Sudah sekitar delapan bulan sejak tulisan ini dibuat, dunia dihebohkan oleh virus yang membuat semua orang repot. Kok repot? Seluruh aktivitas secara tiba-tiba harus dibatasi dan dilakukan dari rumah.Â
Bekerja, sekolah, seminar, konseling, sampai belanja sayuran pun semuanya dilakukan secara daring. Beruntung virus ini muncul di era serba digital seperti sekarang.Â
Coba bayangkan apabila ini semua terjadi di era kakek nenek kita yang semuanya masih serba analog? Tentu hidup akan berkali-kali lipat lebih repot. Bisa-bisa seluruh aktivitas terhenti, tidak ada lagi sumber pemasukan, dan anak sekolah tidak bisa memperoleh ilmu secara langsung dari bapak dan ibu gurunya.
Seperti mata uang koin yang memiliki dua sisi, era digital pun memiliki sisi pro dan kontranya sendiri. Disadari maupun tidak, seluruh kemudahan yang dapat kita nikmati sekarang tak bisa dipungkiri juga mendatangkan kerugian yang tak kalah besarnya.Â
Informasi dari konten digital dapat diakses hanya dari genggaman tangan. Sekali sentuh sebuah tautan, kita sudah dapat membaca artikel atau menonton video apa pun yang kita mau.Â
Apabila ingin tahu berita tentang Covid-19, tinggal ketik kata kunci yang diinginkan lalu kita dapat menemukan ribuan tautan yang bisa dipilih sesuai kebutuhan. Hal ini dapat dilakukan oleh siapa saja, sekalipun bapak dan ibu saya yang sudah berusia lebih dari setengah abad.
Informasi Virus Covid-19 yang tersebar pun sangat sulit untuk dikendalikan. Beruntung apabila yang ditemui adalah informasi dari sumber yang terpercaya, sehingga sudah teruji kebenarannya.Â
Sering kali, informasi yang beredar justru tidak jelas sumbernya. Tidak tahu siapa yang pertama kali membuat, tiba-tiba sudah ramai dibahas di grup aplikasi Whatsapp. Sayangnya, tidak semua orang (terutama orang Indonesia) kritis terhadap hal semacam ini.Â
Beberapa tahun belakangan kita semua akrab dengan istilah hoax di mana kemudian muncul ancaman dari ranah hukum bahwa pelaku penyebaran berita bohong ini dapat dijerat Pasal 28 ayat 1 dan dapat diancam pidana menurut Pasal 45A ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).Â
Belum lagi informasi yang diperoleh dari media lainnya seperti televisi, radio, dan media cetak yang sering kali menyajikan data yang berbeda satu dengan yang lainnya. Banjir informasi inilah yang kemudian memunculkan kebingungan di tengah masyarakat Indonesia.Â
Belum lagi ditambah dengan jumlah kasus positif yang terus meningkat setiap harinya. Hal ini semakin meresahkan, terutama untuk mereka yang lingkungan tempat tinggalnya termasuk dalam zona merah.