Mohon tunggu...
Artika Puspitasari Salsabila
Artika Puspitasari Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030046 UIN Sunan Kalijaga

Seorang anak perempuan kelahiran Kabupaten Fakfak yang senang bercerita kepada teman-temannya dan memberikan aura positif ke semua orang serta mempunyai bakat bernyanyi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gangguan Kecemasan akan Perpisahan dan Depresi pada Anak dan Remaja

4 Juni 2024   01:24 Diperbarui: 4 Juni 2024   02:13 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gangguan kecemasan akan perpisahan dan depresi adalah dua kondisi mental yang dapat memengaruhi anak dan remaja secara signifikan.
 
1. Gangguan Kecemasan akan Perpisahan
 
Gangguan kecemasan akan perpisahan, atau yang dikenal sebagai Separation Anxiety Disorder, adalah kondisi di mana seseorang, terutama anak-anak, merasa cemas atau takut ketika dipisahkan dari orang tua atau figur yang penting baginya. Beberapa ciri umum gangguan kecemasan akan perpisahan meliputi:
 
- Ketakutan yang berlebihan akan dipisahkan dari orang tua atau rumah.
- Gejala fisik seperti sakit perut, sakit kepala, atau mual ketika dipisahkan.
- Kesulitan tidur sendiri atau menjauh dari orang tua.
- Kecemasan yang berlebihan terhadap keamanan diri atau orang yang dicintai.


 
2. Depresi pada Anak dan Remaja
 
Depresi pada anak dan remaja adalah kondisi mental yang melibatkan perasaan sedih, kehilangan minat atau kesenangan, dan perubahan perilaku yang signifikan. Beberapa ciri depresi pada anak dan remaja meliputi:
 
- Perubahan mood yang ekstrem, seperti kesedihan yang berkepanjangan.
- Kehilangan minat dalam aktivitas yang sebelumnya disukai.
- Perubahan pola tidur atau makan yang signifikan.
- Perasaan putus asa, bersalah, atau tidak berharga.
- Pikiran tentang kematian atau bunuh diri.

detik.com
detik.com

Kehadiran orang tua di tengah-tengah keluarga merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap anak. Kehadiran mereka berperan penting dalam tumbuh kembang anak. 

Terlebih lagi, ketika masa kanak-kanak hingga remaja. Masa itu adalah masa dimana mereka masih membutuhkan sosok orang tua sebagai pembimbing yang nantinya akan mengarahkan jalan untuk menentukan pilihan hidup mereka di masa depan. Namun, tidak semua orang tua bisa memainkan perannya dengan baik. 

Nyatanya, masih banyak orang tua yang tidak sadar bahwa anak-anak mereka mengalami gangguan kecemasan berlebihan, salah satunya adalah kecemasan berpisah. Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang paling umum terjadi pada pasien muda, dimana gangguan itu sering terjadi pada bayi, anak-anak, atau remaja (Fadilah et al., 2023). 

Kecemasan dapat menimbulkan reaksi kognitif, psikomotorik, dan fisiologis yang tidak menyenangkan, seperti kesulitan berpikir logis dan kesulitan berkonsentrasi belajar. 

Kecemasan akan berpisah sendiri merupakan gangguan yang bisa memberikan dampak negatif pada individu yang mengalaminya, karena tidak hanya individu tersebut yang mengalami perubahan dalam hidupnya, mereka juga mengalami kecemasan karena jauh dari orang tua. Anak usia dini yang mengalami gangguan kecemasan berpisah dapat berkembang menjadi sosok orang dewasa yang tidak sehat mentalnya (Puspitasari et al., 2023).

Selain kecemasan berpisah, anak-anak dan remaja juga sangat rentan terkena gangguan depresi. Depresi pada anak-anak dan remaja dilatarbelakangi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor psikososial. 

Beberapa hal yang dapat dilihat pada seseorang yang mengalalami depresi yaitu, kehilangan minat beraktivitas dan selalu menganggap dirinya buruk. Sehingga kebanyakan seseorang yang mengalami gangguan tersebut akan susah memiliki teman dan akan memilih untuk mengurung diri sendiri. Pada masa ini, mereka sangat membutuhkan peran orang tua mereka untuk membantu mereka dalam memecahkan masalah.

Menurut American Psychology Association, berbagai penelitian epidimiologi menunjukan prevalensi gangguan kecemasan berpisah 4-5% pada anak-anak dan remaja. Menurut survey epidimiologi kanada (1999), prevalensi gangguan kecemasan berpisah adalah 4,9% pada anak usia 6-8 tahun dan 1,3% pada remaja usia 12-14 tahun (Fadilah et al., 2023). 

Pada penelitian Rahmadipta (2015) (dalam Cahyady & Mursyida, 2021), berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2013, gangguan kecemasan yang dialami oleh remaja di Indonesia yang berusia kurang lebih 15 tahun adalah sekitar 37 ribu penduduk dengan prevalensi gangguan kecemasan pada remaja di Jawa Tengah tercatat sebanyak 4,7%. 

Sedangkan, berdasarkan data Kemenkes 2013 menyatakan bahwa prevalensi penduduk yang mengalami gangguan mental emosional seperti ansietas dan depresi secara nasional adalah 6,0% dan Sumatera Barat memiliki angka 4,5% (Cahyady & Mursyida, 2021).

Beberapa tahun terakhir, prevalensi remaja yang mengalami depresi mulai meningkat. Salah satunya merupakan hasil penelitian Mojtabai, Olfson, dan Han (2016) (dalam Dianovinina, 2018) terhadap 172.495 remaja yang berusia 12-17 tahun dan 178.755 usia dewasa antara 18-25 tahun di Amerika Serikat, menunjukkan prevalensi terjadinya depresi pada remaja dan dewasa awal meningkat di tahun-tahun terakhir ini, yaitu dari 8.7% di tahun 2005 menjadi 11.3% di tahun 2014 pada usia remaja, dan dari 8.8% menjadi 9.6% pada usia dewasa awal.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Vardanyan (2013) (dalam Dianovinina, 2018) yang menggunakan 713 siswa di Armenia menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi kemungkinan terjadinya depresi adalah 16.7%, 6.2% adalah laki-laki dan 21.6% adalah perempuan. 

Dalam penelitian lain pada studi Los Angeles Epidemiologic Catchment Area Project, 20-25% orang dewasa dengan depresi mayor melaporkan bahwa episode pertama dari penyakit ini terjadi sebelum usia 18 tahun. Dalam sebuah tinjauan terbaru mengenai epidemiologi gangguan depresi pada anak-anak dan remaja, ditemukan bahwa angka kejadian depresi mayor pada anak-anak adalah 0,4-3,0%, dan 3,3-12,4% pada remaja (Bahls, 2002).

Berdasarkan penelitian (Emily & Mclaughlin, 2019) dan (Dianovinina, 2018), para orang tua memiliki beberapa strategi dalam menangani kecemasan perpisahan dan depresi pada anak-anak dan remaja. Strategi itu antara lain:

  • Strategi Afektif

Dalam strategi afektif, orang tua berfokus untuk menunjukkan cinta dan perhatian mereka secara eksplisit dan membangun kepercayaan serta ikatan dengan anak-anak mereka.

  • Strategi Verbal

Strategi verbal berfokus pada komunikasi yang dilakukan oleh para orang tua kepada anak-anak mereka.

  • Strategi Kognitif

Dalam strategi kognitif, orang tua membantu anak-anak mereka memahami perasaan dan situasi mereka. Mereka juga membantu mencari jawaban atas pertanyaan mereka melalui internet dan pengetahuan yang tersedia secara online. Strategi ini berkaitan dengan rasionalisasi dan penelitian.

Kehadiran orang tua dalam keluarga merupakan elemen penting bagi perkembangan anak, terutama pada masa kanak-kanak hingga remaja. Namun, tidak semua orang tua menyadari peran vital mereka, terutama dalam mendeteksi dan menangani gangguan kecemasan seperti kecemasan berpisah dan depresi yang umum terjadi pada anak-anak dan remaja. Gangguan ini dapat mempengaruhi kognisi, psikomotor, dan fisiologis anak, dengan dampak yang dapat bertahan hingga dewasa.

Data menunjukkan prevalensi gangguan kecemasan dan depresi meningkat, menyoroti perlunya intervensi orang tua. Para ahli merekomendasikan beberapa strategi bagi orang tua untuk menangani masalah ini: strategi afektif yang menekankan kasih sayang dan ikatan emosional, strategi verbal yang menekankan komunikasi terbuka, dan strategi kognitif yang membantu anak memahami dan mengelola perasaan mereka. Melalui pendekatan ini, orang tua dapat memainkan peran krusial dalam mendukung kesehatan mental anak-anak mereka.

3. Penanganan dan Dukungan
 
Untuk kedua kondisi ini, penting untuk mendapatkan bantuan dari profesional kesehatan mental, seperti psikolog atau psikiater. Terapi kognitif perilaku, terapi bicara, dan intervensi lainnya dapat membantu anak dan remaja mengatasi gangguan kecemasan akan perpisahan dan depresi. Dukungan dari keluarga, teman, dan lingkungan yang mendukung juga sangat penting dalam proses pemulihan.

Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal mengalami gejala gangguan kecemasan akan perpisahan atau depresi, segera konsultasikan dengan profesional kesehatan mental untuk evaluasi dan penanganan yang tepat. Jangan ragu untuk mencari bantuan dan dukungan yang diperlukan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun