Mohon tunggu...
artha senna
artha senna Mohon Tunggu... Editor - Editor

Suka bepergian. Editor lepas

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Dipasena Lampung, Dulunya Tambak Terbesar di Indonesia

7 November 2023   16:52 Diperbarui: 7 November 2023   19:34 6056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang masuk Dipasena/Dok Pribadi

Akhir pekan lalu (3-5 Nov) berkunjung ke Dipasena. Dipasena berada di Kecamatan Rawajitu, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Jarak dari Kota Bandar Lampung menuju ke daerah tambak  Dipasena itu sekitar 142 kilometer dengan waktu tempuh mengunakan kendaraan roda empat sekitar 4,5 jam. Kondisi jalan menuju lokasi juga boleh dibilang cukup lumayan.

Saya berkunjung ke lokasi itu karena ikut rombongan yang akan mengunjungi sebuah gereja kecil di tempat itu, namanya Bajem Makedonia Dipasena, Lampung.

Perjalanan yang 4,5 jam dari Kota Bandar Lampung dimulai pukul 09.30 WIB. Saya menumpang travel jenis Innova. Lumayan nyaman karena duduk di depan di samping sopir.

Sopirnya bernama Hamdi Arifin. Hafal sekali seluk beluk Dipasena karena sejak kecil hingga SMA tinggal di sana. "Saya tahu persis kehidupan patambak di sana. Dulu zaman tahun 90-an, masyarakat petambaknya makmur. Dalam panen tiap tiga bulan bisa menghasilkan udang sampai 2 atau 3 ton. Tapi sekarang susah mas," kisahnya di perjalanan.

Dalam travel itu, saya juga bersama penumpang bernama Pak Alius (57). Iya menambahkan bahwa kondisi saat ini para petambak mandiri sulit. "Panen selama 3 bulan nambak tidak sampai 1 ton. Paling banter 8 kwintal,"katanya.

Lalu ia menambahkan ketika perusahaan tambak udang, yaitu PT Dipasena Citra Dermaja masuk sekitar tahun 92 atau 93, banyak orang berbondong-bondng datang untuk menjadi mitra dan karyawan. 

"Jadi dulu pegawainya sampai 10 ribu lebih dan belum termasuk para petambaknya. Bayangkan luas 16 ribu hektar lebih dibagi dalam 16 blok, mulai blok nol sampai blok 15. Di situlah udang dibudidayakan. Dan bahkan hasilnya diekspor ke luarn negeri dan Dipasena jadi terkenal. Semua di daerah itu terlengkapi, jalan, penerangan, rumah petambak, karyawan, pokoknya daerah Dipasena terkenal dan terlengkap deh. Tapi seiring waktu ketika pengelolaannya melenceng, mulai ada demo dari petambak sehingga akhirnya Dipasena itu tutup. Nanti kalau kamu ke sana akan lihat, jalannya udah banyak yang rusak, ada bangunan yang tak terawat bahkan ada tambak-tambak yang kosong. Tapi masih banyak juga petambak mandiri yang mengelolanya sampai sekarang," ujarnya.

Benar saja, perjalanan saya ke sana memang lewat jalan yang masih tanah. Karena tak turun hujan sejak beberapa lama, maka tanahnya berdebu tanah. "Tapi kalau hujan turun deras, jangan harap jalan ini bisa dilewati," kata Hamdi Arifin.

Jalan menuju wilayah Dipasena/Dok Pribadi
Jalan menuju wilayah Dipasena/Dok Pribadi

 

Tambak Mandiri

Apa yang disampaikan pak Alius memang benar adanya. Ketika berkunjung ke salah satu rumah yang di depannya tambak bernama pak Naga (57) ia mengaku kondisi saat ini memang berbeda dengan tahun 90-an lalu bahkan tahun 2000 lalu. 

"Metambak udang memang harus sabar, teliti dan tahu kondisi. Udang bisa mati sebelum panen. Kadang karena kuatir mati, ada petambak yang memanen udang di usia 2 bulan. Bisa dibayangkan ukuran udang yang sebesar telunjuk anak kecil dan beratnya tak seberapa," katanya.

Seorang petambak menebar jalan utk menngkap udang yang belum tiba masa panen/Dok Pribadi
Seorang petambak menebar jalan utk menngkap udang yang belum tiba masa panen/Dok Pribadi
Jika udang bisa panen, tambah pak Naga, iya bersyukur. "Ya disyukuri jika dalam tiga bulan bisa panen, karena banyak petambak   yang mengalami hal yang buruk. Tak kembali modal," ujarnya lirih.


Ketika ditanya berapa modal standar selama 3 bulan, pak Naga mengaku habis 30 juta. "Ya kembalinya kadang bisa jadi 35 juta tapi kadang hanya 15 atau 20 juta," akunya.

Apa yang disampaikan pak Naga juga diamini pak Darto petambak yang tinggal di blok nol. "Memang seperti itu kondisinya saat ini. Kami harus menerima kondisi bahwa menambakan banyak tantangan, cuaca, pakan, bibit, obat dan lainnya. Dulu ketika masih ada perusahaan semua hal kami dipasok tapi karena perusahaan dikelola dengan tidak baik oleh oknum-oknum sehingga yang dirugikan adalah petambak. Dan sekarang kita jadi petambak mandiri mengalami kesulitan. Tapi kita masih bersyukur jika masih bisa manen meski jumlahnya tidak seperti dulu lagi," ujarnya.


Menurut pak Alius, pak Darto dan pak Naga masih banyak petambak mandiri yang tetap bertahan meski kodisi belum pulih seperti beberapa tahun lalu. "Tahun ini memang menurut saya tahun yang cukup berat bagi kami petambak. Semoga tahun berikutnya akan berubah," ujar pak Alius.

Devisa ratusan juta dollar

Dalam catatan, Dipasena sebagai area tambak udang pernah berjaya antara 1985-1998, yaitu dengan menghasilkan 2.000 ton udang per bulan dan mengekspor 20 ribu ton per tahun. Bahkan, pada 1995/1996 ekspornya pernah mencapai rekor 25 ribu ton yang menjadikannya sebagai eksportir udang terbesar di dunia. Dan nilai devisa yang dihasilkan mencapai 300 juta dolar AS per tahun.

Impian para petambak untuk kembali berjaya di masa lalu belum sirna. Para petambak yang rata-rata usia 50 tahun ke atas masih tetap terus bekerja. Memberi pakan, obat-obat, menguras air dan menambah air supaya udang tetap hidup dan menghasilkan sesuai yang diharapkan.  

Petambak sedang melihat udangnya /Dok Pribadi
Petambak sedang melihat udangnya /Dok Pribadi

Tak hanya soal cuaca, pakan dan lainnya, petambak juga menghadapi bagaimana pengelolaan tambak yang dilakukan oleh kumpulan petambak dalam sebuah organisasi petambak di daerah itu. "Ya kami berharap organisasi bisa membantu keadaan ini. Karena sampai saat ini organisasi belum membantu secara maksimal kondisi kami," ujar pak Alius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun