Untuk menjawabnya, mari kita pecah menjadi sebuah konsep yang telah diusulkan Nietzsche sebagaimana eksistensialisme telah dibahas di atas.
Agar lebih bisa dipahami secara sederhana, kita akan menggunakan kerangka Beyond Good and Evil karya Friedrich Nietzsche. Nietzsche mengkritik moralitas tradisional yang dibangun di atas dualisme kaku antara "baik" dan "jahat" arkian mendorong manusia untuk melampaui batasan tersebut dengan menciptakan nilai-nilai baru. Ia mendorong individu agar hidup sesuai dengan jati dirinya, bukan berdasarkan ekspektasi sosial atau aturan yang diwarisi. Nilai otentisitas berarti menolak kemunafikan moral dan bertindak berdasarkan kehendak pribadi yang mendalam. Rick harus menghadapi dilema moralnya sendiri dan memutuskan apa yang benar bagi dirinya, bukan hanya menjalankan perintah sebagai pemburu android. Secara berkesinambungan—Dick selaku menulis—perjuangan agar manusia hidup secara otentik di tengah aturan yang memaksakan definisi moralitas tertentu. Maka—Skala VoightKampff, dari perspektif Nietzsche—ialah bentuk mempertahankan validitas aturan yang menempatkan manusia sebagai makhluk unggul dengan empati sebagai fondasinya (di samping itu ialah melalui reaksi fisik yang tidak akan pernah dimiliki oleh hewan; reaksi berupa mimik). Namun, moralitas semacam ini pada akhirnya menjadi dogma yang mengontrol manusia. Nietzsche akan mendorong untuk melampaui skala tersebut, memungkinkan manusia untuk menciptakan nilai baru yang tidak terikat pada definisi empati yang sempit. Jika skala dihapus, Nietzsche mungkin melihat ini sebagai peluang untuk menciptakan nilai baru, meskipun berisiko. Kehilangan skala dapat menyebabkan kekacauan moral, tetapi juga membuka jalan bagi manusia untuk mendefinisikan ulang kemanusiaan mereka secara lebih autentik, tanpa bergantung pada hierarki tradisional. Maka, sebut saja Skala VoightKampff membuat kabur antara yang "baik" dan "buruk" (di dalamnya sudah terkandung: "mengontrol" atau "tidak mengontrol").
Hal tersebut sama halnya dengan kehendak manusia untuk berkuasa (didefinisikan melalui buku Beyond Good and Evil), Rick, meniti interaksinya dengan android, didorong untuk melampaui batas pemahaman tradisional tentang "manusia" dan "mesin". Sebut saja, Rick adalah produk penulis yang dimanifestasikan dari will to power, di mana Rick menciptakan pemahaman baru tentang nilai kemanusiaan. Awalnya, Rick melihat android hanya sebagai mesin tanpa jiwa, yang secara moral sah untuk dimusnahkan. Namun, melalui interaksinya, terutama dengan Rachael Rosen, ia mulai mempertanyakan apakah android benar-benar berbeda dari manusia, terutama dalam hal perasaan, tujuan, dan keberadaan mereka.
Perjalanan Rick mencerminkan apa yang disebut Nietzsche sebagai "manusia superior" (Übermensch), yang berani menghadapi kehancuran nilai-nilai lama dan mengambil tanggung jawab untuk menciptakan nilai baru.
Kembali lagi dipertanyakan apakah hal tersebut dapat dikatakan "menafikan Tuhan"?
Jelas, jawabannya ialah: YA. Seperti yang kita ketahui, memang sudah dijabarkan di awal bahwa karya Nietzsche salah satunya mempertanyakan mengapa manusia berusaha untuk mencari kesempurnaan. Ialah karena ketidakpuasan itu sendiri.
HUMANISME
Sudah ketemu jawabannya?
Kalau membahas di atas, yang di mana eksistensialisme digambarkan sebagai suatu hal yang "rebellious" maka akan muncul pula pertanyaan. Tapi kita buat saja menjadi hal yang lebih praktis.
Apakah eksistensialisme menentang humanisme?
Jawabannya ialah: TIDAK.
Humanisme, dalam pandangan praktis, adalah sebuah sistem pemikiran yang menekankan pada nilai dan martabat manusia sebagai pusat dari segala hal. Ia berfokus pada potensi manusia untuk berkembang, berkarya, dan mencapai kebahagiaan melalui rasio, etika, dan kebebasan. Di sisi lain, eksistensialisme, sebagaimana diajukan oleh Sartre dan Kierkegaard, mendalami pencarian individu untuk menemukan makna dalam hidup melalui pengalaman pribadi dan kesadaran akan absurditas dunia.
Nietzsche, dalam Beyond Good and Evil serta Thus Spoke Zarathustra, mengkritik pandangan moralitas tradisional yang berdasarkan pada dualisme seperti "baik" dan "jahat", yang bisa dianggap sebagai akar dari humanisme. Humanisme cenderung melanggengkan nilai-nilai ini, yang bagi Nietzsche adalah pembatas bagi kehendak manusia untuk berkembang dan mencapai potensi penuhnya. Humanisme mendeklarasikan bahwa manusia harus hidup sesuai dengan prinsip-prinsip moralitas yang diwariskan dan diterima oleh masyarakat. Di sinilah kritik Nietzsche bermula: bahwa manusia, untuk menjadi Übermensch (manusia superior), harus melampaui nilai-nilai moral yang ada dan membangun nilai-nilai baru yang lebih otentik dan bebas dari norma sosial yang membatasi.