Mohon tunggu...
Aru Elgete
Aru Elgete Mohon Tunggu... -

Aku bukan siapa-siapa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nina Bobo, Suara Kedamaian atau Kemunafikan?

16 Desember 2017   20:42 Diperbarui: 16 Desember 2017   22:38 1419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: thenewsjournalph.com

Siapa yang tidak kenal dengan nyanyian tidur Nina Bobo? Lagu itu sangat popular di kalangan anak-anak. Dinyanyikan oleh ibu-ibu untuk menidurkan putra-putrinya di malam hari. Nina Bobo sarat makna. Kontroversi. Menenangkan, tetapi juga menegangkan. Makna nyanyian Nina Bobo sangat beragam, tergantung pada suasana dan peristiwa saat menyuarakannya.

Alkisah, sepasang suami-istri Belanda-Jawa memiliki bayi yang diberi nama Hellenina. Putri kecilnya itu memiliki kebiasaan, atau katakanlah penyakit, susah tidur. Kemudian, sang ibu menyanyikan lagu Nina Bobo sebagai media untuk menenangkan anaknya. Hingga Nina -sapaan Hellenina- terlelap dalam tidur. Saban malam, nyanyian itu memecah sunyi. Nina bahagia, karena merasa tenang berada di dekat ibu dengan suara lembut menyanyikan Nina Bobo.

Bertahun, ibu Nina setia menemani anaknya tidur. Nina damai dalam tidur malamnya. Kemudian bangun dalam keadaan yang sentosa. Sesekali, setiap malam, sang ayah yang berkebangsaan Belanda mengintip dari sedikit celah pintu kamar. 

Ayahnya turut bahagia. Karena penyakit anaknya sudah sembuh, walau dengan syarat. Dinyanyikan Nina Bobo terlebih dulu. Baginya, tak masalah. Asal keluarga kecilnya penuh dengan kebahagaiaan.

Suatu ketika, saat Nina beranjak balita, ada hal lain yang terjadi. Seperti biasa, Nina terlelap usai dinyanyikan Nina Bobo. Namun, sang ibu mendapati anaknya tidak lagi bernafas dan mendengkur tanda pulas. Nina mati. Entah dalam keadaan damai atau justru sebaliknya. Ibu dan ayah Nina berduka. Menangis sejadi-jadinya. Berharap yang terjadi pada anaknya hanya mimpi.

Keduanya cuma bisa pasrah. Melewati hari demi hari, saban malam, tiap detik, dan seluruh hidupnya tanpa tangis Nina. Mereka kesepian. Saat malam tiba, sang ibu seperti mendengar suara Nina sedang merengek meminta untuk dinyanyikan lagu kesukaannya itu. Setiap kali suara mendiang Nina menghampiri, saat itu juga sang ibu menenangkan diri dengan nyanyian Nina Bobo hingga dia terlelap dalam tidur malamnya.

Setiap menjelang tidur, ibu Nina mendengar suara anaknya dan melakukan hal yang sama. Hingga pada akhirnya, dia mencapai puncak yang tak dapat dicapai. Dia stres berat. Dan seperti sudah tak sanggup melanjutkan hidup. 

Dia memilih untuk mengakhiri hidupnya; di malam hari, pada saat dimana dia selalu menenami Nina menuju tidur. Entah apa yang dirasa sampai-sampai dia bertekad untuk mengakhiri hidup. Barangkali, rindu yang sangat memuncak.

Ayah Nina kembali berduka. Setelah buah hati kesayangannya, kini dia mesti rela ditinggal istri tercinta. Dua orang terkasih berpulang secara beruntun.  Dalam waktu yang sangat berdekatan. Dia tentu sangat stress. Mendekati gila. Bagaimana tidak, dia seperti kehilangan hampir seluruh jiwa dan hidupnya.

Setiap malam tiba, dia selalu mendengar suara anaknya yang rewel dan istrinya yang kemudian dengan setia menyanyikan Nina Bobo. Seketika itu juga, dia lantas bernyanyi. Sebagaimana yang istrinya lakukan kepada Hellenina semasa hidup. Dia akhirnya terlelap. Mengisi hari-hari dengan keadaan yang antah berantah. Tak tahan, dia akhirnya bunuh diri. Menjemput orang-orang yang dikasihi. Melepas rindu di alam yang berbeda.

