Kali lalu perempuan itu bertemu dengan seorang pria paruh baya berpakaian stylish. Jam tangan di tangan kiri, baju berkerah dengan penampilan sedikit ala kantoran berpotongan rambut 3,2,1.
Lalu, si pria menyambut dengan jabatan bersahabat layaknya sobat lama. Mempersilahkan duduk dengan santun dan laku yang pantas di ruangan 2 kali 1 yang nyaman. Ia menanyakan beberapa kegiatan pekan lalu dengan basa-basi seadanya.
Kemudian perempuan itu menyodorkan berkas untuk meminta tanda tangan persetujuan yang membuat rautnya sedikit tegang. Berkas itu sudah beberapa kali diubah dan kali terakhir telah hilang tak tahu rimbanya. Perempuan itu mengalah untuk mengadakan berkas yang terbaru.
Segera saja pria itu beranjak ke luar ruangan, memanggil koleganya yang lain. Perempuan itu dengan tulus menanti.
Pria dan koleganya kembali dan segera salah seorang dari mereka menandatangani dan berlalu demi melanjutkan kegitan yang jauh lebih penting.
Tinggallah perempuan dan pria itu.
Sedikit tersipu malu sang pria kala perempuan itu mengeluarkan bungkusan putih berisikan makanan hangat yang baru saja dipesan. Sang pria tidak menyangka akan diberi buah tangan sederhana yang bisa mengusir rasa lapar siang itu. Tanpa melirik, ia segera mencicipi makanan dan menelannya hanya dalam 3 kali kunyah. Lalu mulai menebarkan rangkaian kata untuk kerja-kerja gemilang di masa mendatang yang dalam angan bisa dilakukan bersama demi kedua pihak.
Kemudian secara spontan si pria berjanji akan memberi kabar sesegera mungkin agar si perempuan bisa terlibat. Ia akan memberikan alamat surel untuk menjalin kerjasama di program selanjutnya.
Singkat cerita, si perempuan segera beranjak meninggalkan lokasi pertemuan dengan senyum optimis di bibir tipisnya. Meskipun ada sedikit tanya terlintas dibenak perempuan itu saat beberapa nama yang ia sebutkan tidak bisa dihadirkan di ruang mungil itu. Salam perpisahan terucap ringkas.
Sesampainya di gedungnya yang menjulang tinggi, si perempuan menanyakan kembali program yang dibicarakan melalui media sosial untuk diteruskan kepada pimpinannya.
Satu dua jam kemudian, tidak ada tanda-tanda balasan apapun dari si pria.
Perempuan itu kembali melanjutkan kerjaannya yang lain sembari optimis ada kejelasan lanjutan. Mungkin besok ada kabar.
Hari selanjutnya, perempuan itu kembali menanyakan meskipun ia tahu hasilnya nihil.
Terlintas dalam benaknya raut wajah si pria yang tampaknya meyakinkan, bersahabat dan bisa memegang kata.
Perempuan itu ingat mengenai kronemik dalam komunikasi non verbal dalam ilmu komunikasi. Jika seseorang tidak menghargai waktu orang yang menjalin relasi dengannya, maka ia sebenarnya tidak menghargai pribadi orang itu. Â
Pasca pertemuan, pria itu hilang kabar dan mengabaikan waktu si perempuan yang sedang menanti kabar sesuai yang dijanjikan. Perempuan itu kembali tersenyum tipis.Â
Ah, memang MUNIK (MANUSIA ITU UNIK).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H