Filsafat Sokrates merupakan peralihan dari masa filsafat Pra-Sokratik(sebagai filsafat alam) ke masa filsafat Sokratik(sebagai filsafat antroposentris). Filsafat ini memiliki perhatian utama dalam mencari hakikat kehidupan manusia menggunakan pendekatan rasional. Banyak pembahasan yang dikaji dalam era ini: Manusia, Sosial, Etika dan dll.
1.Riwayat Hidup
Sokrates(470-399 SM). Ia merupakan Filsuf yang sangat banyak mendapat perhatian, sekaligus menjadi guru dari banyak filsuf setelahnya. Sokrates sama sekali tidak menulis pemikirannya, semua pemikirannya dituangkan dalam praktik dialog.
Itu karena Sokrates mempunyai metode maieutike tekhne (Seni kebidanan), Sokrates percaya bahwa ilmu terdapat dalam diri manusia, bukan dari orang lain. seperti contoh; Seorang bidan hanya pembantu dalam persalinan, ia hanya membantu seorang ibu untuk mengeluarkan bayi-nya. Begitu pun dengan ilmu. Walaupun Sokrates sama sekali tidak menulis pemikirannya, namun kita bisa membaca riwayat hidup dan ajarannya dalam karya-karya muridnya, seperti: Aristophanes, Xenophanes, Plato, dan Aristoteles.
Sokrates memiliki kepribadian yang sangat sederhana, hampir setiap hari ia berjalan tanpa alas kaki ke pasar-pasar dan ke tempat ramai hanya untuk mengajak orang lain dialog. Sikap religius Sokrates sering kali menjadi objek diskusi, Sokrates menganggap mitologi tidak benar dan hanya karangan dari para penyair.
Tetapi Sokrates sendiri adalah orang yang beragama, ia percaya bahwa ada Tuhan yang Maha bijaksana dan Maha baik, yang menguasai dan menyelenggarakan dunia. Bahkan ia menganggap bahwa keaktifannya dalam bidang filsafat sebagai tugas yang dipercayakan kepadanya oleh Tuhan.
Namun begitu, akibat dari perbuatan Sokrates tersebut, pada tahun 399 SM, Anytos, mengemukakan tuduhan dan membawa Sokrates ke pengadilan. Tuduhan itu berbunyi:"Sokrates bersalah, karena ia tidak percaya pada dewa-dewa yang diakui oleh Polis dan memasukkan praktik-praktik religius yang baru; ia juga bersalah, ia mempunya pengaruh yang kurang baik atas kaum muda." Apologia (karya Plato). Akhirnya, tuduhan itu membuat Sokrates harus menjalani hukuman mati dengan cara meminum racun.
2.Ajaran Sokrates
Kalau dilihat sepintas, rasanya Sokrates tidak ada bedanya dengan kaum Sofis. Sebagaimana kaum Sofis, Sokrates berbalik dari filsafat alam kepada manusia sebagai objek pembahasannya. Sebagaimana juga Sofis, Sokrates pun memulai filsafatnya dari kehidupan sehari-hari dan dari kehidupan yang konkret. Akan tetapi ada satu perbedaan antara Sokrates dan kaum Sofis, ialah Sokrates tidak menyetujui relativitas yang dianut kaum Sofis. Menurut Sokrates, ada kebenaran objektif, kebenarang yang tidak tergantung pada kita dan kalian.
a.Metode
Seperti yang sudah di kutip di awal bahwa Sokrates tidak membukukan pemikirannya. Sokrates menggunakan metode dialektika, ialah metode dengan banyak bercakap-cakap. Sokrates tidak menyelidiki fakta-fakta, melainkan ia menganalisis pendapat-pendapat orang lain. Ia selalu mulai dengan menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis dan dengan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut ia menarik segala konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban-jawaban tersebut.
Aristoteles, dalam bukunya Metafisika, memberikan catatan mengenai metode Sokrates yang perlu diperhatikan. Ada dua penemuan yang berasal dari Sokrates yang mana keduanya menjadi dasar ilmu pengetahuan. Yang pertama adalah "Induksi" atau "Argumen Induktif". Aristoteles menggunakan istilah ini karena proses pemikirannya bertolak dari pengetahuan yang "Khusus" kepada yang "Umum". Lalu penemuan yang kedua adalah definisi-definisi umum.
b.Etika
Dalam Apologia, Sokrates menerangkan kepada hakim-hakimnya, bahwa ia menganggap sebagai tugasnya mengingatkan para warna Athena supaya mereka mengutamakan jiwa. Menurut Sokrates, tujuan tertinggi hidup adalah membuat jiwanya menjadi sebaik mungkin. Dengan cara lain boleh juga dikatakan bahwa tujuan utama kehidupan adalah kebahagiaan (eudaimonia), asalkan istilah ini dimengerti sebagaimana dimaksudkan dalam bahasa Yunani. Bagi kita orang modern, kata "kebahagiaan" atau "happines" menunjukkan sesuatu yang subjektif, tetapi dalam bahasa Yunani "Kebahagiaan" merupakan keadaan objektif yang tidak tergantung pada perasaan subjektif. Bagi orang Yunani “eudaimonia” berarti kesempurnaan. eudaimonia berarti “mempunyai 'daimon/jiwa' yang baik”. Oleh karenanya, J. Burnet mengusulkan supaya “eudaimonia” disalin dalam bahasa Inggris dengan kata “well-Being”
Lalu bagaimana untuk mendapat kebahagiaan itu? Dengan Arete, kata arete memiliki arti "kebajikan" dan juga "keutamaan". Salah satu perdirian Sokrates yang terkenal ialah bahwa "Keutamaan adalah pengetahuan". Namun pengetahuan di sini tidak bisa dianggap sesuatu yang teoritis, namun harus dianggap sebagai pengetahuan tentang "yang baik" yang telah mendarah daging dalam diri manusia.
c.Politik
Dalam Apologia, Sokrates mengakui bahwa ia tidak merasa terpanggil untuk ikut campur urusan politik. Akan tetapi ia selalu setia pada kewajibannya sebagai warga negara. Saat ia dihukum mati, ia menolak ajakan murid-muridnya untuk melarikan diri dengan alasan ia akan taat dengan undang-undang Athena. Sokrates meneruskan prinsip-prinsip etikanya ke dalam politik. Menurutnya, tugas negara ialah memajukan kebahagiaan warganya dan membuat jiwa mereka menjadi lebih baik. Itu sebabnya seorang penguasa harus memiliki pengetahuan mengenai "Yang baik"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H