"Pengaruh Perceraian Orang Tua Terhadap Mental Anak"
Dalam kehidupan sehari-hari, individu senantiasa melakukan hubungan sosial dengan individu atau kelompok lain. Hubungan sosial yang timbul antar individu dan kelompok tersebut  juga  dikenal  dengan  istilah  interaksi sosial. Interaksi antara berbagai aspek kehidupan yang sering kita nikmati dalam kehidupan sehari-hari akan membentuk pola hubungan yang saling mempengaruhi sehingga akan terbentuk suatu perangkat sosial dalam masyarakat.. Oleh karena itu,adanya interaksi social menjadi faktor utama terjalinnya hubungan antar makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya. Dalam kehidupan masyarakat,banyak dari mereka yang berpasang-pasangan antara perempuan dan laki-laki yang menjalin suatu hubungan,banyak dari mereka juga yang melanjutkan hubungannya hingga jenjang pernikahan.
Pernikahan dapat diartikan sebagai bersatunya dua orang dewasa yang diakui secara sah di mata hukum yang terikat secara seksual, bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan keuangan dan mempersiapkan kelahiran dan pendidikan anak. Pernikahan sering diasumsikan sebagai hubungan yang kekal  dan abadi. Pernikahan juga harus atas dasar kemauan sendiri bukan berdasarkan paksaan dari orang lain. Pernikahan ini tidak bisa dilakukan dengan main- main, harus ada persiapan yang matang dari kedua belah pihak. Cobaan tersebut adalah penguji kesabaran kita, apakah kita mampu bertahan atau tidak terhadap ujian tersebut? jika kita tidak bisa bertahan dalam ujian tersebut, maka bisadiakhiri oleh perpisahan atau perceraian. Ujian dalam keuarga bisa berupa pertengkeran- pertengkaran kecil yang diakibatkan oleh kesalahpahaman antara kedua belah pihak. Akan tetapi, ujian/problematika tersebut sangat wajar dalam sebuah keluarga. Kehidupan dalam keluarga juga akan senantiasa mengalami perubahan dan pasang surut,inilah yang disebut dinamika perkawinan banyak hal yang akan memengaruhi dinamika perkawinan ini, sebagian perkawinan berubah menjadi tidak harmonis karena suami istri tidak siap dalam menjalani perannya dalam perkawinan.Terbukti belakangan ini banyak masalah yang kerap kali terjadi dalam kalangan keluarga. Salah satu masalah yang sangat nampak adalah banyaknya kasus perceraian yang terjadi dan adanya peningkatan angka perceraian. Masalah perceraian yang terjadi dikalangan keluarga sekarang ini sangat sukar dihindari dan dikendalikan.
Perceraian merupakan terputusnya ikatan perkawinan karena kehendak kedua belah pihak, yang secara hukum dan agama tidak ada lagi hal yang mengikat sebagai pasangan suami istri, karena status sebagai suami istri berakhir seiring perceraian diputuskan. Perceraian terjadi apabila kedua belah pihak merasa tidak bisa hidup bersama lagi atau sudah tidak ada lagi kecocokan dalam menjalin bahtera rumah tangga. Keluarga broken home adalah keluarga yang hubungan antara anggota keluarga tidak stabil atau tidak berjalan dengan baik; antar anggota keluarga tidak berkomunikasi dengan baik dan ada kurangnya koneksi di antara mereka. Kondisi orangtua dalam keluarga yang bercerai memang tidak semua bisa menghadapinya. Beberapa orang tua mungkin merasa sangat berbeda tentangÂ
kemampuan mengasuh mereka, apalagi jika ditambah pandangan dan komentar buruk dari masyarakat. Anak adalah korban yang paling terluka ketika ayah ibunya memutuskan untuk bercerai. Dalam keluarga, pertama kali anak mengenal arti hidup, cinta, kasih sayang, simpati, mendapat bimbingan dan pendidikan serta terciptanya suasana yang aman. Hal ini dapat dikatakan, keluarga memegang peranan penting untuk membentuk kepribadian. Anak merasakan ketakutan ketika orangtua bercerai, anak takut tidak akan mendapatkan kasih sayang ayah ibunya yang tidak tinggal satu rumah.
Berikut hasil wawancara dengan beberapa anak yang yang mengalami perihal tersebut sebagai berikut :
Berdsarakan hasil wawancara dengan sofiyah ia mengatakan :
"Dampaknya si tidak ngerasain keluarga utuh lagi terus kayak minder gitu karena orang tua gak lengkap gara-gara perceraian"
Dapat disimpulkan bahwa dampak yang dialami sofiyah dari perceraian orang tuanya adalah ia tidak pernah lagi merasakan keluarga yang utuh.
Berikut hasil wawancara dengan Gyna, ia mengatakan :
"jadi sering merasakan kesepian aja si"
Dapat disimpulkan bahwa dampak yang dialami perceraian orang tuanya adalah ia merasa kesepian.
Berikut hasil wawancara dengan Rian, ia mengatakan :
"gada sih udah biasa dari kecil soalnya."
Dapat disimpulkan bahwa rian tidak merasakan dampak dari perceraian orang tuanya karena ia sudah terbiasa dari kecil ditinggal oleh salah satu orang tuanya.
Berikut hasil wawancara dengan Via, ia mengatakan :
"lebih ke pergaulan gitu kayak pergaulan bebas dan lebih mencari kasih sayang diluar yang ga didapetin dari orang tuaku."
Dapat disimpulkan bahwa dampak terbesar yang dialami Via akibat perceraian orang taunya yaitu pergaulan lebih bebas dan lebih mencari kasih sayang ke orang lain atau diluaran sana.
Kondisi Psikologis Anak Terhadap Perceraian Orang Tuanya
Kondisi psikologis adalah kondisi yang bisa memengaruhi kehidupan sehari-hari seorang individu. Terkadang, kondisi psikologis seseorang bisa terganggu. Kondisi inilah yang disebut dengan gangguan psikologis atau gangguan mental.
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan 4 anak yang terlibat dalam fenomena perceraian orang tuanya peneliti mendapatkan tersebut memberi sebuah pertanyaan kepada apa yang akan diteliti. Adapun responden dari beberapa anak mengenai kondisi psikologis anak tersebut sebagai berikut :
Berdasarkan hasil wawancara dengan sofiyah, ia mengatakan :
"awalnya kecewa terus kek sering mengurung diri dikamar, cuma ya mau gimana lagi kalo jalannya harus pisah ya udah aku ikhlas"
Dapat disimpulkan dari pernyataan dari sofiyah bahwa ia tidak mengalami gangguang psikologis setelah kedua orang tuanya bercerai hanya saja sedikit kecewa.
Berikut hasil wawancara dengan Gyna, ia mengatakan :
"sedih sampe nangis git terus kayak hamper mau depresi sih pasti, tapi ya biasa aja ehehh."
Dapat disimpulkan dari pernyataan Gyna bahwa ia tidak mengalami perubahan psikologis pada dirinya.
Berikut hasil wawancara dengan Rian , ia mengatakan :
"biasa aja."
Dapat disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa Rian tidak mengalami perubahan psikologis.
Berikut hasil wawancara dengan Via, ia mengatakan :
"sedih pasti, kek frustasi terus kayak nyari perhatian keluar gitu."
Dapat disimpulkan dari pernyataan Via bahwa ia merasa frustasi sehingga ia mencari kasih sayang kepada orang lain.
Perubahan Emosi Dari Anak Tersebut
Dari hasil penelitian berupa wawancara dari beberapa anak yang kedua orang tuanya cerai terdapat perubahan emosi pada anak tersebut seagaimana hasil wawancara sebagai berikut :
Berdasarkan hasil wawancara dengan Sofiya, ia mengatakan :
"awalnya sedih, cuma ya mau gimana lagi kalo jalannya harus pisah ya udah aku ikhlas"
Dapat disimpulkan dari pernyataan dari sofiyah bahwa ia mengalami perubahan emosi yang dipenuhi dengan rasa kecewa terhadap orang tuanya yang bercerai akan tetapi tidak lama dari itu ia harus mengikhlaskan apa yang telah terjadi.
Berikut hasil wawancara dengan Gyna, ia mengatakan :
"sedih sih pasti, tapi ya biasa aja ehehh."
Dapat disimpulkan dari pernyataan Gyna mengalami perubahan emosi bahwa ia merasa sedih dan sedikit tertekan tapi lama kelamaan biasa aja ketika orang tuanya bercerai.
Berikut hasil wawancara dengan Rian , ia mengatakan :
"biasa aja."
Dapat disimpulkan bahwa Rian hanya bersikap biasa aja tidak mengalami perubahan emosi karena rian sudah terbiasa dari ia masih kecil.
Berikut hasil wawancara dengan Via, ia mengatakan :
"cemburu ke anak-anak yang lain bias barengan sama kedua orang tuanya
terus"
Dapat disimpulkan dari pernyataan Via bahwa ia mengalami perubahan
emosi, ia merasa sedih dan bingung dengan apa yang terjadi pada orang tuanya yang awalnya baik-baik aja tapi tiba-tiba pisah.Â
"cemburu ke anak-anak yang lain bias barengan sama kedua orang tuanya terus"
Ia merasa cemburu dengan temannya yang mempunyai kasih sayang penuh kedua orang tuanya.
Duka Cita atau Kesedihan merupakan ungkapan perasaan (emosi) kesedihan bisa diakrenakan kehilangan sesuatu, terjatuh, tersakiti dan lain sebagainya. Anak yang kehilangan keutuhan sosok kelurga akan merasa sedih.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Sofiyah bahwa ia merasa sedih dengan apa keputusan orang tuanya sehingga membuat ia lebih sering mengurung dikamarnya.
"awalnya sedih, cuma ya mau gimana lagi kalo jalannya harus pisah ya udah aku ikhlas"
Dan pernyataan Gyna :
"sedih sih pasti, tapi ya biasa aja ehehh."
Perceraian adalah cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masing-masing, dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup berpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku Erna Karim dalam Ihromi, 2004 137. Menurut Agoes Dariyo 2008 160 perceraian divorce merupakan peristiwa yang sebenarnya tidak direncanakan dan dikehendaki kedua individu yang sama-sama terikat dalam perkawinan.
Menurut George Levinger dalam penelitiannya tahun 1966 (Ihromi, 2004: 153) menyusun 12 kategori yang menjadi alasan terjadinya perceraian yaitu:
- Karena pasangannya sering mengabaikan kewajiban terhadap rumah tangga dan anak, seperti jarang pulang ke rumah, tidak ada kepastian waktu berada di rumah, serta tidak adanya kedekatan emosional dengan anak dan pasangan.
- Adanya tuntutan yang dianggap terlalu berlebihan sehingga pasangannya sering menjadi tidak sabar, tidak ada toleransi, dan dirasakan terlalu menguasa.
Selain itu, Setiyanto menyebutkan ada beberapa hal yang dapat menyebabkan perceraian, yaitu (1) sudah tidak ada kecocokan, (2) adanya faktor orang ketiga, (3) sudah tidak adanya komunikasi.
emosional bagi pasangan yang bercerai tetapi juga anak-anak akan terkena dampaknya. Dampak perceraian terhadap anak lebih berat dibanding pada orang tua. Terkadang anak akan merasa terperangkap di tengah-tengah saat orang tua bercerai. Rasa marah, takut, cemas akan perpisahan, sedih dan malu merupakan reaksi-reaksi bagi kebanyakan anak dari dampak perceraian.
Perceraian yang terjadi pada suatu keluarga memberikan dampak yang mempengaruhi jiwa dan kondisi anak. Anak yang mengalami hambatan dalam pemenuhannya terkait rasa cinta dan memiliki orang tua harus menghadapi kenyataan bahwa orang tuanya telah bercerai. Anak mendapat gambaran buruk tentang kehidupan
berkeluarga. Dalam perasaan anak, perceraian adalah suatu kekurangan yang memalukan. Perceraian hampir selalu membuat anak bersedih, pemarah, dan lemah jiwanya. Anak merasa terasing diantara masyarakat yang kebanyakan terdiri atas keluarga yang bersatu padu. Perceraian yang berarti keterpisahan antara ibu, ayah, dan anak-anak, apapun penyebabnya, bisa memberi dampak buruk pada anak.
Anak korban perceraian akan merasa sedih, malu, minder karena orang tua yang dibanggakannya ternyata berakhir cerai. Sebagai pelampiasan perasaan-perasaan tersebut, anak melampiaskannya dengan:
- Mengurung diri di kamar, tidak bergaul dengan teman-teman karena merasa malu, sedih, dan minder.
- Keluyuran terus sebagai tanda protes terhadap orang tua. Berharap dengan cara ini orang tua akan rujuk kembali, tetapi dengan cara seperti itu malah akan menjerumuskan anak ke hal- hal yang negatif.
Paling tidak ada 4 faktor yang mempengaruhi resiko yang akan dipikul anak akibat korban perceraian yaitu bakat kepekaan anak terhadap pecahnya hubungan orang tuanya, latar belakang kehidupan keluarga sebelum perceraian, kondisi keluarga setelah perceraian serta kestabilan sebelah orang tua yang masih berada di rumah. Anak yang berbakat dan datang dari keluarga yang depresif, lebih mudah menjadi terganggu akibat perceraian orang tuanya, dibanding anak yang tidak sepeka itu. Latar belakang keluarga yang sangat intim dan hangat, akan dirasakan anak sebagai kehilangan yang sangat berarti dibandingkan latar belakang keluarga yang kurang akrab. Begitu juga sifat tabiat orang tua yang teguh dan tabah lebih kurang membuat anak menderita dibanding orang tua yang agak perasa Alex Sobur, 2003.
Umumnya sikap anak-anak terhadap perceraian adalah kaget, shock dan menghindari kenyataan bahwa perpecahan keluarga tak terjadi pada dirinya. Banyak yang merasa cemas dan takut, ada pula yang marah-marah, uring-uringan dan membangkang. Tetapi ada pula yang berusaha keras untuk menyatukan kembali kedua orang tuanya. Meskipun reaksi ini bervariasi umumnya. Robert Weiss, dalam bukunya Marital Separation dalam Musbikin, 2008 246 menyebutkan bahwa reaksi emosional anak sangatlah tergantung pada pemahaman anak tentang perkawinan orang tuanya, usia anak, temperamen anak serta sikap dan perilaku orang tua terhadap anak.
Menurut Dariyo 2008 169 anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya yang bercerai juga merasakan dampak negatif. Mereka mengalami kebingungan harus ikut siapa. Mereka tidak dapat melakukan proses identifikasi pada orang tua. Akibatnya, tidak ada contoh positif yang harus ditiru. Secara tidak langsung, mereka
mempunyai pandangan yang negatif buruk terhadap pernikahan. Namun, yang jelas perceraian orang tua akan mendatangkan perasaan traumatis bagi anak. Sedangkan menurut Leslie dalam Ihromi, 2004 160 trauma yang dialami anak karena perceraian orang tua berkaitan dengan kualitas hubungan dalam keluarga sebelumnya.
Sama halnya seperti Dariyo, menurut Gunarsa 2002 166 perceraian merupakan suatu penderitaan, suatu pengalaman traumatis bagi anak. Anak memperoleh banyak tekanan, dalam arti suasana rumah yang kurang harmonis, kehilangan ayah. Juga lingkungan yang mengharuskannya mengadakan penyesuaian diri dan perubahan- perubahan penyesuaian diri dan perubahanperubahan. Karena tekanan dan keadaan lingkungan yang mengharuskannya mengadakan penyesuain lingkungan sebagai akibat perceraian kedua orang tuanya, menyebabkan anak merasa dirinya tidak aman, dipandang berbeda oleh masyarakat, mengalami diskriminasi sosial dari lingkungannya, merasa tidak mempunyai tempat hangat dan aman di dunia ini, tidak mempunyai kepercayaan diri.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H