Mohon tunggu...
arsyi firmansyah
arsyi firmansyah Mohon Tunggu... Editor - editor

minat dalam bidang editing, fotografi, videografi, dan musik rap.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kerja Sama Ekonomi dan Politik Amerika-China hingga Pemutusan Kerja Sama Dua Perusahaan Besar Teknologi

14 Desember 2020   18:00 Diperbarui: 14 Desember 2020   18:07 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

China dan Amerika Serikat memiliki hubungan yang baik ketika China dipimpin oleh Mao Zedong pada tahun 1970an dan Amerika dipimpin oleh Richard Nexon, kedua Negara ini memiliki normalisasi hubungan bilateral sekitar lima dekade. Kedua Negara ini memandang dan memikirkan lebih jauh dari waktu hidup mereka dan diluar lingkup Negara mereka, hubungan bilateral itu krusial dan merancang untuk strategi jangka panjang Washington dengan China. 

Pada 2 Juni 1971 Nixon menerima sepucuk surat rahasia dari Tiongkok yang berisikan bahwa Mao mengatakan ingin bertatap muka secara langsung dengan Nixon. Nixo kemudian mengirimkan penasihat keamanan nasionalnya yaitu Henry Kissinger untuk berbicara di China dalam misi rahasianya yang membuka jalan perjalanan presiden pada Februari 1972. 

TIME mengutip pada Wall Street Journal mengatakan bahwa perundingan antara Amerika Serikat dan China sebenarnya sudah dicicil sejak era George W. Bush yang mana lalu dilanjutkan pada masa pemerintahan Obama dan setelahnya akan dilanjutkan pada masa pemerintahan Trump yang akan ditandatangani langsung oleh presiden dengan dalih perjanjian perdagangan fase satu dengan China di Washington. 

Surat kabar itu mengatakan bahwa pembicaraan baru akan terpisah dari negoisasi atas kesepakatan perdagangan fase dua, dimana disitu mencakup sejumlah permasalahan yang kontroversial menurut administrasi Trump merupakan praktik perdagangan tidak adil.

Sejak masa pemerintahan George W. Bush hubungan antara Amerika dan China berjalan dengan baik, bahkan pertemuan antara dua Negara ini hamper bisa dikatakan sebagai agenda kenegaraan. Dimulai dari Henry Paulson yang memulai perundingan AS-China ketika menjadi menteri keuangan dibawah pemerintahan George W. Bush, Henry bertemu dengan para pejabat tinggi China dua kali dalam satu tahun.

Kemudian dilanjutkan pada masa pemerintahan Obama meskipun pembicaraan antara dua negara ini dikurangi menjadi hanya satu kali dalam satu tahun, dan saat masa pemeritahan Trump ini mulai tahun 2017, pemerintahannya menghentikan diskusi antara Amerika dan China. 

Dikatakan bahwa mereka gagal dalam mengatasi praktik perdagangan, dimana pihak Amerika merasa bahwa China tidak adil dan mengurangi defisit perdagangan besar Amerika dengan China. Sebaliknya, administrasi Trump justru meluncurkan lebih banyak negoisasi perdagangan yang ditargetkan, yang kemudian menciptakan konflik antara dua negara tersebut.

Amerika Serikat mengalami defisit neraca perdagangan yang besar dengan China selama bertahun-tahun. Pada akhir tahun 2016 Amerika Serikat memasuki masa pemerintahan baru dengan Donald Trump sebagai Presiden. Donald Trump melihat defisit neraca perdagangan Amerika Serikat terhadap China yang begitu besar sebagai permasalahan yang serius bagi perekonomian AS.

Sejak sebelum Trump terpilih menjadi presiden Amerika telah menyuarakan keresahannya mengenai defisit. Trump mengatakan pada masa kampanyenya tentang bagaimana defisit neraca perdagangan Amerika Serikat terhadap China terus terjadi dan semakin meningkat sehingga tidak dapat dibiarkan karena menandakan ketidakadilan dalam hubungan perdagangan Amerika Serikat dan China yang kemudian berdampak pada memperlambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. 

Diketahui bahwa defisit neraca perdagangan AS terhadap China sebesar US$ 347 miliar di tahun 2016 dan meningkat 8.2% menjadi US$375.6 miliar pada tahun 2017. Amerika Serikat akan mengalami kesulitan dalam mengurangi kesenjangan tersebut dalam waktu dekat. 

Namun Trump merasa sangat optimis bahwa dirinya mampu memperbaiki kondisi ini dengan menjadikan masalah defisit neraca perdagangan dengan China sebagai salah satu fokus utama agenda yang akan diselesaikan.

Donald Trump mengatakan bahwa defisit neraca perdagangan yang dialami Amerika Serikat terhadap hubungan dagang dengan China yang begitu besar terjadi disebabkan oleh praktek dagang dan kebijakan yang dikeluarkan oleh China yang kurang adil sehingga terjadi ketimpangan pada hubungan kedua negara. 

