Akhir pekan lalu (3-5 Nov) berkunjung ke Dipasena. Dipasena berada di Kecamatan Rawajitu, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Jarak dari Kota Bandar Lampung menuju ke daerah tambak  Dipasena itu sekitar 142 kilometer dengan waktu tempuh mengunakan kendaraan roda empat sekitar 4,5 jam. Kondisi jalan menuju lokasi juga boleh dibilang cukup lumayan.
Saya berkunjung ke lokasi itu karena ikut rombongan yang akan mengunjungi sebuah gereja kecil di tempat itu, namanya Bajem Makedonia Dipasena, Lampung.
Perjalanan yang 4,5 jam dari Kota Bandar Lampung dimulai pukul 09.30 WIB. Saya menumpang travel jenis Innova. Lumayan nyaman karena duduk di depan di samping sopir.
Sopirnya bernama Hamdi Arifin. Hafal sekali seluk beluk Dipasena karena sejak kecil hingga SMA tinggal di sana. "Saya tahu persis kehidupan patambak di sana. Dulu zaman tahun 90-an, masyarakat petambaknya makmur. Dalam panen tiap tiga bulan bisa menghasilkan udang sampai 2 atau 3 ton. Tapi sekarang susah mas," kisahnya di perjalanan.
Dalam travel itu, saya juga bersama penumpang bernama Pak Alius (57). Iya menambahkan bahwa kondisi saat ini para petambak mandiri sulit. "Panen selama 3 bulan nambak tidak sampai 1 ton. Paling banter 8 kwintal,"katanya.
Lalu ia menambahkan ketika perusahaan tambak udang, yaitu PT Dipasena Citra Dermaja masuk sekitar tahun 92 atau 93, banyak orang berbondong-bondng datang untuk menjadi mitra dan karyawan.Â
"Jadi dulu pegawainya sampai 10 ribu lebih dan belum termasuk para petambaknya. Bayangkan luas 16 ribu hektar lebih dibagi dalam 16 blok, mulai blok nol sampai blok 15. Di situlah udang dibudidayakan. Dan bahkan hasilnya diekspor ke luarn negeri dan Dipasena jadi terkenal. Semua di daerah itu terlengkapi, jalan, penerangan, rumah petambak, karyawan, pokoknya daerah Dipasena terkenal dan terlengkap deh. Tapi seiring waktu ketika pengelolaannya melenceng, mulai ada demo dari petambak sehingga akhirnya Dipasena itu tutup. Nanti kalau kamu ke sana akan lihat, jalannya udah banyak yang rusak, ada bangunan yang tak terawat bahkan ada tambak-tambak yang kosong. Tapi masih banyak juga petambak mandiri yang mengelolanya sampai sekarang," ujarnya.
Benar saja, perjalanan saya ke sana memang lewat jalan yang masih tanah. Karena tak turun hujan sejak beberapa lama, maka tanahnya berdebu tanah. "Tapi kalau hujan turun deras, jangan harap jalan ini bisa dilewati," kata Hamdi Arifin.
Â