasa Melayu, yang saat itu sudah digunakan secara luas sebagai lingua franca di Nusantara. Pemilihan bahasa ini menunjukkan semangat persatuan dan cita-cita bersama untuk mencapai kemerdekaan Indonesia (Nugraha & Setiawan, 2019).
      Situasi saat itu menggambarkan semangat nasionalisme yang tinggi, di tengah penjajahan kolonial Belanda. Bahasa Indonesia diharapkan menjadi simbol persatuan di antara keragaman suku, budaya, dan bahasa yang ada di seluruh Nusantara. Dengan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bangsa Indonesia menunjukkan tekad kuat untuk bersatu melawan penjajahan dan membangun identitas nasional yang kokoh (Utami, 2020).
Â
b. Penyebab Bahasa melayu menjadi rendahÂ
      Bahasa Melayu dipilih sebagai lingua franca dalam perdagangan karena kesederhanaannya dan kemudahan dalam komunikasi antar pedagang dari berbagai daerah. Bahasa ini juga menjadi cikal bakal bahasa Indonesia yang ditetapkan sebagai bahasa nasional pada Kongres Pemuda II tahun 1928. Keunggulan bahasa Melayu terletak pada sistem yang sederhana, tanpa tingkatan bahasa seperti bahasa Jawa atau Sunda. Meskipun bahasa Melayu tersebar luas, penutur asli bahasa Indonesia tidak sebanyak bahasa daerah lain. Bahasa Melayu dipilih karena kemampuannya menjadi alat pemersatu dalam masyarakat yang beragam.
Â