Di sisi lain China tidak merasa bahwa telah ada kebijakan serta praktek dagang yang tidak adil oleh China terhadap Amerika. Namun hasil investigasi yang ditemukan Trump tidak mampu untuk merubah strategi China dalam melakukan perubahan apapun pada kebijakannya, Justru China tetap menganggap tidak ada yang salah pada kebijakan serta praktek dagang yang dilakukan oleh China. 

Respon China ini kemudian mendapatkan tindakan lebih lanjut dari AS berupa pengenaan tarif terhadap beberapa produk China yang masuk ke Amerika Serikat. 

Pada Februari 2018 AS memberlakukan tarif sebesar 20% untuk mesin cuci impor yang kemudian berlanjut pada pemberlakuan tarif sebesar 25% untuk baja dan 10% untuk aluminium, tarif-tarif yang diberlakukan ini tidak hanya kepada China namun China merupakan alasan terbesar diberlakukannya tarif ini oleh Amerika Serikat. 

Tindakan pemberlakuan tarif oleh Amerika Serikat kemudian mendapat repon berupa tarif balasan dari China. China memberlakukan tarif 15-25% terhadap 128 produk Amerika Serikat. Sejak saat itu, kedua negara terus balasmembalas dalam pemberlakuan tarif sepanjang tahun 2018. Balas-membalas tarif ini pun menjadi tanda terjadinya perang dagang antara Amerika Serkat-China.

 Segala bentuk kebijakan serta strategi perdagangan yang dilakukan China merupakan usaha untuk memperkuat perekonomian negara tanpa maksud untuk merugikan negara lain. Sejak masa kepemimpinan Donald Trump, permasalahan defisit ini membawa ketegangan pada hubungan Amerika Serikat-China. 

Presiden Amerika Serikat Donald Trump tidak hanya menyuarakan keresahannya namun mengambil tindakan pula sebagai usaha memperbaiki permasalahan ini. Trump mulai melakukan beberapa investigasi terhadap praktek dagang China yang ia anggap tidak adil bagi hubungan dagang Amerika Serikat-China. Hasil yang ditemukan dari investigasi digunakan Trump untuk mendesak China melakukan perubahan terhadap beberapa kebijakan dagang China.

Kebijakan pemberlakuan dan kenaikan tarif yang berbalas oleh kedua negara tersebut dilihat sebagai pertahanan masing-masing negara untuk menjaga stabilitas perdagangan yang dapat berdampak pula pada kestabilan neraca perdagangan kedua belah pihak negara. Setelah mengalami ketegangan pada hubungan dagang dan perang dagang selama setahun, terlihat dampak pada neraca pedagangan kedua negara.

Abraham Liu yang merupakan salah seorang pemimpin tertinggi Huawei kantor cabang Uni Eropa mengatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat mencoba membunuh kami (Huawei). Huawei yang diperkirakan memperoleh pendapatan sebesar 121,66 miliar dollar pada tahun 2019 menghadapai tantangan serius, pasalnya pada Mei 2019 raksasa internet sekaligus pemilik

Android dan Google memutus kerjasama lisensi Android pada perangkat Huawei. Seperti yang dilansir oleh Reuters tentang pemutusan hubungan bisnis itu mencakup kerjasama antara dua perusahaan teknologi atau perangkat keras dan layanan teknis yaitu antara Huawei dan Google. Direktur hokum Android dan Google Play, yaitu Tristan Ostrowski mengatakan bahwa Google tidak dapat mensertifikasi ponsel Huawei produksi terbaru untuk mendukung aplikasi dari Google karena larangan yang dijatuhkan oleh Amerka Serikat untuk seluruh perangkat Huawei. 

"Google dilarang bekerjasama denganHuawei untuk perangkat baru ataupun menyediakan aplikasi Google termasuk Gmail,, Maps, Youtube, Play Store, dan aplikasi lainnya besutan Google untuk diinstal dan diunduh di perangkat Huawei" ujar Tristan dalam postingan di blog resmi Android yang telah dilansir oleh The Verge, "karena batasan pemerintah, perangkat baru Huawei yang meluncur setelah 16 Mei 2019 tidak bisa menggunakan proses keamanan Google" lanjutnya. 

Ketika pengguna perangkat Huawei memaksa untuk tetap memasang aplikasi-aplikasi besutan Google tersebut ke dalam perangkat yang tidak tersertifikasi, pihak Google tidak bisa memberi jaminan apakah aplikasi yang disusupkan tersebut merupakan aplikasi original dari Google yang bersih dari malware atau bukan. " Aplikasi Google yang di-sideload tidak akan bisa bekerja dengan benar karena kami (pihak Google) tidak memberikan layanan untuk bisa berjalan di perangkat yang tidak tersertifikasi dimana keamanan pada perangkat tersebut tidak bisa dijamin" imbuh Tristan.

Pihak Google sendiri berusaha menghindari masalah politik ketika menerbitkan tulisan tersebut di situsnya. Ostrowski mengakhiri pernyataannya secara tertulis dengam menekankan cara untuk mengecek apakah perangkat ponsel pengguna dilindungu Google Play Protect atau tidak.

Sekarang setelah resmi Huawei dihapus dari daftar layanan Google, terpaksa Huawei harus berjalan sendiri secara independen, ketika google sekarang menjadi mesin pencaria nomer satu yang paling banyak digunakan oleh masyarakat, Huawei harus menciptakan mesin pencarian sendiri sebagai pengganti google untuk ditanamkan di perangkat mereka.

Dinamakan dengan Huawei Search, penganti Google Search ini bisa dikatakan sudah cukup layak untuk dijadikan alternative bagi Google Search. Dilansir dari Dizchnia, Huawei Search bisa melakukan pencarian cepat seperti mendapatkan informasi tentang cuaca dan hasil olahraga serta menggunakan kalkulator untuk konversi unit. 

Selain itu hasil dari pencarian di Huawei Search pun bisa dibagi berdasarkan kategorinya masing-masing seperti video, berita dan gambar untuk memberikan hasil pencarian yang lebih luas bagi penggunanya. 

Semuanya yang berkaitan dengan Google diputus untuk Huawei, baik termasuk transfer perangkat keras, perangkat lunak dan layanan teknis yang tidak tersedia secara umum. Artinya Huawei hanya bisa menggunakan layanan dari Google yang bersifat versi lisensi open source Android.

Huawei juga dipastikan tidak akan bisa mengakses aplikasi dan layanan dengan paten Google seperti layanan surel Gmail, "Kami tunduk pada pemerintah dan sedang mengkaji dampak-dampaknya" kata juru bicara Google.

Tindakan seperti yang dilakukan Google terhadap Huawei tersebut bisa menimbulkan dampak besar bagi semua perusahaan teknologi, karena perusahaan pembuat smartphone harus bekerjasama dengan Google untuk memastikan sistem-sistem yang ada pada smartphone mereka sesuai standardisasinya.

Setelah mendapatkan ancaman besar dari Amerika, Huawei yang merupakan perusahaan maju pun tidak tinggal diam. Huawei mengancam balik terhadap Amerika terkait pemutusan kerjasama yang dilakukan antara Google dan Huawei.

Huawei Technologies melayangkan ancaman akan melakukan pemboikotan dan menghentkan semua kerjasama yang ditawarkan oleh perusahaan Amerika, ini merupakan tindak lanjut yang akan dilakukan Huawei jika kedepannya perang dagang antara Amerika dan China masih terus berlanjut.

CEO Huawei Ren Zhengfei mengatakan, pada awalnya perusahaannya telah kehilangan Gppgle dan Android ketika tendensi dagang meningkat sehingga Huawei harus menyiapkan plan B untuk mengantisipasi jika Amerika kembali memberikan ancaman kepada Huawei. Salah satu rencana yang akan dilakukan Huawei yaitu membuat system operasi sendiri sebagai pengganti Android yang akan diberi nama "Harmony OS".

"Saya percaya kita dapat membangun ekosistem global kita sendiri selama dua tahun hingga tiga tahun kedepan" tutur Ren Zhengfei.

Dengan ancaman seperti itu, beberapa tahun mendatang Huaweo ingin memboikot semua perusahaan Amerika sebagai reaksi atas tindakan yang sudah diambil oleh presiden Donald Trump terkait permasalahan yang sedang terjadi pada hubungan perdaangan antara Amerika dan China dengan imbasnya yang mengenai perusahaan besar asal China tersebut. 

Bisa dibilang ancaman yang dikeluarkan oleh Huawei terhadap Amerika tersebut merupakan ancaman berat bagi perusahaan Amerika seperti Intel, AMD, Qualqomm atau Neophotonics dimana sebagian besar pemasukan mereka bergantung pada Huawei.

Namun per Februari 2020 Vice President Google Palay dan Android Sameer Samat mengatakan bahwa pihak dari Google telah mengajukan permohonan izin terhadap pemerintah Amerika Serikat untuk diperbolehkan kembali bermitra dengan Huawei.

Pemerintah Amerika memang mnyediakan lisensi bagi perusahaan asal Amerika yang ingin tetap bermitra dengan Huawei, lisensi tersebut sebelumnya pernah diberikan ke Microsoft sehingga laptop Huawei masih bisa menggunakan OS Windows dan Software Microsoft. Untuk pengajuan yang dilakukan oleh Google Samat mengaku belum tahu sampai kapan pemerintah Amerika akan memutuskan apakah membolehkan Google untuk masih lanjut bekerjasama dengan Huawei atau tidak, karena keputusan ini sepenuhnya berada d tangan pemerintahan Amerika bukan dari Google.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun