Seharian berpuasa membuat kita tak sabar untuk segera berbuka. Sudah berderet rencana menu berbuka dalam benak, menuntut lekas dieksekusi sebelum azan magrib tiba. Ternyata, bagi kami yang tinggal di perantauan lintas benua, tidak semudah itu. Ada aja yang tidak lengkap dan menuntut kreatifitas.Â
Merantau ke Mesir sebenarnya bukan lah ke tempat antah berantah yang amat asing dengan Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah mahasiswanya yang mencapai 8000 lebih (jumlah terbesar kedua setelah mahasiswa indonesia yang ada di Tiongkok), dan bertempat tinggal terpusat di beberapa daerah di Kairo.Â
Hal ini menjadi salah satu faktor situasi dan kondisi nya tidak terlalu jauh dengan di negeri Indonesia. Bahkan sudah seperti miniatur Indonesia karena jumlah itu diwakili oleh putra-putri bangsa dari seluruh penjuru nusantara.Â
Begitu pula dengan makanan. Banyak mahasiswa yang nyambi membuka tempat makan dengan makanan khas dan bumbu asli Indonesia, sehingga dengan mudah kudapan khas itu ditemukan. Hanya saja harganya relatif lebiha mahal dari pada harga yang beredar di Indonesia.Â
Namanya juga mahasiswa..Â
Skil memasak (aku sih) yang pas-pasan,Â
Uang bulanan kadang ada surutnya,Â
Dan banyak anggaran tak terduga lainnya membuatku harus memutar otak jika ingin berbuka dengan makanan khas Indonesia.Â
Walhasil, banyak kreasi aneh yang lucu tapi nyatanya enak juga.. Yuk boleh banget kalo mau coba di rumah..Â
Pino + Tempe Oreg
Berbeda dengan Indonesia, masyarakat Mesir mengonsumsi roti-rotian sebagai makanan pokok. Dari mulai roti isy hingga pino. Biasa dijadikan sandwich aneka isi (kecuali manis).Â
Pino sendiri merupakan jenis roti panjang tanpa isi yang harganya cukup terjangkau, hanya dengan EGP 1,00 (sekitar 800 rupiah) saja sudah bisa dapat 2 roti yang cukup mengenyangkan bagi saya.Â
Jujur, saat di Indonesia dulu  tidak ada sama sekali terpikir untuk makan roti dengan selain selai. Terlebih di lingkungan tempat saya bertumbuh tidak terlalu fenomenal dengan sandwich isi "sesuatu yang asin-asin".
Dan.. Pikiran aneh-aneh pun muncul semenjak tinggal di perantauan.Â
Misalnya bulan Ramadan kali kini, saya dan teman sekamar beberinisiatif untuk membuat tempe oreg sebagai persediaan selama sahur, tapi kadang juga dipakai untuk berbuka, agar lebih simpel dan gak perlu masak lagi selama sebulan penuh.Â
Biasanya asrama menyediakan makanan untuk berbuka berupa nasi dan ayam (tentunya dengan bumbu dan cara masak mereka yang kadang tidak bisa bersahabat dengan lidah saya). Â Tapi, saat tidak ada makanan, jadilah menu berbukanya adalah pino isi tempe oreg.Â
Aneh sih.. Tapi setelah dicoba rasanya enak.Â
Paduan rasa lokal dan internasional.. Hehe.Â
Bechamel + Sambal
Kolaborasi di antara keduanya tidak begitu aneh.. Terlebih sambal memang jadi penyelamat banget buat orang Indonesia. Sepertinya hampir semua pelancong atau perantau ke luar negri gak pernah lupa untuk masukin sambal di list barang bawaannya.Â
Bechamil sendiri lebih terkenal di Indonesia dengan sebutan "maccaroni schotel". Makanan ini biasanya dimakan dengan saus tomat, yang merupakan saos favorit orang Mesir.. Tapi, saat sampai di tangan kita, sambalin terus..Â
Roti + Nasi
Memadukan dua jenis karbohidrat sebenarnya bukan hal yang aneh. Seperti Nasi + Mie, Nasi + Kentang, atau Nasi + Kerupuk.Â
Tapi gimana ceritanya roti + nasi?Â
Bisa banget.. Kali ini bukan roti pino, tapi roti isy.. Roti tipis yang jika mengering bisa digoreng dan mirip krupuk. Orang mesir biasa menyebutnya dengan Isy tust.Â
Setelah digoreng sampai renyah, cukup dtaburi garam dan merica, bisa banget nemenin nasi hangat kalo lagi akhir bulan dan gak ada makanan di asrama.Â
Yah begitulah kreasi makanan tidak biasa ala saya.. Jadi kangen Ramadan di rumah hho
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H