Disinilah berbagai usaha dilakukan secara maximal oleh Kapton Rozaq sebagai pengemudi burung besi, tindakan SOP saat mesin pesawat mati dilakukan berkali-kali dengan bantuan co-pilot Hariyadi. Hasilnya nihil, mesin tidak bisa nyala kembali. Â
Dalam kondisi panik, Kapten Rozaq berteriak "Prepare Emergency" kepada salah satu awak kabin kemudian awak kabin memberikan pengarahan kepada penumpangnya untuk menggunakan life vest (rompi pelampung) .Â
Tidak berfungsinya mesin dan tidak bisa melaporkan atau meminta bantuan ke ATC mengharuskan Kapten Rozaq mulai mengambil tindakan tercepat dan teraman dengan  melakukan pendaratan langsung.  Pendaratan langsung yang terjadi pada pesawat Garuda GA421 tidak bisa dilakukan di landasan/runway bandara terdekat ataupun bandara tujuan Adi Sutjipto, karena tidak ada pelaporan ke pihak ATC.  Pendaratan di bandara tanpa komunikasi dengan ATC beresiko terjdainya tabrakan pesawat dan ini sangat membahayakan penerbangan lainnya yang berada di bandara.  Lagipula, pesawat Garuda GA421 tidak punya waktu cukup menuju bandara di kota gudeg.  Jadi, kapten Rozaq harus segera mendaratkan pesawat secara darurat dengan runway seadanya dalam hitungan menit.
Ditching/Landing on Water
Ditching/Landing on Water atau nama lainnya pendaratan di air, ada dua keberhasilan pendaratan di air yang sangat legendaris di dunia penerbangan yaitu kejadian pesawat Garuda di Indonesia dan pesawat Hudson di Amerika.
Satu lagi yang kejadian ditching yang berhasil dilakukan adalah pesawat US Airways 1549 tipe pesawat Airbus A320-200 yang terjadi tanggal 15 Januari 2009 di sungai Hudson, New York Amerika Serikat. Â Kapten Pilot Sulli memutuskan mendaratkan pesawatnya sesaat tinggal landas 2 menit dan mengalami kematian pada mesin karena ditabrak segerombolan angsa Kanada.
Pendaratan terencana (Premeditated landing)
Pendaratan ini terjadi karena adanya instrumen di kokpit yang menunjukan tanda-tanda adanya masalah didalam pesawat seperti bahan bakar minim, informasi adanya cuaca buruk, tersesat dan adanya perkembangan masalah pada mesin secara bertahap.
Selain masalah teknis, pendaratan ini juga harus dilakukan bila ada kejadian tak terduga didalam kabin pesawat seperti adanya penumpang yang tidak disiplin dan mengikuti instruksi awak kabin, penumpang bertengkar, adanya penumpang yang sakit dan masih banyak lagi kejadian yang tidak pernah terbayangkan oleh siapa saja.
Salah satu contoh kejadian pendaratan darurat yang dilakukan karena pendaratan terencana ini adalah pendaratan darurat maskapai PT Garuda Indonesia nomor penerbangan GIA 717 jenis pesawat Airbus 330-200 PK GPO jurusan Melbourne - Jakarta yang terjadi pada tanggal 22 Agustus 2015 yang mengangkut dua pilot, 11 flight attendant dan 187 penumpang, dengan lokasi pendaratan darurat dilakukan di Bandara Ngurah Rai Bali .