Mohon tunggu...
Arum Butler
Arum Butler Mohon Tunggu... Administrasi - Just me.....

The Wallflower and The Wildflower Alumni Danone Blogger Academy Batch 1 Tahun 2017 www.arumsukapto.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Inilah Tiga Tipe "Emergency Landing" yang Selamat di Dunia Penerbangan

27 Maret 2018   08:56 Diperbarui: 27 Maret 2018   13:46 1659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Happy Landing or Emergency Landing (gambar milik auntyflo.com)


Happy landing or Emergency Landing?

Landing atau kita sebut pendaratan memang momen krusial di dunia penerbangan dan inilah yang menjadikan sebuah penerbangan akan mengalamihappy landing atau emergency landing.  Siapapun pastinya mengharapkan bisa melakukan penerbangan dengan hasil pendaratan  yang mulus tanpa ada insiden ataupun kecelakaan sedikitpun.  Sayangnya, tidak semua penerbangan bisa melakukan pendaratan dengan aman di landasan bandara, bahkan banyak kasus yang harus melakukan pendaratan secara darurat diluar landasan bandara.  

Pendaratan darurat merupakan hal yang wajar dilakukan di unia penerbangan, ini dilakukan demi keselamatan awak kokpit, awak kabin dan penumpangnya.  Besar kecilnya insiden yang dialami pesawat terbang serta kemampuan pilot melakukan prosedur pendaratan darurat sangat mempengaruhi ebuh keberhasilan pendaratan darurat.  Tentunya, seorang pilot harus mengikuti Standart Operation Procedure (SOP) yang telah diatur oleh Federal Aviation Administration dengan mengikuti petunjuk dari Airplane Flight Manual and/or Pilot Operation Handbook (AFM/POH) untuk melakukan pendaratan darurat.

Berikut tiga tipe pendaratan darurat  dan contoh kasusnya untuk memudahkan memahaminya:

Pendaratan langsung (Force Landing)

Pendaratan langsung ini terjadi bila mesin tiba-tiba mati dan tidak bisa dinyalakan lagi, maka pilot harus segera melakukan pendaratan dalam hitungan menit.  Pendaratan langsung ini dilakukan karena pesawat sudah tidak memiliki kemampuan untuk melanjutkan penerbangan lagi. 

Contoh kasus pendaratan langsung terjadi pada pesawat Garuda GA421 pada tanggal 16 Januari 2002 jenis pesawat Boeing 737-300 dengan rute Mataram-Surabaya-Yogyakarta-Jakarta yang diterbangkan oleh Kapten Pilot Abdul Rozak mengangkut 54 penumpang.

Penerbangan dari Mataram menuju Surabaya awalnya berjalan normal tanpa masalah meskipun kondisi cuaca saat itu adanya hujan sejak keberangkatannya.  Penerbangan selanjutnya antara rute Surabaya - Yogyakarta pada posisi ketinggian 31 ribu kaki dilakukan road direct ke Blora (kampung halamanku hehe) atas permintaan Kapten Pilot Abdul Rozaq dan mendapat persetujuan dari pihak Air Traffic Control (ATC).

Saat melakukan road direct, tiba-tiba weather radar menunjukan warna merah yang menandakan adanya awan Cumulonimbus (CB), dan karena letak jalur penerbangan yang dipilih Kapten Rozaq diampit oleh area militer Lanud Iswahyudi di sebelah kiri (penerbangan komersil dilarang keras melintasi area militer )dan adanya gunung disebelah kanan maka mau tidak mau pesawat harus menerobos/melewati awan CB. Awan CB yang diterobos didalamnya terdapat air, es dan petir.  Alhasil, pesawat mengalami turbelensi pada tingkat severe turbulence

Layar weather radar pesawat GA421 sebelum melewati awan CB (foto milik KNKT)
Layar weather radar pesawat GA421 sebelum melewati awan CB (foto milik KNKT)
Sebelum menerobos badai es, Kapten Rozaq menyalakan lampu seat belt dan memberikan instruksi penggunakan sabuk pengaman. Segala persiapan untuk menghadapi awan CB telah dilakukan oleh Kapten Rozaq seperti menyalakan ignition, menyalakan mesin anti es.  Ibaratnya bersiap tempur melawan alam.  

Alam kok dilawan, ya akhirnya pesawat mengalami penurunan di ketinggian 23 ribu kaki saat berada didalam awan CB yang besar dan menyebabkan kondisi kedua mesin mati.  Lebih fatalnya lagi kondisi tersebut diikuti dengan tidak berfungsinya Auxiliary Power Unit (APU) untuk listrik dan komunikasi.  

Mesin mati dan komunikasi lenyap, hopeless...

Disinilah berbagai usaha dilakukan secara maximal oleh Kapton Rozaq sebagai pengemudi burung besi, tindakan SOP saat mesin pesawat mati dilakukan berkali-kali dengan bantuan co-pilot Hariyadi. Hasilnya nihil, mesin tidak bisa nyala kembali.  

Dalam kondisi panik, Kapten Rozaq berteriak "Prepare Emergency" kepada salah satu awak kabin kemudian awak kabin memberikan pengarahan kepada penumpangnya untuk menggunakan life vest (rompi pelampung) . 

Tidak berfungsinya mesin dan tidak bisa melaporkan atau meminta bantuan ke ATC mengharuskan Kapten Rozaq mulai mengambil tindakan tercepat dan teraman dengan  melakukan pendaratan langsung.  Pendaratan langsung yang terjadi pada pesawat Garuda GA421 tidak bisa dilakukan di landasan/runway bandara terdekat ataupun bandara tujuan Adi Sutjipto, karena tidak ada pelaporan ke pihak ATC.  Pendaratan di bandara tanpa komunikasi dengan ATC beresiko terjdainya tabrakan pesawat dan ini sangat membahayakan penerbangan lainnya yang berada di bandara.  Lagipula, pesawat Garuda GA421 tidak punya waktu cukup menuju bandara di kota gudeg.  Jadi, kapten Rozaq harus segera mendaratkan pesawat secara darurat dengan runway seadanya dalam hitungan menit.

Ditching/Landing on Water

Ditching/Landing on Water atau nama lainnya pendaratan di air, ada dua keberhasilan pendaratan di air yang sangat legendaris di dunia penerbangan yaitu kejadian pesawat Garuda di Indonesia dan pesawat Hudson di Amerika.

Pesawat Garuda GA421 yang mendarat di sungai Bengawan Solo (foto milik KNKT)
Pesawat Garuda GA421 yang mendarat di sungai Bengawan Solo (foto milik KNKT)
Pendaratan langsung yang dilakukan Kapten Rozaq dilanjutkan dengan pendaratan diatas air.  Ada dua pilihan saat itu, pendaratan di sawah atau pendaratan diatas sungai Bengawan Solo.  Karena kondisi sawah yang banjir maka Kapten Rozaq memutuskan mendaratkan pesawatnya di sungai Bengawan Solo, meskipun beliau sempat ragu dengan adanya dua jembatan di sungai Bengawan Solo.   Akhirnya, pendaratan diatas air berhasil dilakukan dengan selamat (meskipun Kapten Rozaq harus kehilangan salah satu pramugarinya)

Satu lagi yang kejadian ditching yang berhasil dilakukan adalah pesawat US Airways 1549 tipe pesawat Airbus A320-200 yang terjadi tanggal 15 Januari 2009 di sungai Hudson, New York Amerika Serikat.  Kapten Pilot Sulli memutuskan mendaratkan pesawatnya sesaat tinggal landas 2 menit dan mengalami kematian pada mesin karena ditabrak segerombolan angsa Kanada.

Pendaratan terencana (Premeditated landing)

Pendaratan ini terjadi karena adanya instrumen di kokpit yang menunjukan tanda-tanda adanya masalah didalam pesawat seperti bahan bakar minim, informasi adanya cuaca buruk, tersesat dan adanya perkembangan masalah pada mesin secara bertahap.

Selain masalah teknis, pendaratan ini juga harus dilakukan bila ada kejadian tak terduga didalam kabin pesawat seperti adanya penumpang yang tidak disiplin dan mengikuti instruksi awak kabin, penumpang bertengkar, adanya penumpang yang sakit dan masih banyak lagi kejadian yang tidak pernah terbayangkan oleh siapa saja.

Salah satu contoh kejadian pendaratan darurat yang dilakukan karena pendaratan terencana ini adalah pendaratan darurat maskapai PT Garuda Indonesia nomor penerbangan GIA 717 jenis pesawat Airbus 330-200 PK GPO jurusan Melbourne - Jakarta yang terjadi pada tanggal 22 Agustus 2015 yang mengangkut dua pilot, 11 flight attendant dan 187 penumpang, dengan lokasi pendaratan darurat dilakukan di Bandara Ngurah Rai Bali .

Berdasarkan hasil report KNKT telah terjadi masalah pada kulkas pendingin minuman champagne dan wine, terjadi ledakan kecil sesaat setelah pramugari memasukkan dry ice kedalam kulkas tersebut.  Ledakan kecil ini membuat pintu kulkas terpental dan mengenai pramugari yang saat itu sedang berada tidak jauh dari kulkas hingga luka serius (berdarah).

Pintu kulkas penyimpan wine dan Champagne yang terpental (foto milik KNKT)
Pintu kulkas penyimpan wine dan Champagne yang terpental (foto milik KNKT)
Pramugari lainnya melaporkan kejadian tersebut ke kapten pilot dan dilakukan pendaratan darurat sesuai rencana dan instruksi ATC terdekat yaitu Bandara Ngurah Rai, Denpasar Bali. Pendaratan ini dilakukan tanpa adanya masalah teknis dan segera mengevakuasi pramugari yang terluka.

Itulah 3 tipe pendaratan darurat yang pernah terjadi di dunia penerbangan dan berhasil dilakukan dengan selamat.  Ingatlah bahwa semua pilot pasti ingin melakukan pendaratan darurat dengan selamat dan tidak ada yang menginginkan kecelakaan terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun