Mengenai privilege sudah banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Apa itu privilege? Definisinya mudah untuk dicerna, privilege yaitu hak istimewa yang kalau mau dicontohkan kira-kira seperti ini:
A: Liat deh dia udah cantik pinter juga kan bisa kuliah diluar negeri!
B: Ah itu karena dia udah cantik dan bisa gitu karena lahir dari keluarga kaya!
Begitulah kutipan percakapan yang memaparkan definisi privilege. Definisinya tidak sulit dimengerti namun sangat sulit jika kita mengalaminya bukan? Kesal?Â
Bagaimana jika kamu yang biasa-biasa saja ternyata kalah nasib dengan teman kamu yang segalanya bisa "dimudahkan"? Pasti kan? Itu Dia.
Setelah sudah tahu definisinya maka pertanyaan selanjutnya ialah, "Apakah Kita termasuk yang memilikinya? Atau bahkan pernah mengalaminya sebagai 'korban'?"
Di antara dua pertanyaan tersebut pastinya memiliki banyak jawaban yang memang ujungnya antara si pemilik atau si "korban" yang iri atau terganggu dengan keistimewaan tersebut atau bahkan yang biasa saja bukan?
Artinya, Kalian memiliki hak istimewa tersebut atau bahkan yang tersingkirkan dari berbagai kompetisi gara-gara hal tersebut.
Istilah privilege muncul ke atas permukaan dan pembicaraan umum saat ini, penyebabnya? Apalagi kalau bukan pemberitaan atau publikasi foto-foto seorang selebriti, orang terkenal, influencer yang "dengan mudahnya" bisa berkuliah di luar negeri, menjadi langganan bintang tamu di talkshow kelas atas, perlakuan eksekutif, punya acara televisi dengan mudah serta meraih kesuksesan dan karir yang brilian dengan mudah.
Untuk hal-hal tersebut seperti kontestasi dan kompetisi wajar saja. Tidak perlu iri dengan semua itu, bahkan sebenarnya, mereka pun punya beban menyandang keistimewaan tersebut.
Mulai dari beribu mulut yang memuji untuk harus tetap sempurna, berbagai mata yang menyoroti sikap mereka, taring-taring tajam yang siap menerkam jika terjadi hal-hal yang tidak mengenakkan di publik dan berbagai macam cap stigma yang siap mendarat di kening-kening mereka jika keluar jalur.
Tetapi di sisi lain, muncul fenomena yang akhir-akhir ini yaitu, jika berbuat kriminal atau melanggar tak apa-apa asalkan tampan dan cantik yang banyak bertebaran, seakan menjadi tagline dan legitimasi umum saat ini.
Jika hak istimewa ini membuat sinis dan iri, bahkan melahirkan komentar-komentar negatif, maka cara yang paling ampuh adalah tidak usah melek pemberitaan kepada hal-hal yang seperti itu.
Kemudian, tanamkan kepercayaan pada diri sendiri bahwa orang-orang yang memiliki hak istimewa sebenarnya hanya punya peluang atau potensi, bukan hasil yang mutlak sukses. Tak menutup kemungkinan juga banyak yang gagal dan berat bebannya.
Mau tahu buktinya? Banyak kisah-kisah inspiratif tentang seorang bapak yang berprofesi sebagai tukang becak sukses menyekolahkan anaknya sampai S2.
Juga berita tentang komunitas difabel yang berprestasi walaupun memiliki keterbatasan dan jangan lupa juga orang-orang inspiratif yang dulunya hanya pedagang kecil atau bahkan dalam keadaan miskin namun kondisinya berubah 180 derajat saat ini.
Dengan kata lain, semua pasti bisa dan tak ada yang tidak mungkin. Perbanyaklah bacaan-bacaan inspiratif, namun janganlah kita alergi juga kepada mereka yang memiliki privilege.Â
Berikan apresiasi dan pujian kepada Mereka yang bisa menempatkan dirinya dan bijak dalam menggunakan privilege atau hak istimewanya.
Rasa iri itu memang tidak baik sama sekali. Namun dalam hal ini, cobalah iri dengan positif dengan kata lain tirulah kesuksesannya. Jika kalian yang tak punya hak istimewa bisa mencapai sukses, selamat! Kalian telah membuat iri para pemilik hak istimewa atau privilege dengan sangat jelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H