Kurang lebih seperti itu salah satu sejarah lagu Nina Bobo. Sementara masih banyak versi yang berbeda. Terlepas dari hal tersebut, mari kita kontekstualisasikan dengan perkembangan zaman dan kehidupan. Bagaimana sesungguhnya nyanyian yang penuh misteri itu termaknai? Pembawa kedamaian atau justru menjadi suara kemunafikan?

Kita pasti sering dengar istilah "dininabobokan" atau "meninabobokan". Dengan begitu, berarti ada subjek yang melakukan dan objek yang dilakukan. Bisa bersifat negatif, bisa pula positif. Relatif. Tergantung situasi dan kondisi sebuah peristiwa yang sedang, akan, atau telah terjadi.

Nina Bobo bisa diartikan sebagai penyeimbang. Klimaks-antiklimaks. Menjadi penenang saat situasi sedang gaduh. Serupa adiktif dan akhirnya menimbulkan candu. Memberikan kedamaian, walau barangkali pendamaian itu adalah sebuah kemunafikan agar bobrok tak terlihat. Barangkali, demikian.

Hal tersebut seringkali dilakukan, terutama oleh para penguasa. Di Arab Saudi misalnya. Saat fenomena Arab-Spring terjadi dan seluruh negara di semenanjung arab sedang menuju demokrasi absolut, Raja Saudi ketakutan. Kekuasaan dan sistem kerajaan di negaranya terancam. Dia lantas meninabobokan rakyatnya dengan memberikan sembako secara cuma-cuma serta menggratiskan segala hal.

Demi melanggengkan kekuasaan, segala hal seperti wajib dilakukan. Mulai dari tata retorika yang baik hingga perbuatan heroik. Tak jarang, sebagian besar politisi dan penguasa di negeri ini kerap melakukan hal itu. 

Menganggap rakyat hanya sebatas objek yang mesti ditiduri, disenggamai, dan disetubuhi. Kemudian rakyat merasa nikmat dan kebutuhannya terpenuhi. Hal tersebut diperbuat guna mencegah kritik dan pemberontakkan. Baik dan buruknya perlakukan itu, mari kita renungi.

Begitu pula yang terjadi di perguruan tinggi atau institusi pendidikan. Peninaboboan acapkali terjadi. Mulai dari iming-iming nilai, beasiswa, hingga rangkulan ketenteraman. 

Perilaku itu selaras dengan pengebirian, pengerdilan, dan bahkan pemberangusan pikiran serta gagasan. Sehingga, kritik menjadi barang langka. Dan lantas memunculkan sikap acuh tak acuh. Atas nama stabilitas, peninaboboan kemudian dianggap sebagai suatu kedamaian.

Padahal, sesungguhnya bisa tidak demikian. Mungkin juga keadaan yang sebenarnya berbanding terbalik. Pemaknaan terhadap nyanyian Nina Bobo yang sesungguhnya bisa positif juga negatif. Relatif. Tergantung pada kondisi yang terjadi. 

Sementara itu, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Korek Universitas Islam "45" (Unisma) Bekasi akan mengajak masyarakat memaknai Nina Bobo. Namun, Teater Korek tidak memutlakkan kebenaran. Semua diserahkan kepada pikiran dan hati masing-masing individu.

Pada 22 Desember 2017 mendatang, Teater Korek mengadakan sebuah karya pementasan berjudul "Ruang-Raung". Pertunjukkan seni teater itu berangkat dari peristiwa keseharian yang sering dialami. Salah satunya soal peninaboboan yang kerap dilakukan kepada mahasiswa. Sehingga, mahasiswa seperti terlelap dan jauh dsri cahaya kebenaran. Semua menjadi cuek. Apatis. Acuh tak acuh. 

Silakan luangkan waktu anda untuk datang ke Laboratorium Teater Korek Unisma Bekasi, Jl Cut Meutia No 83, Kota Bekasi. Agar semuanya menjadi terang benderang. Siapakah pelaku peninaboboan itu? Siapa pula yang selalu meninabobokan dan dininabobokan?

"Nina Bobo. Oh, Nina Bobo. Kalau tidak bobo, digigit nyamuk," demikian liriknya. 

Bagaimana? Suara kedamaiankah? Atau kemunafikan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun