Mohon tunggu...
Artyaswari Setyawati
Artyaswari Setyawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya orang yang ceria. hobi saya berolahraga dalam mimpi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Perkawinan Perempuan Hamil

1 Maret 2023   19:50 Diperbarui: 1 Maret 2023   21:18 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PROBLEMATIKA PERKAWINAN PEREMPUAN HAMIL 

A. Pendahuluan 

Didalam Kompilasi Hukum Islam, pengertian perkawinan terdapat dalam pasal 2 dan 3 yang berbunyi "Perkawinan menurut hukum islam merupakan pernikahan, akad yang sangat kuat atau mitsaqon ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah"

Adapun pengertian perkawinan yang tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 1 yaitu "Perkawinan ialah ikatan lahir batij antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istei dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa"

Namun faktanya, zaman telah banyak mengalami perubajan, sebagaimana dapat disebut "Jahiliyah Modern". Yang pada zaman ini banyak terjadi kemaksiatan terkhusus di dunia remaja, maksiat yang membabi buta karena tidak ada kontrol pada nafsu syahwat. Dan tidak sedikit remaja yang melakukan kesalahan yang berdampak pada diri sendiri, maupun lingkunga sosialnya karena salah mengartikan kata cinta.

Pergaulan seperti ini bisa jadi mengikuti gaya pergaulan yang kebarat-baratan seperti tersebarnya perzinaan yang biasanya dianggap remeh oleh masyarakat. Seringkali kita mendengar, adanya wanita yang hamil diluar kawin, dengan cara menutupinya banyak yang mendatangi dukun dan dokter kandungan guna menghilangkan janin tersebut. Ada juga yang langsung melakukam pernikahan dengan pasangan yang sudah menghamilinya atau dengan orang lain untuk menutupi kehamilannya kepada masyarakat. 

Masalah seperti ini, tidak hanya perihal zina, namun tentang status  anak yang ada didalam kandungan dan status hukum pelaksanaan perkawinan dalam kondisi hamil tersebut boleh bagi wanita hamil untuk melangsungkan pernikahan untuk menyelamatkan status hidup dan nasib bayi agar mendapatkan hak yang sama dan menghindari dari perilaku deskriminatif.

B. Pembahasan 

1. Alasan pernikahan Wanita hamil terjadi di masyarakat

Berikut beberapa alasan mengapa ibu hamil menikah: Pertama karena kurangnya pendidikan; kurangnya pendidikan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kendala ekonomi yang memaksa orang  untuk bekerja daripada belajar; mahalnya biaya pendidikan – semakin mahal, semakin mahal – dan kurangnya kesadaran yang dibutuhkan orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Kedua, ketidakpedulian: citra diri seseorang sangat dipengaruhi oleh pergaulannya, sehingga penting untuk memilih teman yang baik untuk menanamkan sifat-sifat yang baik. Di sisi lain, jika Anda bersama orang yang mendorong Anda ke arah yang salah, Anda tidak akan akur. Selain ketiga pengaruh lingkungan tersebut, lingkungan manusia memiliki pengaruh yang penting. Masalah keempat adalah kurangnya pemahaman tentang agama. Ketika kita memahami ajaran agama kita, kita  meminimalkan tindakan yang dianggap bermanfaat dan merugikan menurut agama. Kelima, kemerosotan moral manusia karena kurangnya pengawasan orang tua. Sebagai tanggung jawab orang tua, orang tua harus memantau perilaku setiap anak, memperbaiki perilaku buruk dan menanamkan nilai-nilai moral. Keenam, perkembangan teknologi yang harus dikontrol oleh orang tua karena gawai bisa menimbulkan banyak dampak buruk. Saat ini teknologi sudah sangat maju dan banyak  berita bohong yang dapat merusak moral seseorang.

2. Penyebab terjadi pernikahan ibu hamil

Terdapat beberapa hal yang yang menyebabkan terjadinya perkawinan wanita hamil karena zinah diantaranya:

  • Untuk menutupi aib, Karena sudah hamil sebelum menikah.
  • Harus bertanggung Jawab dengan perbuatan yang dilakukannya, karena telah menghamili wanita tersebut, walaupun pada awalnya mereka tidak ingin sampai kehamilan ini terjadi, mungkin karena seringnya bersama sehingga hal-hal yang tidak diinginkan pun terjadi.
  • Untuk menutup malu karena merupakan aib bagi keluarga, baik bagi keluarga laki-laki terlebih bagi keluarga perempuan. Hal yang paling mendasar yang dijadikan alasan bagi seseorang menikahi wanita hamil karena zina adalah semata-mata untuk menutupi aib wanita tersebut dan keluarganya, bila aib sudah tertutupi melalui perkawinan yang sah, secara tidak langsung akan menimbulkan kebaikan-kebaikan tertentu, anak akan jelas statusnya dan ibu akan terlindungi nama baiknya.

Karena kehidupan free sex yang semakin meningkat dan dilakukan secara terbuka serta dengan penuh rasa bangga. Akibat dari semua itu maka banyak terjadi kehamilan diluar nikah yang menimbulkan kepanikan, baik bagi wanita yang bersangkutan maupun keluarga. Untuk mennghindari perasaan malu kepada masyarakat, maka mereka cepat-cepat dinikahkan dalam keadaan hamil.

Memang pergaulan di kalangan remaja dan anak muda sekarang sudah sangat mengkhawatirkan. Tidak sedikit di antara mereka yang terjebak dalam pergaulan bebas. Tidak heran jika banyak remaja yang masih usia belia telah menikah disebabkan hamil duluan hasil dari perbuatan zina.

3. Argument pandangan ulama tentang Wanita hamil

Pandangan mazhab Syafi'i

Imam Syafi'i dan ulama Syafi'iyyah berpendapat bahwa  wanita yang hamil karena zina diperbolehkan menikah, terlepas dari apakah dia menikah dengan pria yang tiba-tiba hamil atau dengan pria lain. kelahiran anak perempuan. selama perkawinan itu memenuhi syarat-syarat dan dasar-dasar perkawinan. Seorang wanita yang hamil karena zina tidak memiliki kewajiban hukum untuk melakukan iddah, dan juga diperbolehkan untuk menikahinya dan berhubungan seks dengannya.

Pandangan mazhab Hanafi

Menurut Imam Abu Hanifah, pernikahan wanita hamil adalah halal sampai pria yang membunuhnya menikahinya. Adapun laki-laki yang tidak melahirkannya, tetap sah menikahi wanita yang hamil karena zina, tetapi tidak boleh bersetubuh sampai dia melahirkan anak yang dikandungnya. Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa wanita yang hamil akibat zina tidak berutang iddahnya selama masa iddah, karena iddah berusaha melindungi keturunannya agar dapat menikahi wanita hamil tanpa harus menunggu iddah. Periode. Karena wanita yang hamil karena zina tidak termasuk wanita yang diharamkan untuk dinikahi, maka nikah wanita hamil adalah halal.

Pendapat mazhab Malik

Menurut Imam Malik bin Anas, ia  melarang keras pernikahan wanita hamil. Imam Malik berpendapat bahwa hukumnya batal karena perzinahan wanita hamil  terlepas dari apakah pria yang sudah menikah  menghamili wanita tersebut atau tidak.

Menurut konsep ini, wanita hamil di luar nikah harus menunggu kelahiran anaknya sebelum wanita hamil tersebut dapat memasuki upacara perkawinan. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa seorang wanita yang melakukan persetubuhan  berhak mendapatkan hukuman yang sama dengan persetubuhan agama, baik itu  akad palsu maupun akad fasid, sehingga ia mengalami masa iddah, seperti masa iddah pada umumnya.Pendapat mazhab Hanbali

Menurut Imam Ahmad bin Hanbal

menurutnya, dilarang menikah dengan wanita yang diketahui berzina, pria yang berzina dengannya, atau pria lain. dapat menikah dengan dua syarat: yaitu. habis masa iddahnya dan dia telah bertaubat, maka seorang wanita diperbolehkan menikah dengan laki-laki yang berzina dengannya atau laki-laki lain.

Pendapat ulama lain

Ibnu Hazm (Zahiriyah) mengatakan bahwa pezina dapat (secara hukum) menikah dan melakukan hubungan seksual dengan mereka selama mereka bertobat dan dicambuk karena mereka berdua melakukan perzinahan.

4. Tinjauan Secara Sosiologis, Religious, Dan Yuridis Pada Pernikahan Wanita Hamil 

Tinjauan Sosiologis Pernikahan wanita Hamil

Menurut perspektif masyarakat di era sekarang pernikahan wanita hamil sudah dianggap sebagai satu hal yang lumrah akan tetapi juga ada masyarakat yang tabu akan pandangan tersebut sehingga menimbulkan stereotip sosial tersendiri. Pernikahan wanita hamil sudah dianggap biasa karena masyarakat sekarang menganggap bahwa perzinaan dipandang sebagai suatu masalah yang mudah untuk diselesaikan dengan cara menikahkan orang yang berzina tersebut.

Tinjauan Religious Pernikahan Wanita Hamil

Dalam pernikahan wanita hamil para ulama mempunyai pandangan tersendiri untuk menjelaskan status pernikahan tersebut, berikut pendapat para ulama:

  • Imam Abu Hanifah menjelaskan bahwa menikahi wanita hamil hukumnya boleh jika yang menikahi adalah laki-laki yang menghamilinya. Tetapi bila yang menikahi wanita hamil tersebut adalah laki-laki yang tidak menghamilinya maka laki-laki tersebut tidak boleh mengaulinya hingga wanita hamil tersebut melahirkan.
  • Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa wanita hamil tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak akan menghamilinya kecuali wanita hamil tersebut  melahirkan anak dan  menyelesaikan masa iddah. Imam Ahmad menambahkan ketentuan lain bahwa wanita hamil  harus menebus dosa zina yang dilakukan olehnya.
  • Imam Asy-Syafi'i berpendapat bahwa wanita hamil boleh menikah dengan pria yang telah menghamilinya dan yang belum menghamilinya.Akan tetapi, jika bukan laki-laki  yang menghamilinya, maka hubungan seksual diharamkan sampai perempuan tersebut melahirkan.

Tinjauan Yuridis Pernikahan Wanita Hamil

Dalam tinjauan yuridis menikahi wanita hamil boleh asalkan sesuai dengan pasal 53 KHI, yang pertama seorang wanita yang hamil diluar nikah dapat di kawinkan dengan pria yang menghamilinya, kedua perkawinan dengan wanita hamil dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya, ketiga dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak kandung lahir.

5. Upaya generasi muda untuk membangun rumah tangga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama islam

Dalam membangun rumah tangga itu harus bisa saling menopang satu sama lain. Untuk menuju rumah tangga yang sesuai dengan regulasi hukum agama islam, kita harus mengetahui regulasi apa saja antara suami dan istri. Agar sesuai dengan peraturan dan hukum agama islam harus bisa sampai ke kata yang sering kita ucapkan atau baca yaitu Sakinah, Mawaddah, Warahmah. Kalau ketiga itu sudah terpenuhi menjalani rumah tangga Yang harus dilakukan anak muda sekarang dengan cara mengetahui dan memahami dulu ap aitu Sakinah? Apa itu mawaddah? Dan apa itu warahmah? . dan harus dengan kesadaran dari diri masing-masing untuk memahami regulasi dan hukum agama islam itu. Makna dari keduanya dan apa isi didalamnya. Lalu harus bisa membedakan antara hak dan kewajiban seorang suami dan istri. Dimana tugas membersihkan rumah dan merawat anak itu bukan hanya seorang istri akan tetapi dibagi sama rata. Dan istri pun harus percaya jika suaminya saat bekerja dan sebaliknya suaminya juga percaya jika sang istri mampu ditinggal dirumah sendiri. Dan semua itu harus didasari akan kesadaran diri akan hak dan kewajiban, juga harus saling percaya dan terbuka, serta komunikasi yang baik.   

Kelompok 4 HKI 4D

Muhammad Alim A.A     (192121104)

Artyaswari Annisa N.S   (212121123)

Nanda Difa Sahada          (212121126)

Fatimah Dewi Sarwanti (212121129)

Dzawaata Afnan                 (212121134)   

Desyana Rizky D                (212121144)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun