Mohon tunggu...
Arta Yenta Harefa
Arta Yenta Harefa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Akuntansi/Universitas Mercu Buana/ NIM (43223010204)

Mahasiswa Sarjana S1-Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo Daito, S.E, Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 2 - Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle

25 Oktober 2024   01:43 Diperbarui: 25 Oktober 2024   03:11 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle

Secara umum, kepemimpinan sendiri merupakan bagaimana cara untuk memimpin yang berarti mengatur, mengarahkan, dan menuntun dalam menjalankan suatu tujuan yang akan digapai secara kelompok atau bekerja sama. 

Aristotle merupakan seorang filsuf Yunani kuno yang hidup pada tahun 384 Sebelum Masehi sampai 322 Sebelum Masehi. Aristotle dikenal juga sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan, dan merupakan salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah dunia filsafat dan sains. Banyak karya-karya dari Aristotle yang dijadikan sebagai pedoman hidup oleh manusia pada masa sekarang ini, baik itu dalam bidang filsafat, fisika, etika, biologi, psikologi, maupun politik. Kali ini kita akan membahas mengenai Gaya Kepemimpinan menurut Aristotle. Ia tidak hanya memberikan pemahaman bagaimana seharusnya seorang pemimpin itu, tetapi juga menyangkut berbagai hal seperti sifat dan karakter yang baik sebagai seorang pemimpin.

Menurut Aristotle, manusia merupakan "Zoon Politicon" (Hewan Politik) yang berarti manusia merupakan makhluk yang hidup dalam komunitas atau hidup sosial yang berarti tidak dapat untuk hidup sendiri. Konsep "Zoon Politikon" menekankan pentingnya etika dan moralitas dalam kehidupan publik, serta peran individu dalam membentuk dan berkontribusi pada masyarakat. Ada tiga tipe pengetahuan manusia menurut Aristotle, yaitu:

  • Theoritical (Teoitis)

Tipe pengetahuan ini yaitu pengetahuan yang berkaitan dengan kebenaran yang bersifat absolut dan universal serta prinsip-prinsip yang tetap atau tidak berubah. Misalnya seperti ilmu filsafat, ilmu matematika dan metafisika.

  • Practical (Praktis)

Tipe pengetahuan ini yaitu merujuk pada tindakan dan keputusan yang diambil dengan melibatkan pengalaman beserta kebijakan dalam situasi konkret di kehidupan sehari-sehari. 

  • Productive (Produktif)

Tipe pengetahuan yang terakhir yaitu pengetahuan yang berhubungan dengan menciptakan atau memproduksi sesuatu. 

Pengetahuan ini berfokus pada hasil dan kegunaan dari tindakan yang dilakukan. Misalnya seperti keterampilan dalam menghasilkan barang dan jasa seperti seni dan keterampilan yang dimiliki oleh manusia.


Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB

Berikut penjelasan dari gambar diatas:

Gambar tersebut merupakan konsep dari "11 Kebajikan Moral" dalam Nicomachean Ethics oleh Aristotle, yang digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan kepemimpinan. Aristotle menekankan bahwa kebajikan moral merupakan keseimbangan antara dua ekstrem, yaitu kelebihan dan kekurangan, dalam berbagai aspek kehidupan.

  • Pada gambar tersebut memiliki empat kolom, dimana:
  • Kolom pertama merupakan lingkup dari tindakan atau perasaan yang dialami oleh manusia (Sphere of action or feeling)
  • Kolom kedua merupakan kelebihan (excess) atau sikap yang berlebihan terhadap sifat dari kolom pertama
  • Kolom ketiga adalah keunggulan atau kebajikan (Mean: Moral Virtue) dari sifat tersebut yang menunjukkan keseimbangan dalam bertindak.
  • Kolom keempat adalah kekurangan (Deficiency) yang merupakan sikap yang kurang baik dari sifat-sifat tersebut

1) Fear and Confidence

- Keberanian dalam sifat ini berarti keseimbangan antara tindakan gegabah dan kepengecutan ketika menghadapi ketakutan.

2) Pleasure and Pain

- Kesederhanaan berarti menjaga kenikmatan tanpa berlebihan dan dapat dikatakan tidak merasakan apa-apa atau mati rasa

3) Getting and Spending (Minor)

- Kemurahan hati mengacu pada pemberian secara bijaksana tapi tidak terlalu boros atau terlalu pelit. 

4) Getting and Spending (Major)

- Keindahan dalam konteks ini berarti menggunakan kekayaan untuk tujuan yang layak dengan cara yang bermartabat. 

5) Honour and Dishonour (Major)

- Pemimpin yang agung memiliki martabat dalam menghargai dan menerima kehormatan.

6) Honour and Dishonour (Minor)

- Dalam konteks ini merujuk pada hasrat untuk meraih kehormatan yang layak tapi tidak  berlebihan atau apatis. 

7) Anger

- Kesabaran maksudnya merespons dengan dengan cara yang tepat dan bijaksana terhadap pancingan tanpa adanya amarah.

8) Self-Expression

- Konteks ini merujuk pada pengungkapan diri tapi tidak dilakukan secara berlebihan seperti terlalu percaya diri atau terlalu meremehkan diri

9) Conversation

- Kemampuan dalam berkomunikasi dengan cerdas maka akan mampu membawa percakapan atau komunikasi kearah yang lebih baik dan lebih menyenangkan.

10) Sosial Conduct

- Bersikap ramah akan membuat interaksi sosial yang menyenangkan tanpa terlalu merendahkan atau berlaku kasar

11) Shame

- Ini merujuk pada kesopanan yang tidak berlebihan dan membuat malu dalam bersikap dan bertindak

12) Indignation

- Ini merujuk pada reaksi tidak terima terhadap ketidakadilan, tetapi dalam konteks baik, yang tidak iri ataupun membenci.


  APA ITU KEPEMIMPINAN MENURUT ARISTOTLE?

Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB

Kepemimpinan menurut Aristotle adalah tentang bagaimana menggabungkan antara pengetahuan, kebijakan praktis, dan tindakan etis untuk mencapai tujuan yang lebih besar, yaitu kebahagiaan masyarakat. Aristotle mengajarkan bahwa pada dasarnya ada tiga cara yang teredia bagi seorang calon pemimpin, yaitu pada pidato atau argumennya (logos), kecenderungan emosional pendengarnya (pathos), dan karakter (ethos) yang di miliki. Karakterpembicara, seperti halnya pemimpin, adalah faktor yang mengendalikan; dan ia akan meyakinkan hanya sejauh ia menunjukkan kebijaksanaan praktis (phronesis), niat baik (eunoia) dan kebijakan (arete). Dengan demikian, Aristotle menuntut agar kompetensi teknis dalam menyusun pidato dan menyusun pidato dan menarik simpati audiens tidak dapat dipisahkan dari keunggulan moral dalam retorika ideal. Begitu pula dengan pemimpin ideal.

Berikut beberapa konsep gaya kepemimpinan menurut Aristotle yang dapat dipahami:

  • Practical Wisdom (Phronesis)

Aristotle menekankan pentingnya kebijaksanaan praktis dalam kepemimpinan. Seorang pemimpin harus bijak dan memiliki kemampuan untuk mengentahui apa yang baik dan buruk, sehingga ia mampu untuk melakukan hal benar pada waktu dan kondisi yang tepat disertai dengan alasan yang tepat.  Pemimpin yang memiliki Phronesis akan mampu membuat keputusan yang tepat dan bijaksana, yang tidak hanya mempertimbangkan hasil jangka pendek tetapi juga dampak jangka panjang bagi individu dan masyarakat. 

  • Etika dan Moralitas

Tentu etika merupakan hal yang paling penting yang harus dimiliki seorang pemimpin. Aristotle juga menekankan pentingnya etika dalam kepemimpinan. Seorang pemimpin harus memiliki etika yang terintegritas dan memiliki moralistas yang baik, agar mampu membawa organisasi yang dipimpinnya sampai ke puncak keberhasilan yang diinginkan. Artiya, ini menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak hanya tentang hasil yang dicapai, melainkan juga tentang proses beserta nilai-nilai yang diyakini.

  • Kombinasi Pengetahuan dan Tindakan

Kepemimpinan yang efektif menurut Aristotle adalah kepemimpinan yang mampu melibatkan kombinasi antara pengetahuan (sophia) dengan tindakan (phronesis). Seorang pemimpin harus mampu untuk mengggabungkan pengetahuan teoritis dengan pengalaman praktis untuk mengambil keputusan yang baik dan bijaksana.

  • Pengalaman dan Pembelajaran

Aristotle juga menyoroti pentingnya belajar dari pengalaman dan memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan berbagai alternatif dalam pengambilan keputusan. Pemimpin yang baik harus mampu beradaptasi dan berinovasi berdasarkan situasi yang dihadapi.

  • Kepemimpinan yang Disiplin 

Aristotle juga menekankan bahwa disiplin, keteraturan serta keptuhan terhadap aturan dan prosedur merupakan aspek penting dalam kepemimpinan. Tidak hanya mencakup kedisiplinan diri, melainkan juga kedisiplinan lingkungan yang menciptakan lingkungan yang teratur dan produktif bagi tim atau organisasi.

Ada yang menyatakan bahwa "melalui disiplin datang kebebasan." Pendapat ini menunjukkan bahwa dengan menerapkan disiplin yang baik, seorang pemimpin dapat menciptakan struktur yang lebih baik dan lebih bebas dalam mencapai tujuan mereka. Dengan menjadi disiplin juga memberikan kerangka kerja yang membantu orang untuk beroperasi secara efektif dan efisien.

  • Kepemimpinan dan Rasionalitas

Aristotle menekankan bahwa kepemimpinan harus mampu berpikir secara rasional dan etis untuk setiap mengambil keputusan, serta harus mampu mempertimbangkan dampak dari tindakan atau keputusan yang mereka ambil terhadap orang lain maupun masyarakat secara keseluruhan.

  • Pendidikan dan Pengembangan Diri

Dalam hal ini Aristotle juga mengatakan bahwa pendidikan sangat penting bagi seorang pemimpin dalam pembentukan pola pikir serta karakter yang lebih berintegritas. Pemimpin yang terus belajar akan dapat menghadapi tantangan dengan bijaksana.

Seorang pemimpin yang berpendidikan juga akan lebih mudah untuk memahami apa dan bagaimana sebenarnya kepemimpinan itu.


Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB
  • Kepemimpinan yang Adil (Justice)

Aristotle dalam karya nya yang berjudul The Nicomachean Ethics mengatakan bahwa sikap yang adil merupakan sebagai moral khusus yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, agar terciptanya rasa keadilan antara sesama anggota atau masyarakat, sehingga tidak ada yang merasa dikucilkan ataupun plih kasih. 

Aristotle dalam karyanya juga mengelompokkan keadilan menjadi dua, yaitu:

  • Keadilan Distributif

Keadilan distributif merupakan keadilan yang  berlaku dalam hukum publik., dan berfokus pada honor kekayaan, distribusi, dan barang-barang yang diperoleh oleh anggota masyarakat.

  • Keadilan Korektif

Keadilan korektif adalah keadilan yang berkaitan dengan pembetulan yang salah, seperti memberikan kompensasi kepada pihak yang dirugikan atau hukuman yang pantas bagi pelaku kejahatan. Artinya, ganti rugi dan sanksi menjadi bagian keadilan korektif berdasarkan pemikiran Aristotle.

  • Kontrol Diri (Moderasi)

Seorang pemimpin juga harus dapat mengontrol diri dari nafsu yang dapat merusak pola kepemimpinan mereka, serta agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, seperti terjadinya ketidak adilan antar anggota maupun masyarakat karena pengambilan keputusan yang tidak baik dan memberikan dampak negatif.

  • Keberanian (Courage)

Aistotle juga menekankan bahwa kepemimpinan harus memiliki keberanian dan bertanggung jawab dalam bertindak atau mengambil keputusan. Aristoteles berkata bahwa "Keberanian adalah kualitas manusia yang utama." Jadi, seorang pemimpin harus mengesampingkan atau mengubur dalam-dalam rasa takut yang ada pada dirinya, agar terciptanya kepemimpinan yang baik dan benar.



Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB
  • Berikut merupakan Latihan dan Pembiasaan Diri (Habitus) Leadership Aristotle

Habitus merupakan kebiasaan atau perilaku yang dilakukan berulang kali oleh seseorang dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, Aristotle mengatakan bahwa habitus seseorang juga sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap kepemimpinan yang berhubungan dengan karakter yang akan menuntunnya menjadi pemimpin yang sukses.

  • Proses Menjadi Manusia Baik:

Menurut Aristotle, pembentukan karakter yang baik adalah yang  dilakukan secara berulang dankonsisten. Manusia juga butuh tindakan yang dilakukan dan tidak hanya mengenai teori saja. Berikut adalah beberapa prosesnya:

  • Imitasi, Replikasi, Meniru

Pada tahap ini, seorang akan memulai dengan meniru perilaku baik dari orang lain, misalnya seperti tokoh panutan, atau orang terdekat. Ini menjadi langkah awal untuk mengenali dan mniru nilai-nilai kebajikan.

Dengan meniru perilaku baik seseorang, ini akan menjadi awal yang baik apabila dilakukan secara tekun dan konsisten.

  • Internalisasi

Tahap kedua adalah internalisasi, yaitu memasukkan nilai-nilai dan perilaku yang ditiru untuk diterapkan dalam dirinya sendiri. Nilai-nilai ini menjadi bagian dari cara berpikir dan pandangan hidup yang diyakini secara sadar.

Tahap kedua ini menjadikan seseorang akan lebih diuji unutk penerapannya dalam sehari-hari, sehingga membutuhkan fokus yang baik dan selalu konsisten.

  • Aksi

Kemudian tahap ketiga adalah aksi, yaitu nilai-nilai yang sudah diinternalisasi tadi diwujudkan dlam bentuk tindakan (aksi) nyata. Pada tahap ini seseorang mulai menerapkan kebajikan dari nilai-nilai tadi dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya dan menerapkan juga dalam proses pengambilan keputusan, yang menjadikan bentuk nayata dari kepemimpinannya.

  • Habit

Tahap terakhir, yaitu habit yang merupakan kebiasaan. Artinya pada tahap ini, tindakan yang diulang-ulang tadi sudah menjadi kebiasaan. Kebiasaan (habit) baik ini akan menjadi karakter yang membuat seseorang secara otomatis bertindak berdasarkan kebiasaan baik yang telah diterapkan tadi.

Seseorang sudah dapat disebut sebagai orang baik, karena sudah terbiasa dengan melakukan hal-hal atau berperilaku baik setiap harinya.


Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB

Konsep Leadership sebagai Practical Wisdom Aristotle dikenal sebagai Phronesis. Dalam konsep kepemimpinan, Phronesis merupakan kemampuan untuk bertindak dengan bijaksana dalam situasi nyata, serta menggabungkan pengetahuan dengan tindakan untuk mencapai hasil yang baik. 

  • Kombinasi antara Pengetahuan + Situasi + Aksi

Tujuna yang pertama, yaitu pemimpin yang baik dan bijaksana menggunakan pengetahuan mereka untuk menilai situasi dengan tepat dan kemudian mengambil keputusan atau tindakan yang sesuai.

  • Kombinasi antara Rasionalitas + Tindakan + Etika

Kedua, Phronesis menggabungkan logika atau rasionalitas dengan tindakan yang nyata, dibarengi dengan mempertimbangkan nilai-nilai etis agar memastikan bahwa keputusan yang diambil merupakan keputusan yang paling benar

  • Dilakukan Untuk Mewujudkan Kebahagiaan

Tujuan terakhir dalam kepemimpinan adalah untuk mencapai eudaimonia, yaitu kebahagiaan atau kesejahteraan yang baik bagi diri sendiri maupun orang lain atau masyarakat sekitar. Kebahagiaan ini menggamabarkan bahwa seorang pemimpinselalu merasa senang dan menikmati hari-harinya menjadi seorang pemimpin.


Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB

Lima jalan Pemimpin Menjadi Dan Melahirkan Practical Wisdom Aristotle

Berikut merupakan lima jalan agar menjadi pemimpin yang sesuai dengan prinsip Aristotle, yaitu:

1) Mengetahui Tujuan dengan baik, Visi Misi, Implementasi

Dalam konteks kepemimpinan, seorang pemimpin yang bijaksana tidak hanya memahami tujuan yang ingin dicapai, tetapi juga menyadari alasan di balik tujuan tersebut. Ini membantu mereka membuat keputusan yang benar dan relevan dengan konteks dan kebutuhan yang ada. Aristotle menekankan pentingnya phronesis atau kebijaksanaan praktis dalam menetapkan visi dan misi, dimana keputusan itu harus didasarkan pada kombinasi antara pengetahuan teoretis (sophia) dan juga pengalaman praktis. Implementasi yang baik menurut Aristotle memerlukan kemampuan untuk menilai situasi, mempertimbangkan pilihan yang tersedia, dan melakukan tindakan yang paling tepat untuk mencapai tujuan akhir. Pemimpin yang baik harus mampu menyesuaikan strategi dan tindakan mereka dengan situasi yang ada, tapi tetap memegang prinsip etika dan memikirkan tujuan untuk jangka panjang.

2) Mengejar Kebenaran

Seorang pemimpin menurut Aristotle adalah seorang yang mau dan terus berusaha untuk mencari dan mengejar kebenaran atau disebut juga bersikap jujur.  Dimana seorang pemimpin selalu memprioritaskan kepentingan bersama yang sesuai dengan fakta dan bertindak sesuaidengan keyataanya. Dengan menerapkan prinsip kebenaran ini, seorang pemimpin akan lebih disenangi oleh orang-orangmaupun masyarakat sekitar.

3) Memahami Situasi, dan common sense (Kebenaran umum pada masyarakat), dan tetap melakukan kritisi mencapai inovasi

Menurut Aristotle, seorang pemimpin harus dapat memahami situasi dengan memiliki "common sense" atau akal sehat terlebih dahulu untuk memahami fakta atau kebenaran yang ada pada masyarakat umum. Dengan begitu, seorang pemimpin dapat mengambil keputusan untuk berinovasi  dengan berpikir kritis dan tepat.

Pengambilan keputusan ini tentunya sudah dibarengi dengan sikap trgas dan bijaksan sebagai seorang pemimpin.

4) Belajar dari berbagai macam pengalaman

Ada yang menyatakan bahwa "guru terbaik adalah pengalaman." Seorang pemimpin biasanya selalu belajar dari pengalaman yang sudah dialaminya. Pengalaman dapat dijadikan sebagai motivasi untuk menjalankan hidup agar berjalan lebih baik lagi kedepannya. Dengan belajar dari pengalaman ini, seorang pemimpin menjadi lebih mudah untuk bertindak kearah yang lebih positif.

5) Memiliki kemampuan Devil Advocate (mempunyai banyak alternative), dan mengambil keputusan yang tepat

Dalam hal ini, berarti seorang pemimpin harus dapat menyelesaikan suatu masalah tidak hanya dilihat dari satu sudut pandang saja, tetapi mampu melihat dari sudut pandang lain beserta dengan resiko atau konsekuensinya. Sehingga seorang pemimpin akan mengetahui jalan untuk menyelesaikan masalah itu dan mengambil keputusan yang paling tepat.


MENGAPA KEPEMIMPINAN MENURUT ARISTOTLE ITU PENTING?

Kepemimpinan menurut Aristoteles penting karena berfokus pada kebijaksanaan, etika, dan tujuan yang lebih tinggi, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat. Pemimpin yang baik dapat memberikan arah dan inspirasi, serta menciptakan dampak positif yang luas dalam kehidupan orang lain. Kepemimpinan menurut Aristotle ini merupakan sikap dan sifat yang dibutuhkan oleh banyak orang dalam mencari pemimpin. Pemimpin yang dapat menerapkan konsep-konsep dari aristotle ini tentu saja akan menjadi pemimpin yang memiliki itegritas tinggi dan disenangi oleh banyak orang atau masyarakat.

Kepemimpinan menurut Aristotle dianggap penting karena menawarkan pendekatan yang komprehensif dan berbasis etika untuk membimbing perilaku manusia, baik dalam konteks pribadi maupun publik. 

1. Berfokus pada Pengembangan Karakter dan Kebajikan (Virtue Ethics)

  • Aristotle menekankan pentingnya karakter yang baik dalam kepemimpinan, yang berarti seorang pemimpin harus memiliki kebajikan (arete). Kebajikan mencakup kualitas moral seperti keberanian, kebijaksanaan, keadilan, dan kesederhanaan, yang diperlukan untuk membuat keputusan yang etis.
  • Pendekatan ini tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi juga pada bagaimana hasil itu dicapai. Pemimpin yang baik tidak hanya mengejar kesuksesan, tetapi melakukannya dengan cara yang benar dan bermoral.

2. Konsep Phronesis: Kebijaksanaan Praktis

  • Aristotle memperkenalkan konsep phronesis, atau kebijaksanaan praktis, sebagai salah satu kebajikan penting dalam kepemimpinan. Phronesis memungkinkan pemimpin untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam situasi konkret dan kompleks.
  • Dengan menggabungkan pengetahuan, pengalaman, dan pertimbangan moral, phronesis membantu pemimpin bertindak dengan tepat pada waktu yang tepat, serta untuk alasan yang benar. Hal ini penting karena situasi yang dihadapi oleh pemimpin sering kali tidak pasti dan memerlukan pertimbangan yang matang.

3. Pentingnya Telos (Tujuan Akhir)

  • Menurut Aristotle, setiap tindakan memiliki tujuan atau akhir tertentu yang disebut telos. Kepemimpinan yang baik berarti memahami dengan jelas tujuan akhir yang ingin dicapai dan memastikan bahwa semua tindakan dan keputusan mendukung pencapaian tujuan tersebut.
  • Fokus pada telos membantu pemimpin menetapkan visi yang jelas dan menyediakan arah yang tepat bagi organisasi atau masyarakat. Dengan demikian, kepemimpinan tidak hanya berorientasi pada tindakan, tetapi juga pada makna dan tujuan dari tindakan tersebut.

4. Mengembangkan Kebiasaan Positif melalui Latihan dan Pembiasaan Diri (Habitus)

  • Aristotle percaya bahwa karakter dan kebajikan terbentuk melalui pembiasaan. Seorang pemimpin yang baik tidak hanya lahir dengan sifat-sifat tertentu, tetapi mengembangkan kebiasaan baik melalui latihan yang berulang.
  • Latihan dan pembiasaan ini memungkinkan pemimpin untuk secara otomatis bertindak berdasarkan nilai-nilai kebajikan, sehingga mereka menjadi pemimpin yang konsisten dan dapat dipercaya dalam jangka panjang.

5. Relevansi dalam Konteks Sosial dan Politik

  • Kepemimpinan menurut Aristotle bukan hanya tentang mencapai hasil individu, tetapi juga tentang menciptakan kondisi yang baik bagi masyarakat secara keseluruhan. Kepemimpinan yang etis dan bijaksana berperan penting dalam mewujudkan eudaimonia, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan bersama.
  • Dengan menekankan nilai-nilai kebajikan dan tujuan bersama, model kepemimpinan ini mendorong pemimpin untuk memprioritaskan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi.

Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB


Preposisi Gaya Kepemimpinan (1)

  • Apa itu phronesis?

Phronesis adalah istilah Yunani yang berarti 'kebijaksanaan praktis' yang diperoleh dari pembelajaran dan bukti hal-hal praktis. Phronesis menghasilkan pemikiran yang inovatif dan kreativitas serta memungkinkan individu untuk memahami dan membuat penilaian yang baik tentang apa yang harus dilakukan dalam suatu situasi. Aristotle mengatakan bahwa phronesis merupakan kemampuan untuk berpikir dan bertindak sesuai dengan nilai dan moral, serta untuk mempertimbangkan hal-hal yang baik atau buruk bagi manusia.

  • Hubungan Kepemimpinan dan Phronesis

Dalam konteks kepemimpinan, phronesis adalah kemampuan untuk menilai situasi secara cermat, mengenali kebutuhan yang ada, dan menentukan tindakan yang paling sesuai untuk mencapai tujuan yang benar dan baik. Phronesis membantu pemimpin mempertimbangkan berbagai faktor yang relevan, seperti konsekuensi dari keputusan, nilai-nilai yang dipertaruhkan, dan kepentingan semua pihak yang terlibat, sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang tidak hanya efektif tetapi juga adil dan etis. Seorang pemimpin yang bijak dapat menentukan kapan saat yang tepat untuk bertindak dan kapan lebih baik untuk menahan diri, sehingga memastikan bahwa tindakan tersebut membawa dampak yang positif dan berkelanjutan. Pemimpin yang memiliki phronesis akan memprioritaskan keputusan yang membawa kebaikan bagi banyak orang dan tidak hanya berfokus pada keuntungan pribadi atau jangka pendek. 


Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB

Preposisi Gaya Kepemimpinan (2)

  • Pada preposisi gaya kepemimpinan yang kedua ini, Aristotle mengatakan bahwa seorang pemimpin mampu menghadapi masalah krisis, dan menyelesaikannya. Bukan lari dari tanggungjawab, menghindar dan lari dari masalah. Artinya, seorang pemimpin ialah seorang yang sanggup untukberpikir secara krisis dan rasional, serta memiliki karakter yang beretika dan bertanggungjawab.

Seorang yang bertanggungjawab dan dapat berpikir secara kritis akan mampu untuk meyelesaikan suatu masalah dengan lebih baik, dan telah mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan yang telah diambilnya. Artinya, seorag pemimpin telah memeberikan solusi terbaik.

Preposisi Gaya Kepemimpinan (3)

  • Pada gaya kepemimpinan yang ketiga ini, dikatakan bahwa berhubugan dengan hidup bersama-sama harus toleransi, dan apathi jika organisasi mau roboh dan hancur. Maksudnya disini bahwa toleransi itu sangat penting dalam kehidupan bersama seperti hidup bermasyarakat dan organisasi.

Pemimpin yang baik harus mampu memberikan dukungan kepada timnya, mendorong mereka untuk berinovasi dan mengambil inisiatif. Ini menciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif, di mana anggota tim merasa dihargai dan termotivasi untuk memberikan yang terbaik. Apabila pemimpin memiliki rasa toleransi yang baik, maka otomatis anggota nya juga akan mengikuti sikap yang diterapkan olehnya.


Dokpri, prof. Apollo UMB
Dokpri, prof. Apollo UMB

Preposisi Gaya Kepemimpinan (4)

  • Pada preposisi gaya keempat ini dikatakan bahwa Pikiran memiliki yang terdidik, mampu apresiasi, menjelaskan satu pikiran, meskipun belum tentu setuju dijalankan. Artinya, bahwa pemikiran setiap pemimpin itu sudah memiliki proporsi yang lebih kritis dan harus mampu berpikir dengan logika yang terbuka.

Seorang pemimpin sudah terbiasa atau terdidik untuk berpikir secara kritis  dan menemukan ide yang kreatif. Pemimpin selalu mempunyai ide yang cemerlang untuk menjelaskan suatu pikiran, meskipun belum tentu ppemikiran itu terwujud untuk dilaksanakan.

Preposisi Gaya Kepemimpinan (5)

  • Pada preposisi gaya kepemimpinan yang kelima ini, Aristotle menyatakan bahwa seorang pemimpin demi mencapai kehidupan yang lebih baik (berani ambil resiko): Harus diputuskan paling baik, dapat melakukan perang agar hidup memiliki implikasi pada kedamaian. Maksudnya adalah bahwa seorang pemimpin harus berani untuk mengambil resiko dalam pengambilan keputusan yang lebih baik, sekalipun itu memiliki resiko yang besar, seorang pemimpin pasti sudah mempertimbangkan keputusan tersebut secara kritis demi tercapainya suatu tujuan.

Misalnya pada gaya kepemimpinan lima tersebut, dikatakan bahwa pemimpin berani untukmberperang sekalipun demi terciptanya kedamaian. Jadi, sekalipun pemimpin mengambil keputusan dengan resiko besar, tapi keputusan itulah yang nantinya akan menjadi jalan untuk mencapai sebuah goal atau tujuan bersama dan demi kebaikan bersama baik dalam sebuah organisasi maupun demi kesejahteraan masyarakat.

Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB

Preposisi Gaya Kepemimpinan (6)

  • Pada preposisi gaya kepemimpinan yang keenam ini dikatakan bahwa, Pemimpin harus mempunyai kategasan, dan kejelasan dalam tiap Keputusannya. Artinya, bahwa seorang pemimpin herus bersikap tegas dan tidak ragu-ragu pada saat pengambilan keputusan. Ketegasan menunjukkan keyakinan dalam menilai situasi dan menentukan arah yang tepat.

Kejelasan dalam pengambilan keputusan membantu menghindari kesalahpahaman atau kebingungan di antara anggota tim, karena mereka tahu apa yang diharapkan dari mereka dan mengapa keputusan tersebut diambil. Dengan pengambilan keputusan yang jelas, pemimpin jadi dapat untuk menetapkan harapan yang realistis, sehingga memudahkan dalam mengevaluasi hasil keputusan dan mudah untuk mengambil lagkah berikutnya.

Ketegasan bukan berarti kaku, dan kejelasan bukan berarti sederhana. Keduanya memerlukan pertimbangan dan kebijaksanaan untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil tetap etis, strategis, dan sesuai dengan situasi.

Preposisi Gaya Kepemimpinan (7)

  • Pada preposisi gaya kepemimpinan yang ketujuh ini dikatakan bahwa ketidakmungkinan yang mungkin terjadi adalah hal-hal yang kelihatannya sangat tidak mungkin terjadi, namun hal tersebut tidak sepenuhnya berada diluar kemungkinan. Hal ini mengacu pada situasi atau keputusan yang pada awalnya terlihat mustahil, tidak masuk akal, atau sangat sulit untuk dicapai, namun, dengan adanya strategi yang tepat, keberanian, dan ketekunan, hal tersebut sebenarnya bisa direalisasikan. Dalam dunia kepemimpinan, ini sering melibatkan pemecahan masalah yang kompleks, inovasi yang signifikan, atau pencapaian tujuan ambisius. 

Ketidakmungkinan ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang benar-benar tidak dapat dicapai, melainkan sesuatu yang membutuhkan pendekatan yang kreatif, sumber daya yang tepat, dan usaha yang luar biasa untuk dapat dicapai. Tentu saja ini membutuhkan pemikiran yang lebih ekstra lagi.



Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB


Preposisi Gaya Kepemimpinan (8)

  • Pada Preposisi kepemimpinan yang kedelapan ini dikatakn bahwa seorang pemimpin harus mau ikhlas di kritik: kalau tidak mau dikritik, tidak usah berbicara apapun, tidak melakukan apapun, dan tidak menjadi apapun. Maksudnya disini adalah bahwa seorang pemimpin bukanlah hanya bergelar "pemimpin" saja, dimana dia merasa dirinya hanya pantas untuk mengatur segalanya tanpa boleh dikritik. Dia menganggap bahwa seorang pemimpin bebas memerintahkan anak buah nya, tanpa adanya campur tangan pemimpin.

Pemimpin yang berintegritas dan bijaksana harusnya menerima kritikan secara terbuka, karena dengan adanya kritikan tersebut, seorang pemimpin dapat mengevaluasi mengenai keputusan yang telah diambil, ataupun dapta menjadi jalan untuk seorang pemimpin mengevaluasi dirinya dalam pengambilan keputusan berikutnya agar menjadi lebih baik lagi.

Apabila seorang pemimpin tidak berkontribusi sedikitpun dalam pembuatan atau pengambilan keputusan, maka dipastikan bahwa dia bukanlah pemimpin yang baik, yang mebiarkan semuanya itu tidak ada artinya dan ujungnya tidak menjadi apapun, atau tidak memiliki hasil yang baik dan maksimal.

Preposisi Gaya Kepemimpinan (9)

  • Pada preposisi gaya kepemimpinan yang kesembilan ini, dikatakan bahwa apabila seorang pemimpin seorang pembohong, sekalipun ia berkata jujur, si pembohong tidak akan bisa dipercaya. Maksudnya adalah bahwa sifat kejujuran bagi seorang pemimpin merupakan suatu hal yang paling utama dan sangat penting. Apabila seorang pemimpin sudah dikenali karena pembohong, maka tidak menutup kemungkinan bahwa reputasinya akan rusak.

Kepercayaan sulit diperoleh kembali. Kepercayaan adalah pondasi yang krusial dalam hubungan antara pemimpin dengan para anggotanya, dan jika reputasi seorang pemimpin tersebu sudah melekat, sangat sulit untuk membangun kembali kepercayaan para anggotanya.

Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB

Preposisi Gaya Kepemimpinan (10)

  • Pada preposisi gaya kepemimpinan yang kesepuluh ini, dikatakan bahwa  mengenal diri sendiri adalah awal dari segala kebijaksanaan. Maknanya, jika kita memahami diri kita sendiri, termasuk dalam hal kelebihan dan kekurangan, nilai-nilai, ataupun emosi kita, itu merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam perjalanan untuk menuju kebijaksanaan yang lebih baik serta kehidupan yang lebih baik pula.

Dengan memahami diri sendiri, seorang pemimpin akan mampu untuk mengendalikan emosinya sendiri. Sehingga ia mampu untuk mengambil keputusan dengan bijak, karena dia memahami apa yang perlu, apa yang diinginkan dan memahami situasi dalam pengambilan keputusan yang tepat.

Preposisi Gaya Kepemimpinan (11)

  • Pada preposisi gaya kepemimpinan yang kesebelas ini, dikatakan bahwa kita adalah apa yang kita lakukan berulang kali. Jadi, keunggulan bukanlah sebuah tindakan, melainkan sebuah kebiasaan. Seperti yang sudah saya paparkan sebelumnya, bahwa ini menyangkut pada kebiasaan (habitus) dimana sikap atau sifat yang kita miliki saat ini adalah apa yang kita lakukan secara terus menerus.

Sikap dari seorang pemimpin dapat dilihat dari apa yang menjadi kebiasaanya. Seorang pemimpin yang berintegritas dan bijaksana, pasti memiliki kebiasaan yang baik, disiplin, serta bertanggungjawab atas kewajibannya. Ini merupakan tipe pemimpin yang menerapkan prinsip Aristotle dalam kehidupannya.

Preposisi Gaya Kepemimpinan (12)

  • Pada preposisi gaya kepemimpinan yang keduabelas ini, dikatakan bahwa kemandirian diri: "Kebahagiaan adalah milik mereka yang mandiri." Maksudnya ialah bahwa seseorang yang mampu hidup secara mandiri, baik dalam pemikiran, tindakan, maupun emosi, akan lebih mudah menemukan kebahagiaan dan kepuasan hidup.

Pemimpin yang memiliki sikap yang mandiri akan mampu menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik karena ia memiliki keberanian untuk menemukan solusi sendiri. Kebahagiaan tidak selalu bergantung pada yang selalu menguntungkan, tetapi juga kemampuan seseorang dalam mengatasi masalah dan terus maju meski sekalipun melewati proses yang sulit. 

 

 

Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB

Preposisi Gaya Kepemimpinan (13)

  • Pada preposisi gaya kepemimpinan yang ketiga belas ini dikatakan bahwa disiplin, tertib, sesuai aturan, sesuai taat prosedur akan menghasilkan kebebasan. Maknanya adalah eorang pemimpin yang mampu menanamkan disiplin dan keteraturan akan menciptakan lingkungan yang sehat, dimana semua orang akan memahami peran dan tanggungjawab masing-masing. Ketika aturan dan prosedur diikuti dengan konsisten, hal ini akan dapat meminimalisir kekacauan, kesalahan, serta pemborosan. Sehingga organisasi akan lebih fokus pada pencapaian tujuan jangka panjang.

Apabila pondasi berupa disiplin dan kepatuhan sudah kokoh, anggota tim atau organisasi dapat lebih bebas mengambil inisiatif dan menjalankan tanggung jawab mereka, karena mereka tidak lagi terbebani oleh masalah-masalah dasar yang seharusnya sudah diatasi oleh disiplin itu sendiri. Kebebasan ini bukan berarti tanpa batas, melainkan kebebasan untuk bertindak dengan penuh tanggung jawab dalam kerangka yang sudah ditentukan.

Preposisi Gaya Kepemimpinan (14)

  • Pada preposisi gaya kepemimpinan yang keempat belas ini dikatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki harapan(cita-cita) adalah mimpi saat manusia bangun. Maksundnya ialah bahwa sekalipun ia adlah seotrang pemimpin, ia juga harus memiliki harapan atau cita-cita yang ingin dicapainya, terutama harapan untuk memajukan organisasi atau lingkungan yang lebih sejahtera lagi misalnya.

Seorang pemimpin tidak hanya bermimpi tentang perubahan atau perbaikan, tetapi juga bekerja keras untuk mewujudkannya dengan langkah-langkah nyata dan strategi yang efektif. 


Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB


Preposisi Gaya Kepemimpinan (15)

  • Pada preposisi gaya kepemimpinan yang kelima belas ini dikatakan bahwa Jadilah bawahan yang baik, maka akan bisa menjadi pemimpin yang baik (mau dipimpin dan memimpin) "Dia yang tidak bisa jadi pengikut yang baik, tidak bisa menjadi pemimpin yang baik." Maksudnya ialah, jika dirimu sendiri ingin menjadi pemimpin, biasakan dirimu terlebih dahulu untuk dapat dipimpin.

Seseorang yang mudah untuk dipimpin atau dapat menjadi pengikut yang baik, adalah seseorang yang bisa dikatakan akan menjadi calon pemimpin, atau layak sebagai pemimpin, karena hal ini membuktikan bahwa ia memiliki sifat yang disiplin, taat aturan, dan bisa menjadi contoh bagi orang lain.

Seseorang yang mudah untuk di didik atau dipimpin biasanya adalah orang-orang yang mempunyai karakter baik dan mau untuk terus belajar hal-hal baru. Ini membuktikan bahwa ia akan menjadi orang yang dapat berpikir seacara kritis dan baik.

Preposisi Gaya Kepemimpinan (16)

  • Pada gaya kepemimpinan yang keenam belas ini, dikatakan bahwa kesabaran itu pahit, tapi buahnya manis. Kesabaran adalah tidak terlalu sering mengetuk-ngetukkan jari dan melihat jam, melainkan sedang melakukan suatu aktivitas sambil menuunggu perkemangan lain diwaktu yang bersamaan.

Maksudnya adalah bahwa seorang pemimpin tentu saja sering menghadapi berbagai situasi sulit yang membutuhkan ketahanan mental dan emosi yang ekstra. Kesabaran maksudnya mampu menahan diri, tidak beraksi secara berlebihan, dan selalu tenang dalam mengambil keputusan, sekalipun saat berada dibawah tekanan.

Pada proses ini mungkin akan terasa lebih berat, karena memerlukan pengendalian diri yang tinggi, namun dengan kesabaran ini nanti akan menghasilkan keputusan yang lebih bijak dan berdampak positif dalam jangka panjang.


Dokpri, Prof. Apollo UMB
Dokpri, Prof. Apollo UMB

Preposisi Gaya Kepemimpinan (17)

  • Pada preposisi yang ketujuh belas ini, dikatakan bahwa Anda tidak akan pernah melakukan apapun di dunia ini tanpa keberanian. Itu adalah kualitas pikiran terbesar setelah kehormatan. Pemimpin harus berani. Maksudnya adalah bahwa seorang pemimpin harus memiliki keberanian untuk mengambil keputusan yang sulit, menghadapi tantangan, dan bertindak dengan integritas, meskipun ada risiko atau konsekuensi yang mungkin timbul.

Pemimpin yang berani dapat menyampaikan visi dan keputusan mereka dengan jelas. Kepemimpinan yang berani akan berdampak positif bagi orang lain, karena sangat penting untuk membangun kepercayaan, serta dapat memotivasi para anggota dan akan mudah untuk mencapai tujuan atau harapan.

Keberanian akan membawa seorang pemimpin kepada kehormatan yang baik, karena telah berani dalam mengambil suatu keputusan dengan mempertimbangkan segala resiko dan konsekuensinya secara matang dan tepat.

Peposisi Gaya Kepemimpinan (18)

  • Pada preposisi yang kedelapan belas ini, dikatakan bahwa kesenangan pada pekerjaan menempatkan kesempurnaan dalam pekerjaan. Maksudnya adalah bahwa ketika seorang pemimpin menikmati apa yang mereka lakukan, mereka cenderung menghasilkan hasil yang lebih baik dan berkualitas. Tentu saja ini yang dikatakan bahwa tujuan kepemimpinan adalah untuk mencapai kebahagiaan.

Kesenangan dalam pekerjaan sering kali mendorong kreativitas. Pemimpin yang merasa senang akan lebih cenderung untuk berpikir di luar kotak dan mengembangkan solusi inovatif, yang dapat meningkatkan kualitas hasil kerja. Pemimpin yang menikmati pekerjaan akan lebih termotivasi untuk melakukan tugas dengan baik. Mereka cenderung berkomitmen lebih tinggi terhadap hasil akhir, yang dapat berkontribusi pada kesempurnaan dalam pelaksanaan tugas.

Pada dasarnya, kesenangan dalam pekerjaan tidak hanya meningkatkan kinerja individu pemimpin, tetapi juga berdampak positif pada tim dan organisasi secara keseluruhan, mendorong pencapaian yang lebih tinggi dalam kualitas dan kesempurnaan pekerjaan.


Bagaimana Cara Penerapan Gaya Kepemimpinan Aristotle Dalam Diri Sendiri?

Penerapan gaya kepemimpinan Aristoteles dapat dilakukan melalui beberapa langkah dan prinsip yang mencerminkan filosofi dan filosofi Aristoteles. Berikut beberapa cara penerapannya

  • Refleksi Diri

Luangkan waktu untuk merenungkan pengalaman dan keputusan yang diambil. Mana yang berhasil dan mana yang tidak? Belajar dari pengalaman ini akan membantu memandu keputusan di masa depan. Gabungkan pengetahuan dan pekerjaan. Usahakan untuk tahu cara menggabungkan pengetahuan yang Anda miliki dengan pekerjaan yang tepat. Artinya tidak hanya memahami teori saja, namun juga menerapkannya pada situasi nyata.

  • Tetapkan visi dan tujuan yang jelas

Tetapkan visi dan misi Anda. Apa yang ingin Anda capai dalam jangka pendek dan panjang? Tujuan yang jelas akan memandu tindakan dan keputusan sehari-hari dengan lebih mudah.

Jika Anda memimpin orang lain, Anda harus mengomunikasikan visi dan tujuan dengan jelas kepada tim Anda atau orang-orang yang bersama Anda, suapaya tidak ada kesalahpahaman antar orang-orang dalam organisasi atau kelompok.

  • Ambil risiko yang diperhitungkan

Jangan takut untuk membuat keputusan yang sulit atau berisiko. Karena seorang pemimpin harus memiliki sikap pemberani dan tegas. Pertimbangkan kemungkinan hasil dan bersiap menghadapi tantangan yang muncul. Seorang pemimpin harus memiliki rasa optimis terhadap apa yang mungkin terjadi, bahkan ketika situasinya sulit. Percayalah, dengan usaha dan strategi yang tepat, Anda bisa mencapai hal yang mustahil atau yang tidak mungkin menjadi mungkin.

  • Menerapkan prinsip etika dalam pengambilan keputusan

Pastikan setiap keputusan didasarkan pada nilai etika yang kuat. Ini membangun kepercayaan dengan kolega dan tim Anda. Pengambilan keputusan yang tepat akan menambah nilai pada diri Anda sendiri. Perhatikan pula dana coba untuk pertimbangkan dampak keputusan terhadap semua pihak yang terlibat. Cobalah untuk bersikap adil dan penuh perhatian dalam segala situasi, agar Anda bisa disebut menjadi calon pemimpin yang baik.

  • Menumbuhkan kreativitas dan pembelajaran:

Menciptakan lingkungan di mana ide-ide baru dihargai dan didiskusikan. Hal ini mendorong kreativitas dan inovasi dalam kelompok maupun individu. Ini akan membangkitkan rasa keadilan bagi anggota kelompok.

Belajar dari semua pengalaman, baik dan buruk. Gunakan pelajaran ini untuk meningkatkan diri Anda dan pengambilan keputusan Anda di masa depan. Pengalaman adalah guru terbaik.

  • Kembangkan keterampilan berpikir kritis:

Seringlah untuk melatih diri Anda seacara konsisten dalam menganalisis situasi secara kritis. Pertimbangkan pula  perspektif dan pilihan yang berbeda sebelum mengambil keputusan.

Cobalah untuk melihat situasi dari sudut pandang yang berbeda, termasuk sudut pandang yang berbeda dari sudut pandang Anda. Ini membantu dalam membuat keputusan yang lebih baik. Dengan menggunakan prinsip-prinsip ini, Anda dapat menciptakan jenis kepemimpinan yang mencerminkan filosofi Aristoteles, dengan fokus pada kebijaksanaan, etika, dan kemampuan menghadapi tantangan dengan keberanian dan keputusan. 

  • Pendidikan dan Pembelajaran 

Kepemimpinan adalah proses yang terus-menerus berkembang. Pemimpin harus selalu berusaha untuk belajar dan tumbuh, baik secara pribadi maupun profesional. Menjadi pemimpin tidaklah mudah, karena harus bisa berpikir secara kritis dan harus terus belajar pengalamaman-pengalaman sebelumnya.

  • Melatih Emosinal

Mulai sekarang, cobalah untuk melatih kesabaran Anda. Menjadi sabar memang tidak mudah, namun dengan Sabar, kita akan lebih mudah untuk mengetahui atau membaca situasi dalam pengambilan keputusan. Jangan mudah untuk terpancing emosi, karena akan berakibat fatal.

  • Sikap Disiplin

Seseorang yang disiplin merupakan salah satu contoh sikap yang amat penting dalam kepemimpinan. Displin, tertib dan teratur. Mulai sekarang cobalah untuk melatih kedisiplinan diri anda, misalnya dimulai dari mengatur jadwal mengenai kegiatan yang akan dilakukan untuk hari esok.

  • Harrus Berani

Jika Anda sering mengalami rasa takut dan ragu-ragu, cobalah untuk menghilangkan perasaan itu secara perlahan, karane bagi seorang pemimpin tidak ada keragu-raguan dan juga tidak ada ketakutan. Semua harus dilakukan secara berani, terutama dalam pengambilan keputusan, seorang pemimpin harus berani dalam pengambilan keputusan yang tepat, dan sudah mempertimbangkan segala konsekuensinya.

  • Memiliki Sifat yang Jujur

Menjadi seseorang yang memiliki sifat kejujuran yang tinggi adalah point penting dalam kehidupan kepemimpinan. Sebagai pemimpin tentu saja harus memiliki sifat ini karena pemimpin merupakan panutan oleh para pengikutnya. Jika seorang pemimpin ketahuan berbohong, itu sudah merusak citra dan reputasinya sendiri. Para anggota atau pengikutnya juga pasti akan merasa sangat kecewa. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa pemimpi itu akan selalu dianggap sebagai pembohong sekalipun ia berkata jujur.



Kesimpulan

Kesimpulannya adalah bahwa gaya kepemimpinan Aristotle, menekankan pentingnya karakter yang beritegrasi dan bermoral , serta memiliki sikap yang jujur, bertoleransi, dan tentunya harus bijaksana. Prinsip-prinsip dari Aristotle dalam kepemimpinan ini sangat membantu bagi para calon pemimpin. Dengan menerapkan Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle ini dalam kehidupan sehari-hari, seorang pemimpin dapat dikatakan menjadi pemimpin yang sukses, karena telah mebawadampak positif bagi organisasi maupun masyarakat sekitar.

Prinsip-prinsip dari Aristotle ini sangat direkomendasikan untuk para calon pemimpin, agar mereka tahu bagaimana cara dan menjadi seorang pemimpin yang beritegritas dan bijaksana. Pemimpin harus memiliki karakter yang kuat, mencerminkan nilai-nilai moral dan etika. Integritas dan kejujuran adalah landasan penting dalam membangun kepercayaan dan kredibilitas di antara pengikut. 

Ingatlah bahwa tujuan akhir dari menjadi seorang pemimpin adalah menjadi bahagia. Pemimpin yang bahagia dengan pekerjaannya, akan berdampak positif pula bagi para pengikutnya. Pemimpin sejati berorientasi pada kepentingan tim dan organisasi secara keseluruhan, menciptakan lingkungan kerja yang kolaboratif dan saling mendukung. 

Pendidikan sangat penting bagi seorang calon pemimpin. Pemikiran yang terintegrasi dan terdidik sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan yang baik, karena mempertimbangkan bukan hanya untuk jangka pendek, tetapi juga untuk jangka panjang.

pengambilan keputusan ini juga harus dibarengi dengan sikap tegas dan bijaksana.

Terapkan ini dalam dirimu "Dia yang tidak bisa jadi pengikut yang baik, tidak bisa menjadi pemimpin yang baik." Menjadi seorang pemimpin, harus terlebih dahulu mau dipimpin. Karena hal ini menunjukkan bahwa seorang yang mau dipimpin adala seorang yang disiplin, tertib, mau mengikuti aturan dan pastinya bijaksana dan dapat dicontoh. 

Seperti kata-kata motivasi dari guru yang pernah mengajar saya, mengatakan:

"Kalau mau jadi pemimpin, biasakan dirimu terpimpin"

C. Siallagan



Referensi ( Daftar Pustaka)

1) Wikipedia. Aristoteles

(https://id.wikipedia.org/wiki/Aristoteles)


2) Suhandoko, (2023). Pemimpin dan Kepemimpinan Menurut Aristoteles

(https://wisata.viva.co.id/berita/4314-inilah-pandangan-aristoteles-terkait-pemimpin-dan-kepemimpinan)


3) Aristoteles, (1996). Nicomachean Ethics. Terjemahan oleh W.D. Ross. Oxford

4) Prenadamedia, (2023). Aristoteles Pendiri Filsafat Ilmu

(https://prenadamedia.com/aristoteles-pendiri-filsafat-ilmu/)


5) SLPR News, (2023). Teori, Tujuan dan Fungsi Menjadi Pemimpin

(https://www.lspr.ac.id/tujuan-fungsi-kepemimpinan/)


6) Gramedia, (2024). Teori Keadilan menurut para Filsuf

(https://www.gramedia.com/literasi/teori-keadilan/)


7) wordpress, alejosison. (2017) Leadership, Character, and Virtues From an Aristotelian Viewpoint

(https://alejosison.wordpress.com/wp-content/uploads/2017/12/leadershipcharactervirtuesaristotelianviewpoint.pdf)




 

 

 
 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun