Begini sajalah! Adakah penderita pedophilia atas sederet penyimpangan seksual lainnya itu, terjadi pada lelaki/perempuan yang kondusif lingkungannya? Jawabku: Sulit ditemukan penderita pedophila yang lingkungannya baik! Lalu, mengapa pelaku pedophilia sangatlah sadis (semacam: sadomasokis-sadistik). Lah..., pencetus sadistik itu dipicu oleh kekuatan fantasi sek yang muluk-muluk, gak wajar dan muluk-muluk! Nah, apa penyebab akan semua ini? Oh, kita akan sontak terkaget-kaget akan kemajuan teknologi informasi yang demikian terbukanya sekarang. Hemmm, dari tilikan psikologiknya, apa yang kita lihat- cermati-perhatikan maka ada kecenderungan untuk menirunya (adopted).
"Seks palsu" bagi pelaku dan korban
Korban pencabulan senonoh, mengalami dua kali penderitaan. Penulis menyebut demikian sebab analisa sedari dahulu sampai secanggih ini, anak-anak yang di bawah umur itu, menjadi sasaran oleh pelaku pedopihilia. Kecenderungannya pada anak-anak yang memiliki pertumbuhan psikologik yang kurang akurat. Kurang mewakili karakter anak-anak pada umumnya yakni ceria-lari-lompat-lompat dan enjoy dalam interaksi sosial. Bila demikian, cukuplah menjadi informasi bahwa anak-anak kita di rumah, juga berpeluang 'diperlakukan' kurang manusiawi oleh pelaku pedophilia di luar sana. Karena kita sebagai orang tua, juga renggang hubungan emosional dengan anak-anak kita. Mungkin?
Lalu, di benak pembaca menggugat: "Loh, anak-anak normalpun mengalami pelecehan seksual oleh pelaku pedophilia kok!". Ya, gugatan itu juga tiada salahnya. Pertanyaan selanjutnya, bukankah 'anak normal' masih aktif instink-nya akan bahaya yang mengintai? Selugu apapun anak itu, bila terancam secara psikologik dan fisik, maka orang yang paling pertama diingatnya adalah ayah-ibunya. Lalu, bagaimana ayah-ibu bisa diingat-ingat dan disebut-sebut sang anak, bila relasi emosionalnya ke ayah-ibunya kering sekali. Ya, sebatas anak biologis, jauh dari julukan anak psikologik dan anak sosiologis dari orang tuanya atau lingkungannya. Lantas, tiba-tiba mendapat perhatian yang sistematis dari penderita pedophilia. Hati anak siapa yang tak luluh!
Dan pada tiap-tiap peristiwa pelecehan seksual oleh pelaku pedophilia, penulis menganggapnya sebagai "seks palsu". Anehlah istilah ini, bukan? Palsu dikarenakan anak-anak dipaksa-paksa untuk melayani syahwat menggila dari pelaku pedophilia. Sebuah 'penyelenggaraan' hubungan seksual yang aneh-aneh. Jauh dari sewajarnya, dan mengancam organ reproduksi sang korban.
So, esensi artikelku di mana? Jawabku: suapi anak-anak dengan nutrisi psikologik bila tak ingin anak-anak itu kenapa-kenapa. Sayangi saja anak-anak itu, Insya Allah, Tuhan juga menyayangi anak-anak itu.
Maafkan bila hadir kalimat yang kurang tepat, lagi pula keilmuanku mulai meredup soal psikologi kesehatan sejak aktif menulis dan berpuisi di Kompasiana...He he he canda.com
Makassar, 23 Oktober 2015. Dan di penanggalan 23 Oktober 1993, silam. Penulis ditinggalkan oleh seorang lelaki yang nutrisi psikologiknya diberikan kepadaku, tak sanggup kuhitung. Dialah, ayahku! Ayah Armand, kawan Kompasianer Anda!
Salam Kesehatan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H