Sedang ramai berita tentang dugaan perselingkuhan seorang publik figur dan rekan kerjanya dalam sebuah band.Â
Dari berbagai media yang membahas, diduga Mereka memiliki affair walaupun pihak-pihak berseberangan memberi fakta yang membuat masyarakat setengah yakin atau bahkan yakin atas itu semua.Â
Tetapi yang menarik bukan hanya hal dugaan perselingkuhan tersebut melainkan reaksi dan ramainya terutama untuk menerka-nerka karir yang bersangkutan tersebut.
Banyak cuitan di twitter, komentar di instagram serta postingan facebook yang dihiasi dengan hujatan, meme, tanggapan satir, sarkas serta mempertanyakan bagaimana nasib keduanya untuk kedepannya.
Sementara itu, banyak juga yang masih berdiri didekat publik figurnya demi memberikan dukungan penuh seperti dukungan moral. Keduanya bersilangan bersinergi dengan banyaknya berita berbagai macam versi hingga munculnya berita hoax tentang keduanya.
Sebenarnya, kasus perselingkuhan itu biasa dalam artian jika seseorang bukan publik figur. Bahkan dimana-mana di berbagai pemberitaan maupun langsung, perselingkuhan memang banyak terjadi.Â
Lahir juga dari kasus ini istilah pelakor yang berarti singkatan 'perebut laki orang' yang berarti istilah yang digunakan untuk perempuan genit yang selalu menggoda dan merebut pasangan orang lain. Tentu istilah ini disematkan bukan karena main-main dan ini sudah berarti parah sekali jika seseorang itu adalah publik figur.
Publik figur berarti orang yang bisa memberikan pengaruh secara langsung dan tak langsung dan mempunyai elemen masyarakat yang mengenalnya serta perilakunya akan selalu menjadi atensi publik.Â
Secara harfiah memang jika menjadi publik figur harus benar-benar menjaga sikap yang bahkan ada saja publik figur menyembunyikan sisi buruknya dibelakang khalayak umum.Â
Tidak mudah memang jika kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja terendus oleh publik dan media. Terlebih lagi di zaman era digital semua akan menyerbu media sosial dan pribadi yang bersangkutan dengan bermacam-macam tujuan.
Hukuman sosial sepertinya mau tak mau memang tak bisa dicegah. Hukuman sosial bukan berarti disengaja atau direncanakan namun lebih kepada hukum alamiah yang bisa jadi menjadi balasan.Â
Sebenarnya untuk masalah cyber bullying ataupun penghinaan itu juga tidak dibenarkan namun mau bagaimana lagi sementara banyak jari yang tidak bisa dibendung bukan? jelas sekali dan ini memang sekali lagi merupakan resiko publik figur.
Elemen masyarakat terutama di dunia maya melalui internet juga menjadi komponen penting. Karena memang elemen masyarakat yang memakai media sosial lah yang turut partisipasi dalam hukuman sosial.Â
Elemen masyarakat ini dikenal sebagai netizen yang terbagi banyak klasifikasi seperti fans, haters dan orang netral sebagai user saja.Â
Berbagai tingkah laku netizen itu sangat beragam sehingga seorang publik figur tidak akan bisa menyenangkan semua orang. Mengapa? karena ada haters dan jika berbuat kesalahan maka ada kelompok yang kecewa alias fans menjadi haters.
Lalu apa itu haters? haters itu secara definisi pembenci yang bersifat buta terhadap pribadi, karya dan semua yang dilakukan oleh publik figur. Haters lekat dengan istilah 'haters gonna hate' yang berarti haters akan bertugas membenci.Â
Namun haters kadang bukan selalu sekedar menjadi pembenci namun lebih kepada mengkritisi yang umumnya netizen yang netral.Â
Dalam suasana normal saja, kadang reaksi selalu berlebihan dan apa yang terjadi jika publik figur membuat kesalahan, skandal, kasus kriminal atau apapun yang merugikan? sudah bisa ditebak.
Dalam pembahasan semua netizen biasanya lebih berbau bullying dan satir serta sarkas. Berbagai bahasan pribadi publik figur, perilaku, jejak digital juga menjadi sasaran yang tak luput dari keganasan netizen.Â
Salah satu contohnya adalah cancel culture yang berarti menyingkirkan seseorang melalui kegiatan berhenti mendukung, memboikot dan menghilangkan pengaruh terhadap seseorang akibat perbuatan masa lalunya yang cenderung ofensif serta bermasalah.Â
Bentuk boikot dan penghentian mendukung lebih kepada karyanya, karir, keberadaannya serta apapun potensi dari seseorang tersebut. Cancel culture kadang diartikan sebagai hukuman alamiah alias sanksi sosial namun disisi lain bisa jadi mematikan jalan hidup masa depan seseorang yang bisa saja berubah lebih baik.
Setelah peristiwa tersebut memang ada beberapa ucapan atau komentar netizen yang menanyakan apakah karirnya akan tamat? bisa jadi Ya dan bisa jadi Tidak.Â
Karena memang basis fans akan selalu ada dan selalu memberikan support. Sementara di sisi lain kelompok kontra akan terus ada pula dan membuat spekulasi seseorang menjadi abu-abu.Â
Lalu apakah cancel culture itu diaplikasikan sebagai pelajaran atau sanksi yang kadang kelewat batas? menjadikannya pelajaran harus dari sudut pandang si publik figur bahwa semua ada resikonya dan hidup itu dinamis yakni ada yang mendukung namun ada yang berusaha menjatuhkan.Â
Tetapi dari sisi netizen haruslah disikapi bijak karena makna cancel culture itu cenderung dilakukan atas dasar bullying dan ikut-ikutan semata.Â
Doxing alias mengungkap identitas dengan berlebihan, call out alias membahas kesalahan atau dosa masa lalu, hate speech, SARA dan menyeret keluarga itu pun sudah banyak contohnya.
Tidak perlu jawaban untuk menentukan apakah cancel culture itu baik atau tidak, semua orang hanya perlu melihat fakta langsungnya dan bersikap menentukan apakah cancel culture ini layak atau tidak. Di mana ada lapisan sosial masyarakat, disitulah ada sanksi sosial karena sejatinya manusia hidup dengan bermasyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H