Mohon tunggu...
Kebijakan Pilihan

Kampanye Adu Gagasan, Kenapa Tidak Terjadi?

7 November 2018   21:12 Diperbarui: 7 November 2018   21:22 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak adanya visi, misi, dan program yang akan mereka jalankan. Baik Jokowi dan Prabowo hanya sedikit mengutarakannya di depan publik. Tidak catatan tertulis mengenai visi dan misi mereka. Agaknya mereka tidak mampu lagi menulis karena kesibukan yang tiada henti. Namun agak mereka tidak mampu menulis dengan baik.

Kedua kandidatnya sejatinya adalah orang-orang pintar. Namun semua hanya berhenti di mulut. Mereka tidak mampu mengungkapkannya dengan bahasa tulis. Dan kalau mereka menulis biasannya dilakukan oleh staf ahli mereka.

Budaya menulis dalam beberapa hal tertinggal dari negara-negara lain. Negara-negara maju seperti AS, negara-negara Eropa, dan Jepang mempunyai perpustakaan hanya buka hampir 24 jam. Bangsa-bangsa maju di dunia telah memahami arti pentingnya kebiasaan membaca dan menulis bagi masyarakatnya.

Namun tak seorang pun kandidat yang memahami narasi, eksposisi, persuasi, dan argumentasi di sekolah-sekolah mereka. Mereka dibesarkan di era 1950-1960 menurut penyair Taufik Ismail adalahh bagian dari generasi nol buku yang rabun membaca dan lumpuh menulis.

Politik dagang sapi, transaksional, dan politik uang masih bercokol di dalam demokrasi kita. Bangsa ini telah melangkah jauh dari budaya agraris ke industri modern.. Ketidakmampuan menulis ini disebabkan oleh minimnya budaya baca masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia menanti buku mengenai visi, misi, dan program dari masing-masing kandidat. Hal ini agar bisa memilih dengan baik dan benar.

Para kandidat harus belajar menulis. Dengan menulis gagasan yang tadinya bersifat abstrak lalu dapat dikonkretisasikan. Menulis berarti mendekatkan otak dengan tangan. Simbol dari perbuatan atau tindakan memberi. Berbeda dengan bicara yang bisa dilakukan siapa saja. Para capres dan cawapres harus bisa menulis visi, misi, dan program mereka untuk ditawarkan kepada rakyat Indonesia. Sayangnya hal ini tidak terjadi di Indonesia.

Ada pepatah Rusia, "Segala pemikiran yang diucapkan adalah kebohongan." Apakah elit-elit politik Indonesia tidak bisa menulis? Untuk menguatkan manfaat menulis bagi generasi muda ada patutnya kita memahami peribahasa lain "Scripta manent, verba volant," yang tertulis akan mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin.

Pada capres dan cawapres seharusnya mempunyai gagasan atau konsep mengenai apa yang mereka lakukan untuk masa depan Indonesia. Seharusnya kampanye didasarkan pada adu gagasan atau konsep. Sayangnya apa yang terjadi malah sebaliknya. Rakyat dibuat bingung dengan perilaku masing-masing tim sukses.

Dalam sisa waktu berkampanye, kita berharap masing-masing kandidat mau mengubah pendekatannya. Sudah saatnya bangsa Indonesia menjadi cerdas!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun