Mohon tunggu...
Muhammad Azry Zulfiqar
Muhammad Azry Zulfiqar Mohon Tunggu... Ilustrator - Independent Writer

Coffee, Fee, Fee muhammadazry34@gmail.com Blog: https://horotero.wordpress.com/ Bekerja dan mencuri waktu berselingkuh dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Berlabel "Rebel" Dianggap Keren

17 November 2020   15:37 Diperbarui: 17 November 2020   15:56 6019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu rebel? secara definisi singkat adalah pemberontak. Namun, secara luas dan dikalangan remaja dapat diartikan seperti jiwa-jiwa pemberontak serta kritis dan cenderung "semau gue" dikalangan manapun. Istilah ini sudah banyak digunakan di sosial media sampai tempat berkumpul bersama teman-teman. 

Awalnya, istilah rebel memang populer di luar negeri mengenai remaja yang terlihat "bad boy" sampai masa pubertas hingga kemunculannya melalui cuplikan-cuplikan film. 

Namun, ini bukan hanya soal istilah saja. Semakin hari semakin banyak tindakan yang mewakili kata lima huruf ini. Berbagai sikap penolakan dan jiwa-jiwa kritis yang dituangkan dengan cara yang salah banyak terjadi. 

Jika ini terjadi hanya di film itu wajar saja, namun bagaimana jika ini terjadi di dunia nyata? sungguh sangat mengganggu dan mengerikan karena rata-rata kasusnya agak menyenggol norma dan aturan bahkan cenderung kriminal. 

Jika rebel dalam artian kritis pemikiran untuk menanggapi sesuatu dengan normal maka itu sangat tidak masalah. Namun, ini sebaliknya yang sangat tidak diharapkan. Dalam kasus ini memang sangat mirip di dunia fiksi yaitu semua yang mengalaminya adalah kaum muda.

Berbagai contoh seperti melawan orang tua dan acuh terhadap nasihatnya, melanggar aturan sekolah yang berbau kedisiplinan, memakai narkotika, kekerasan dan apapun itu dengan tujuan "memberontak" kenormalan. Sampai Mereka pun sering berkata bahwa "menjadi normal itu membosankan" atau "keadaan yang normal itu membosankan" seperti itu. 

Tujuan mereka melakukan hal-hal seperti itu bukan lah untuk perubahan namun lebih ingin dipuji dan dianggap superior oleh kalangan sekitar. Lihat saja dikalangan pelajar, mahasiswa hingga dunia kerja yang rata-rata kalangan rebel paling banyak dibicarakan ataupun diingat kenangannya dalam reuni almamater ataupun alumni.

Kesalahan bukan kepada si pelaku saja namun kepada orang-orang sekitar juga yang seakan memberi aplause atau apresiasi kepada si pelaku sehingga pelaku menjadi haus pujian dalam hal yang negatif. 

Sampai banyak banyolan tentang survey laki-laki yang paling disukai wanita adalah yang "bad boy" ditambah dengan paras tampan pastinya. Rebel seakan menjadi adrenalin yang menghapus bayang-bayang resiko karena lebih mengutamakan anggapan "keren", berjiwa berani, anti-culun dan lainnya. 

Ada kalanya, hal yang terjadi karena pergeseran budaya ini terjadi karena pertunjukan publik yang seakan lumrah memiliki anak yang rebel. Memang, rata-rata lebih kepada ikut-ikutan dan ingin dikenal di kalangan sosial.

Bertahun-tahun lamanya dulu, dilabeli "rebel" seakan menjadi beban alias malu. Kenapa? karena memang seakan menjadi sanksi sosial bahwa nakal itu tabu, aib dan terlarang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun