Mohon tunggu...
Artyaswari Setyawati
Artyaswari Setyawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya orang yang ceria. hobi saya berolahraga dalam mimpi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Book Review: Hukum Perikatan Syariah di Indonesia

13 Maret 2023   22:22 Diperbarui: 13 Maret 2023   22:30 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun macam-macam hukum perikatan syariah yaitu perikatan utang, perikatan benda, perikatan kerja atau melakukan sesuatu, dan perikatan menjamin. Perikatan utang ialah suatu bentuk perikatan yang objeknya adalah sejumlah uang atau sejumlah benda missal. Lalu, perikatan benda ialah hubungan hukum yang objeknya benda tertentu untuk dipindahmilikkan. Perikatan kerja ialah hubungan hukum antar dua pihak untuk melakukan sesuatu. Dan terakhir yaitu perikatan menjamin yang berarti suatu bentuk perikatan yang objeknya adalah menanggung atau menjamin suatu perikatan.  

Syarat akad ada beberapa yaitu syarat terjadinya akad, syarat sahnya akad, syarat pelaksanaan akad, dan syarat kepastian hukum. Syarat terjadinya akad ada dua yaitu khusus dan umum. Untuk yang khusus itu syarat yang harus ada pada sebagian akad dan tidak disyaratkan pada bagian lainnya, kalua syarat umum itu rukun-rukun yang harus ada pada setiap akad. Syarat sahnya akad yaitu jika terhindar dari 6 hal yang terdiri dari al-jahalah, al-ikrah, attauqit, al-gharar, dan al-syarthu al-fasid. Syarat pelaksanaan akad itu bisa dilakukan dengan tidak tergantung pada izin orang lain. Syarat kepastian hukum itu agar mempunyai kekuatan mengikat apabila ia terbebas dari segala macam hak khiyar.

Rukun akad menurut kompilasi hukum ekonomi syariah itu ada 4 yaitu pihak yang berakad, objek akad, tujuan pokok akad, dan kesepakatan. Pembagian aka dada beberapa kategori. Yang pertama berdasarkan ketentuan valid dan tidak validnya yaitu terdiri dari akad shahih dan akad tidak shahih. Yang kedua berdasarkan penamaannya yaitu akad musamma dan akad ghairu musamma. Yang ketiga berdasarkan motifnya yaitu akad tijarah dan akad tabarru. Yang keempat berdasarkan tujuan dan alasan dilaksanakannya suatu akad terdiri dari akad kepemilikan, akad melepaskan hak, akad pemberian izin, akad pembatasan, akad kepercayaan, akad kerja sama, akad penjagaan atau simpanan. Yang kelima berdasarkan zatnya terdiri dari akad ‘ainiyah dan akad ghairu ‘ainiyah. Yang keenam berdasarkan sifatnya terdiri dari akad pokok dan akad asesoir. Yang ketujuh berdasarkan segi terjadinya terdiri dari akad formalistic dan akad konsensual. Yang kedelapan berdasarkan pengaruhnya terdiri dari akad munjaz dan akad mudhaf’ila mustaqbal. Yang kesembilan berdasarkan pertanggungan terdiri dari akad dhaman, akad amana, dan akad muzdjah al-atsar. Yang kesempuluh berdasarkan tunggal atau tidak tunggalnya terdiri dari akad al-murakkab dan akad al-basith. Yang kesebelas berdasarkan unsur tempo dalam akad terdiri dari aqd al-zamani dan aqd al-fauri. Yang keduabelas berdasarkan dibolehkan atau dilarang terdiri dari akad masyru’ah dan akad mamnu’ah. Yang ketigabelas berdasarkan bentuk dan cara melakukannya terdiri dari akad-akad yang harus dilakukan dengan cara-cara tertentu dan akad-akad yang tidak memerlukan tata cara. Yang keempatbelas berdasarkan dapat tidaknya dibatalkan terdiri dari akad yang tidak dapa dibatalkan(‘aqduzziwaj) dan akad yang dibatalkan oleh kedua belah pihak. Yang kelimabelas berdasarkan tukar-menukar hak terdiri dari akad mu’awadlah, akad tabarru, dan akad yang mengandung tabarru’.

            Alasan berakhirnya akad itu terjadi jika berakhir masa berlakunya, dibatalkan oleh pihak yang berakad atau terjadinya pembatalan atau pemutusan akad (fasakh), salah satu pihak yang berakad meninggal dunia, dan jika ada kelancangan serta bukti pengkhianatan (penipuan). Adapun dampak akad terbagi menjadi dua yaitu dampak khusus dan dampak umum. Lalu akad memiliki prinsip-prinsip pembuatannya. Yang pertama dari segi subjek hukum atau para pihak yang membuat perjanjian. Mereka harus orang yang cakap melakukan pernuatan hukum juga identitas dan kedudukannya harus jelas. Kemudian, tempat dan syarat perjanjian dibuat untuk kebaikan. Yang kedua dari segi tujuan dan objek akad yaitu disebutkan dengan jelas tujuan dari dibuatnya akad dan diberikan kebebasan dalam menentukan objek akad. Yang ketiga adanya kesepakatan dalam hal yang berkaitan yang berisi waktu perjanjian, jumlah dana, meknisme kerja, jaminan, penyelesaian, dan objek yang diperjanjikan serta cara pelaksanaannya. Yang keempat pilihan hukum. Susunan kata perjanjian itu dimulai menulis judul kontrak atau perjanjian. Lalu diberikan bagian pembukaan dan jangan lupa diisi pendahuluan. Selanjutnya, isi atau materi kontrak atau perjanjian dan terakhir penutup.

            Jual beli adalah tukar menukar harta yang dimaksudkan untuk suatu kepemilikan, yang ditunjukkan dengan perkataan dan perbuatan. Dan menurut jika kompilasi hukum ekonomi syariah bai’ adalah jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang. Hukum jual beli adalah jaiz atau mubah ini berdasarkan dalil al-qur’an, sunnah, dan ijma’. Rukun jual beli menurut Prof. Dr. Hendi Suhendi ada 3 yaitu akad ijab Kabul, orang yang berakad, dan ma’kud ‘alaih. Sedangkan rukun jual beli menurut kompilasi hukum ekonomi syariah yaitu pihak-pihak, objek, dan kesepakatan. Untuk objek akad sendiri menurut Sayid Saiq harus mempunyai kriteria yaitu benda tersebut harus suci dan halal, bendanya bisa dimanfaatkan, benda tersebut milik yang melakukan akad jual beli, benda tersebut juga dapat diserahkan, benda nya jelas dari bentuk/keberadaan/spesifikasi dan harganya, serta benda tersebut sudah diterima oleh pembeli. Syarat objek menurut kompilasi hukum ekonomi syariah pasal 76 yaitu barang yang dijualbelikan harus sudah ada, barang yang dijualbelikan harus dapat diserahkan, barang yang dijualbelikan harus berupa barang yang memiliki nilai/harga tertentu, barang yang dijualbelikan harus halal, barang yang dijualbelikan harus diketahui oleh pembeli, kekhususan barang yang diijualbelikan harus diketahui, penunjukkan dianggap memenuhi syarat kekhusuan barang yang dijual belikan jika barang itu ada ditempat jual beli, sifat barang yang dapat diketahui secara langsung oleh pembeli tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut, dan barang yang dijual harus ditentukan secara pasti pada waktu akad.

Larangan dalam jual beli yang pertama yaitu yang jual beli barang yang diharamkan haram terdapat dalam Q.S An-Nahl : 115, Q.S Al-An'am : 119, Q.S Al-An'am : 145, Q.S Al-Maidah : 3 dan Q.S Al-Maidah : 90. Yang kedua kalangan menjual kelebihan air dan sperma binatang. Yang ketiga larangan berbuat curang dalam jual beli terdapat dalam Q.S al-Muthafifin : 1-3, Q.S Al-A'raf : 85, dan dan hadis Rasulullah SAW. Yang keempat yaitu larangan memaksa orang lain dalam jual beli. Yang kelima yaitu larangan gharar dalam jual beli, termasuk goror yaitu jual beli dengan cara melempar, jual beli dua syarat dalam satu transaksi, jual beli ikan di dalam air, jual beli buah yang belum masak, jual beli bulu binatang yang masih melekat di punggung binatang hidup, binatang yang masih dalam kandungan, jual beli barang yang tidak diketahui ukurannya, jual beli muhaqolah muzabanah dan tsunaya, serta larangan jual beli mulamasah Munabadzah dan muzabanah. Yang keenam yaitu larangan menjual anggur kepada pembuat minuman keras. Yang ketujuh yaitu karangan menimbun menimbun barang maupun menimbun uang atau emas. Yang kedelapan yaitu larangan menjual kepada orang desa, larangan najasyi, larangan menawar barang yang ditawar orang lain. Yang kesembilan yaitu larangan menjadi makelar dalam jual beli. Yang kesepuluh yaitu larangan jual beli yang mengandung riba. Yang kesebelas yaitu larangan bisnis ketika waktu salat Jumat telah masuk. Yang keduabelas larangan jual beli yang mengandung maysir. Yang ketigabelas yaitu larangan bisnis yang mengandung riba.

Menurut Prof. Dr. Wahbah Zuhaili dalam jual beli ada beberapa etika diantaranya yaitu tidak berlebihan dalam mengambil untung, jujur dalam jual beli, meninggalkan sumpah meskipun benar, ramah dan toleran dalam jual beli, perbanyak sedekah, mencatat utang dan ada saksi dalam jual beli. Adapun menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab pebisnis harus memiliki moralitas yaitu kejujuran, pemenuhan janji atau perjanjian, dan toleransi Keluwesan serta keramahtamahan. Selanjutnya khiyar dalam jual beli. Ulama membagi khiyar ada beberapa macam yaitu khiyar Al-Majelis, khiyar at-ta'yin, khiyar al-syarath, khiyar al-'aib, dan khiyar ar-ru'yah.

Pembahasan yang selanjutnya yaitu tentang akad pertukaran. Pertukaran ialah menukarkan sesuatu (harta benda) untuk tujuan kepemilikan. Nah, akad pertukaran adalah memperoleh sesuatu dengan memberikan sesuatu atau mengganti sesuatu dengan sesuatu yang lain. Yang pertama pertukaran 'Ayn (benda) dengan 'Ayn (benda) (Bai 'Ayn bi 'Ayn). 'Ayn merupakan objek pertukaran yang merupakan representasi dari barang atau jasa. Pertukaran seperti ini biasanya terjadi pada barter atau pertukaran barang dengan barang yang harus dilakukan dalam keadaan kualitasnya sama, jumlahnya sama serta diserahkan secara tunai. Yang kedua pertukaran 'Ayn dengan Dayn (Bai' Ayn bi Dayn). Pertukaran ini merupakan aktivitas yang paling lazim dilakukan dalam aktivitas bisnis. Dapat terjadi antara benda dengan pembayaran yang dilakukan secara berurutan atau sebaliknya. Yang ketiga pertukaran Dayn dengan Dayn (Bai' Al-Dayn bi Al-Dayn). Yaitu pertukaran dua hal yang tertunda, yang dimaksud tertunda di sini dapat terjadi pada pengalihan barang kepemilikan dan pembayaran tertunda.

Adapun produk pertukaran dibagi menjadi 5 yaitu jual beli murabahah, jual beli salam, jual beli Istishna', jual beli Sharf, ijarah dan Ijarah muntahiya bit-tamlik. Yang pertama jual beli murabahah. Murabahah adalah suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungannya yang diinginkan. Dasar hukum berlakunya murabahah terdapat dalam Q.S An-Nisa : 29, Q.S Al-Baqarah : 280, dalil hadis, dan dalil ijma'. Yang kedua yaitu jual beli salam. Salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang. Dasar hukum berlakunya jual beli salam yaitu Hadis Nabi SAW, dan ijma'. Yang ketiga yaitu jual beli Istishna'. Jual beli istishna' adalah jual beli barang dalam bentuk pesanan. Karena kemiripannya dengan salam sebagian besar ulama menganggap Istishna' adalah salah satu cabang dari salam. Dasar hukum Istishna' yaitu Hadits nabi riwayat Tirmidzi, Hadist nabi, kaidah fiqh, dan menurut Mazhab Hanafi. Yang keempat yaitu jual beli Sharf. Sharf adalah menjual nilai sesuatu dengan nilai sesuatu yang lain, menjual emas dengan emas, perak dengan perak, dan emas dengan perak. Maksud dari kata nilai atau harga adalah sesuatu yang diciptakan sebagai patokan harga. Sharf ini hukumnya mubah jika syarat-syaratnya terpenuhi. Syarat sharf yaitu valuta dan waktu penyerahan. Rukun sharf yaitu pelaku akad, objek akad, dan shighat. Dasar hukum sharf hadits dan ijma ulama. Yang kelima yaitu Ijarah dan ijarah muntahiya bit-tamlik. Ijarah adalah transaksi atas suatu manfaat yang mubah yang berupa barang tertentu atau yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan dalam waktu tertentu, atau transaksi atas suatu pekerjaan yang diketahui dengan upah dan diketahui pula jenis pekerjaannya. Sedangkan ijarah muntahiya attamlik adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan. Dasar hukum pelakunya akad ijarah yaitu Q.S Az-Zukhruf : 32, hadits, dan ijma' ulama. Syarat ijarah yaitu ijarah dilakukan oleh orang yang mempunyai hak tasharruf, manfaatnya dapat diketahui, diketahui upahnya, dan manfaat dalam ijarah adalah mubah, tidak sah manfaat yang haram. Rukun dari bicara sendiri yaitu shighat (akad ijab Qabul), muta'aqidain (dua pihak yang melakukan transaksi), ma'qud 'alaih (manfaat yang ditransaksikan), dan upah.

Selanjutnya akad percampuran dan produk-produknya. Akad percampuran ialah akad yang mencampurkan aset menjadi satu kesatuan yang kemudian kedua belah pihak menanggung risiko dari kegiatan usaha yang dilakukan dan membagi keuntungan atau pendapatan Sesuai dengan kesepakatan. Setiap akad percampuran harus memenuhi syarat yaitu masing-masing pihak yang berserikat berwenang melakukan tindakan hukum atas nama persekutuan dengan izin pihak lain, sistem pembagian keuntungan harus ditetapkan secara jelas baik dari segi nisbah maupun periode pembagiannya, dan sebelum dilakukan pembagian seluruh keuntungan merupakan milik bersama. Objek percampuran terdiri dari yang pertama percampuran 'Ayn dengan 'Ayn. Percampuran 'ayn dengan 'ayn dapat terjadi misalnya pada kasus seorang tukang kayu bekerja sama dengan tukang batu untuk membangun sebuah rumah. Yang kedua yaitu percampuran 'ayn dengan dayn bacaan surat ini dapat mengambil beberapa bentuk yaitu syirkah mudharabah dan syirkah wujuh. Yang ketiga yaitu percampuran dayn dengan dayn. Cara dayn dengan Dayn dapat mengambil beberapa bentuk yaitu syirkah mufawadhah dan syirkah 'inan. Adapun produk-produk akad percampuran terdiri dari musyarakah atau syirkah, mudharabah atau qiradh, muzara'ah, dan musaqoh. Yang pertama musyarakah atau syirkah. Musyarakah adalah persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kewenangan sejumlah harta seperti menjual dan lain-lain. Dasar hukum musyarakah ialah Q.S An-Nisa : 12, Q.S Shad : 24, hadis, dan ijma' ulama. Macam-macam musyarakah ada dua yaitu syirkah Al-amlak (persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan seperti jual beli, hibah, atau warisan) dan syirkah Al-uqud (akad kerjasama antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan). Yang kedua yaitu mudharabah atau qiradh. Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana kepada pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode untung dan rugi atau metode bagi pendapatan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.  Dasar hukum mudharabah adalah Q.S An-Nisa' : 29, Q.S Al-Maidah : 1, Q.S Al-Baqarah : 283, hadis, ijma' ulama, dan qiyas. Mudharabah memiliki dua macam yaitu mudharabah mutlaqah ( akad kerjasama dimana mudarib memberikan kekuasaan penuh untuk mengelola modal usaha) dan mudharabah muqayyadah ( angkat kerjasama di mana shohibul maal menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh mudhorib baik mengenai tempat usaha tujuan maupun jenis usaha). Yang ketiga yaitu muzara'ah. Muzara'ah yaitu menyerahkan tanah kepada orang yang menanami dan mengelolanya dan hasilnya dibagi dua. Dasar hukum dari muzara'ah yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari muslim dari Ibnu Abbas dan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Al-Nasa'i dari Rafi' ra. Adapun rukun muzara'ah yaitu pemilik lahan, penggarap, lahan yang digarap, dan akad. Yang keempat yaitu musaqah. Musaqah adalah transaksi untuk merawat pohon dengan upah sebagai buahnya. Dasar hukum musaqah adalah hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh imam muslim dari Ibnu Amr ra. Adapun rukun musaqah yaitu pihak pemasok tanaman, pemeliharaan tanaman, tanaman yang dipelihara, dan akad.

Pembahasan selanjutnya yaitu kontrak jasa di dalam kontak jasa ini kita akan membahas wakalah, hawalah, kafalah, rahn, ariyah, wadi'ah, ju'alah, dan qardh. Yang pertama yaitu wakalah. Wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan yang di mana akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai warganya dalam bertindak. Dasar hukum wakalah yaitu Q.S Al-Kahfi : 19, Q.S An-Nisa : 35, Q.S Yusuf : 55, Q.S Al-Baqarah : 283, Q.S Al-Maidah : 2, hadis-hadis nabi, dan ijma'. Pembagian makalah dibagi menjadi dua terdiri dari wakalah mutlaqah (perwakilan yang tidak terikat syarat tertentu), dan wakalah muqayyadah ( perwakilan yang terikat oleh syarat-syarat yang telah ditentukan dan telah disepakati bersama). Yang kedua yaitu hawalah. Hawalah adalah akad pengalihan utang dari pihak yang berhutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayar. Dasar hukum hawalah yaitu Hadits Riwayat Bukhari Dari Abu Hurairah, hadis nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr Bin 'Auf, dan ijma'. Adapun manfaat hawalah yaitu memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat dan simultan, Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan, dan dapat menjadi salah satu fee based income atau sumber pendapatan non pembiayaan bagi bank syariah. Resiko yang harus diwaspadai dari kontrak hawalah adalah adanya kecurangan nasabah dengan memberi invoice palsu atau wanprestasi untuk memenuhi kewajiban nasabah ke bank. Yang ketiga yaitu kafalah. Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dasar hukum kafalah yaitu Q.S Yusuf : 72, Q.S Al-Maidah : 2, hadis nabi riwayat Bukhari, sabda Rasulullah SAW, dan hadis nabi riwayat Tirmidzi dari 'amr bin auf. Jenis kafalah itu ada tiga yaitu kafalah Bi Taslim (jaminan pengembangan barang yang disewa), kafalah al-munjazah (jaminan mutlak yang tidak dibatasi jangka waktu tertentu), dan kafalah Al-mualaq (jaminan yang dibatasi jangka waktu tertentu). Yang keempat yaitu rahn. Rahn adalah pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang. Dasar hukum rahn yaitu Q.S Al-Baqarah : 283, hadis nabi riwayat al-bukhari dan muslim dari Aisyah ra, hadis nabi riwayat Al Syafi'i, al-daraquthni, dan Ibnu Majah dari abu Hurairah, hadis nabi riwayat jamaah kecuali muslim dan Al Nasa'i, dan ijma ulama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun