Mohon tunggu...
Sosbud

Catatan Kebudayaan Islam di Indonesia

1 November 2018   19:00 Diperbarui: 1 November 2018   19:09 4303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebudayaan Islam bukan hanya tidak berkembang di Indonesia, tapi di seluruh dunia Islam. Saat ini dunia Islam sedang menghadapi masalah serius. Kebijakan 'perang melawan teror' yang dilancarkan AS dan negara-negara Barat telah membuat banyak negara Islam takut. Selain itu banyak negara Islam diguncang konflik politik yang parah antara kaum radikal, moderat, dan sekuler. 

Tak jarang situasi ini mengakibatkan terjadinya kekerasan. Kemiskinan dan keterbelakangan juga melanda negeri-negeri Islam. Hal ini menyebabkan terputusnya umat Islam dengan dunia luar. Rezim-rezim otoritarian yang memimpin negara-negara Islam mengakibatkan kebudayaan Islam mandek. Hampir tidak ada kebebasan berekspresi di negara-negara Islam yang dipimpin rezim otoriter. Setiap gerakan untuk menuntut kebebasan berekspresi selalu dikekang oleh rezim berkuasa dan para pemuka agama yang konservatif.

Sebagai contoh di Iran, pembuatan film selalu dikerangkeng berbagai macam aturan atas nama fikih. Film-film Iran berkebanyakan bertema rakyat kebanyakan. Selain itu ada film tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW yang sangat ketat aturan pembuatannya. Wajah Nabi Muhammad SAW tidak boleh ditampakkan karena beragam alasan. Sensor film berlaku amat ketat. Film-film Holywood tidak boleh masuk ke Iran. Perkembangan film Islam terkendala oleh aturan fikih yang ketat.  

Umat Islam di Indonesia boleh jadi lebih beruntung dibandingkan umat Islam di tempat-tempat lain. Umat Islam di Indonesia mempunyai kebebasan berekpresi lebih baik. Umat Islam dan ulama di Indonesia cenderung moderat. Justru praktik keislaman yang kaku dan keras tidak mendapat tempat di negeri ini. Banyak penyanyi, musisi, seniman, budayawan Islam yang bebas mengekspresikan dirinya dalam batas-batas tertentu. Ekspresi budaya lokal dan budaya Islam berpadu. Di Indonesia, ada grup musik 'Kiai Kanjeng' yang dipimpin oleh budayawan Emha Ainun Nadjib, grup musik sufi 'Debu', penyanyi Opick dan lain sebagainya. Namun ekspresi tersebut lebih banyak unsur hiburannya dibanding nilai-nilai agama.

Masa depan kebudayaan Islam kini tergantung pada generasi millenial yang sedang tumbuh dan melewati masa remajanya. Kebangkitan kelas menengah muslim saat ini berada di puncaknya. Acara-acara keagamaan laris manis dikunjungi oleh mereka. Mereka mempunyai pendapatan yang lebih dari cukup. Kelas menengah muslim dimanjakan dengan banyaknya mal, pasar swalayan, dan supermarket yang tumbuh di berbagai kota besar di Indonesia.

Generasi millenial agaknya sangat kreatif, inovatif,  namun kadang egoistik. Kebangkitan generasi millenial akan turut mewarnai masyarakat Islam di Indonesia. Mereka melek internet, gaul, dan modis. Mereka tidak melewati masa-masa seperti yang dialami generasi tuanya. Generasi millenial akrab dengan gawai dan internet. Mereka tidak bisa lepas dari teknologi. Mereka bekerja pada perusahaan-perusahaan bonafid atau bersekolah di lembaga pendidikan modern. Harapan kita patut kita sandarkan kepada mereka.

Dakwah Islam di Indonesia semakin semarak. Kebutuhan rohani masyarakat perkotaan memang besar. Mereka yang cenderung berkutat dengan materialisme kini mendambakan kedamaian dan ketenangan. Dan agama menyediakan itu semua. Gerakan-gerakan sufi modern bermunculan. Pengajian-pengajian ramai didatangi oleh generasi millenial dan orang-orang tua mereka.  Umat Islam telah menemuka momentumnya untuk bangkit kembali.

Namun menurut almarhum Cak Nur dan Gus Dur, kebangkitan umat Islam di Indonesia cenderung simbolik dan tidak mendalam. Umat Islam di Indonesia masih berkutat pada simbol-simbol keagamaan bukan makna hakiki dari keberagamaan. Umat Islam masih bagaikan buih di lautan. Masih belum berkualitas. Mayoritas muslim di Indonesia berada pada kelas menengah ke bawah. Dan metode dakwah kepada mereka pun berlainan.

Umat Islam di Indonesia memang beragam dilihat dari suku, ras, pekerjaan, lokasi tempat tinggal dan status sosial ekonomi serta afiliasi politiknya. Umat Islam di Indonesia tidak pernah satu. Definisi umat Islam sendiri menjadi kabur. Apakah umat Islam itu semua orang yang beragama Islam? Umat Islam di Indonesia memang rentan dengan perpecahan. Ada NU dan Muhammadiyah sebagai dua organisasi Islam terbesar di negeri ini. Kedua organisasi melakukan dakwah kultural kepada masyarakat Islam Indonesia.  

Kebudayaan-kebudayaan lokal nyaris punah. Kebanyakan karena tidak ada lagi penerusnya. Ini lonceng kematian bagi kebudayaan-kebudayaan lokal. Hanya sedikit generasi milenials yang mau melestarikan budaya adiluhung bangsa Indonesaia.

Globalisasi telah menghempas Indonesia. Bangsa Indonesia sudah sedemikian terbaratkan. Beragama media dari stasiun televisi dan internet bahkan nyaris tidak pernah menayangkan kebudayaan-kebudayaan asli bangsa Indonesia. Dominasi budaya Barat sedemikian dalam bercokol di dalam alam bawah sadar generasi muda Indonesia. Pemerintah sepertinya tidak memiliki strategi kebudayaan untuk melawan kebudayaan Barat. Indonesia telah mengadopsi demokrasi liberal yang sebenarnya tidak berakar dari kebudayaan Indonesia. Akibatnya di bidang kebudayaan, budaya liberal a la Barat terus menjadi panutan generasi muda Indoenesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun