Apa itu rebel? secara definisi singkat adalah pemberontak. Namun, secara luas dan dikalangan remaja dapat diartikan seperti jiwa-jiwa pemberontak serta kritis dan cenderung "semau gue" dikalangan manapun. Istilah ini sudah banyak digunakan di sosial media sampai tempat berkumpul bersama teman-teman.Â
Awalnya, istilah rebel memang populer di luar negeri mengenai remaja yang terlihat "bad boy" sampai masa pubertas hingga kemunculannya melalui cuplikan-cuplikan film.Â
Namun, ini bukan hanya soal istilah saja. Semakin hari semakin banyak tindakan yang mewakili kata lima huruf ini. Berbagai sikap penolakan dan jiwa-jiwa kritis yang dituangkan dengan cara yang salah banyak terjadi.Â
Jika ini terjadi hanya di film itu wajar saja, namun bagaimana jika ini terjadi di dunia nyata? sungguh sangat mengganggu dan mengerikan karena rata-rata kasusnya agak menyenggol norma dan aturan bahkan cenderung kriminal.Â
Jika rebel dalam artian kritis pemikiran untuk menanggapi sesuatu dengan normal maka itu sangat tidak masalah. Namun, ini sebaliknya yang sangat tidak diharapkan. Dalam kasus ini memang sangat mirip di dunia fiksi yaitu semua yang mengalaminya adalah kaum muda.
Berbagai contoh seperti melawan orang tua dan acuh terhadap nasihatnya, melanggar aturan sekolah yang berbau kedisiplinan, memakai narkotika, kekerasan dan apapun itu dengan tujuan "memberontak"Â kenormalan. Sampai Mereka pun sering berkata bahwa "menjadi normal itu membosankan" atau "keadaan yang normal itu membosankan" seperti itu.Â
Tujuan mereka melakukan hal-hal seperti itu bukan lah untuk perubahan namun lebih ingin dipuji dan dianggap superior oleh kalangan sekitar. Lihat saja dikalangan pelajar, mahasiswa hingga dunia kerja yang rata-rata kalangan rebel paling banyak dibicarakan ataupun diingat kenangannya dalam reuni almamater ataupun alumni.
Kesalahan bukan kepada si pelaku saja namun kepada orang-orang sekitar juga yang seakan memberi aplause atau apresiasi kepada si pelaku sehingga pelaku menjadi haus pujian dalam hal yang negatif.Â
Sampai banyak banyolan tentang survey laki-laki yang paling disukai wanita adalah yang "bad boy" ditambah dengan paras tampan pastinya. Rebel seakan menjadi adrenalin yang menghapus bayang-bayang resiko karena lebih mengutamakan anggapan "keren", berjiwa berani, anti-culun dan lainnya.Â
Ada kalanya, hal yang terjadi karena pergeseran budaya ini terjadi karena pertunjukan publik yang seakan lumrah memiliki anak yang rebel. Memang, rata-rata lebih kepada ikut-ikutan dan ingin dikenal di kalangan sosial.
Bertahun-tahun lamanya dulu, dilabeli "rebel" seakan menjadi beban alias malu. Kenapa? karena memang seakan menjadi sanksi sosial bahwa nakal itu tabu, aib dan terlarang.Â
Nilai-nilai dan norma seakan masih terbentang jelas untuk menghadang. Melanggar di sekolah saja zaman dahulu sudah bisa malu sekali. Kena marah sedikit sudah down, jauh dari rasa overproud atau bangga.
Tapi, perlu disadari bahwa rebel itu secara tak langsung merugikan diri sendiri. Sistem berjalannya seperti bom waktu yang akan menghajar pelaku di lain waktu. Walaupun banyaknya pujian atas aksi-aksi pelaku namun sebenarnya ada juga kalangan yang siap menegur, menertibkan bahkan menghukummu jika sudah keterlaluan.Â
Jangan lupa, setiap apapun itu ada yang namanya pro dan kontra. Setengahnya akan memberikanmu hukuman sosial yang memang seperti sudah sewajarnya.
Ketika beranjak tua, pelaku pasti agak malu dengan aksi-aksinya dulu saat Ia muda dan berharap anak yang dilahirkan dari istrinya bukanlah anak yang rebel.Â
Sejatinya, bersikap bebas itu silahkan tetapi banyak norma, aturan, hukum sosial, hukum adan dan lainnya dimanapun itu kecuali di planet lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H