Mohon tunggu...
Moch Saifullah
Moch Saifullah Mohon Tunggu... Jurnalis - Halua Kanari

Selalu ada kecuali tidur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Inspiratif Mardan Amin, Anak Desa yang Jadi Jurnalis di KPK

4 Maret 2024   00:36 Diperbarui: 4 Maret 2024   00:36 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mardan Amin (foto: Ucal/ketik.co.id).

Jakarta - Jangankan memegang gadget, memiliki sendal saja ia tak punya. Begitulah secuil kisah hidup seorang Mardan Amin alias Ato, jurnalis media online indobisnis.co.id asal Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, yang kini diberi kesempatan meliput di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.

Ato adalah sosok yang pantang menyerah. Sejak kecil, ia harus menjalani hidup penuh kesulitan. 

Ia tak banyak merasakan kasih sayang dari ibunya yang meninggal saat ia masih dibangku sekolah, Namun, hal itu tak membuat Ato patah semangat untuk memperbaiki nasibnya.

Berbekal smartphone bekas yang ia beli dengan susah payah, Ato yang lahir di desa Jojame, Kecamatan Bacan Barat Utara, 27 tahun lalu, kini berhasil mengubah hidupnya. 

Ia mewujudkan cita-citanya menjadi seorang jurnalis, bahkan menjadi yang pertama dari daerahnya yang meliput di KPK.

Mardan Amin (foto: Ato).
Mardan Amin (foto: Ato).

Tak hanya itu, Ato juga kini berkuliah di salah satu universitas di Jakarta, meski harus berjuang dengan biaya yang terbatas. 

Setiap hari, ia harus berjibaku di ruang pers gedung KPK, tempat ia bertugas sebagai wartawan liputan.

Ato mengaku senang dan bangga bisa meliput di KPK, lembaga yang menjadi simbol pemberantasan korupsi di Indonesia. 

Ia berharap, dengan meliput di sini, ia bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat, khususnya di daerah asalnya.

"Saya senang bisa meliput di KPK, karena saya bisa belajar banyak hal tentang hukum, korupsi, dan penegakan keadilan. Saya juga berharap, dengan tulisan saya, saya bisa memberi inspirasi dan edukasi bagi masyarakat, terutama di Halmahera Selatan," kata Ato, Minggu (3/3/2024).

Menyoroti Isu-Isu di Daerah

Sebagai jurnalis yang berasal dari daerah, Ato tak lupa untuk menyoroti isu-isu yang berkaitan dengan daerahnya. 

Dirinya tak segan untuk mengkritisi dan mengekspos dugaan-dugaan korupsi yang terjadi di sana, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan sumber daya alam.

Ato mengatakan, ia merasa prihatin dengan kondisi daerahnya, yang seharusnya bisa maju dan sejahtera, namun masih tertinggal dan miskin. 

Ia menilai, salah satu penyebabnya adalah adanya praktik-praktik korupsi yang merugikan rakyat.

"Kasihan daerah saya, katanya peningkatan dari segi pertambangan naik menjadi 75 persen, tapi, warga di daerah saya banyak yang mengeluh. Mereka tidak merasakan manfaat dari pertambangan itu, malah merasakan dampak negatifnya, seperti pencemaran lingkungan, kerusakan tanah, dan konflik sosial," ujar Ato dengan nada kesal.

Ato berharap, dengan meliput di KPK, ia bisa memberi pesan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi di daerahnya, agar jangan main-main dengan hak masyarakat dan mengembalikan hak rakyat. 

Ia juga berharap, KPK bisa lebih intensif mengawasi dan menindak kasus-kasus korupsi di daerah, terutama di Provinsi Makuku Utara dan khususnya Halmahera Selatan, Apalagi dengan ditangkapnya mantan Gubernur Abdul Ghani Kasuba lewat operasi OTT oleh KPK.

"Saya berharap, KPK bisa lebih sering turun ke daerah, khususnya Maluku Utara, untuk mengusut kasus-kasus korupsi yang ada di sana. Saya yakin, masih banyak kasus-kasus korupsi yang belum terungkap dan belum ditangani. Saya juga berharap, KPK bisa memberikan bimbingan dan pendidikan kepada aparat dan masyarakat di daerah, agar lebih sadar dan peduli terhadap pemberantasan korupsi," tutur Ato.

Menjadi Inspirasi bagi Jurnalis Lain

Ato mengaku, menjadi jurnalis di KPK bukanlah hal yang mudah. Ia harus bersaing dengan banyaknya jurnalis lain yang juga meliput di sini. 

Ia juga harus siap menghadapi tantangan dan risiko yang mungkin timbul dari pekerjaannya.

Namun, Ato tak pernah menyerah. Ia selalu berusaha untuk belajar dan meningkatkan kemampuannya sebagai jurnalis. Ia juga selalu menjaga integritas dan profesionalisme dalam meliput.

"Saya selalu berusaha untuk meliput dengan objektif, akurat, dan berimbang. Saya juga selalu mengutamakan kode etik jurnalistik dan hukum yang berlaku. Saya tidak mau terlibat dalam hal-hal yang bisa merusak citra jurnalis dan KPK," tegas Ato.

Ato juga mengaku, ia selalu mendapat dukungan dan bantuan dari rekan-rekan jurnalis lain yang meliput di KPK. 

Ia menganggap mereka sebagai keluarga dan teman belajar. Ia juga mengapresiasi kerjasama dan komunikasi yang baik antara jurnalis dan KPK.

"Saya merasa beruntung bisa meliput di KPK, karena saya bisa bertemu dan berinteraksi dengan jurnalis-jurnalis senior dan berpengalaman. Saya banyak belajar dari mereka, baik tentang teknik menulis, cara wawancara, maupun etika berprofesi. Saya juga merasa nyaman meliput di KPK, karena KPK selalu memberikan fasilitas dan informasi yang dibutuhkan oleh jurnalis," ungkap Ato.

Ato berharap, kisah dan pengalamannya bisa menjadi inspirasi bagi jurnalis-jurnalis lain, khususnya yang berasal dari daerah. 

Ia ingin menunjukkan, bahwa menjadi jurnalis di KPK bukanlah hal yang mustahil, asalkan ada niat, usaha, dan doa.

"Saya ingin menyampaikan pesan kepada jurnalis-jurnalis lain, terutama yang dari daerah, bahwa jangan pernah merasa minder atau takut untuk meliput di KPK. Jangan pernah merasa rendah diri atau kurang mampu. Justru, kita harus berani dan percaya diri, karena kita punya potensi dan kemampuan yang sama dengan jurnalis-jurnalis lain. Yang penting, kita harus punya tekad, semangat, dan motivasi yang kuat untuk menjadi jurnalis yang baik dan bermanfaat bagi bangsa dan negara," pungkas Ato.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun